MINECRAFTER VOL. 2 - Bab 7: Kapak dan Pedang
Bab 7: Kapak dan Pedang
Si lelaki
berlari, melawan atau menerjang maut. Meskipun semua ini hanyalah game, namun
tidak baginya. Orang lain mungkin beranggapan kalau ini semua hanyalah uji
coba, kalo mati atau gagal ya sudah. Kan Cuma uji coba, kan?
Harusnya
memang begitu, namanya juga game kan harus dinikmati dan dihayati. Bukan malah
memaksakan diri untuk jadi yang pertama lalu menang mengalahkan mereka semua.
Tapi
bagaimana pun dalam lubuk hati terdalam, sejujurnya ia murni tidak bermaksud
untuk berambisi mendapatkan peringkat pertama atau katakanlah menjadi pemain
top ten atau sepuluh besar atau semacamnya.
Ia
mengikuti ini karena suatu kepentingan, dimana ia harus menyelesaikan tugas
akhir dengan objektif berbasis storytelling. Ia tentunya tidak mungkin memberi
suguhan cerita yang singkat begitu saja kan?
Berawal
dari penasaran, sampai akhirnya ikut menyelam, kemudian tersesat tidak tahu
jalan keluar. Kamu tahu, penasaran terkadang dapat membunuh seorang kucing.
Karena kucing itu sendiri tidak mempunyai akal, manusia tentunya punya rasa
penasaran tetapi bedanya rasa tersebut dibarengi dengan akal.
Dimana
dapat mengontrol itu semua dari kematian yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
Tidak ada
jalan keluar. Dunia minecraft disini jauh lebih kompleks. Tersesat pun,
sensasinya beda dibandingkan tersesat di minecraft yang kamu mainkan di game
konsol atau komputer. Sensasi virtual reality yang lebih mendalam menghayati
membuat pemain seolah benar-benar tersesat walau ini semua hanyalah game
semata.
Dia, Iruma.
Ia berusaha mengabaikan gundukan kerikil yang menggunung sampai langit-langit
dengan melanjutkan prosesi ia mengayunkan kapak tambang yang dimilikinya untuk
memilah bebatuan dan bijih besi.
“sama-sama
nge-sprint. Tapi yang ini beda banget, bikin capek.” Gumanku seraya memecah
bebatuan yang menempel diantara bijih besi yang aku dapat.
Pengalaman
menambang meningkat!
Bagus, aku
harap habis nambang sampai tersesat begini keluar-keluar langsung naik level
mastery dalam penambangan.
Proses
smelting akan memakan waktu lama, apa aku harus multitasking? Sambil menambang
ya juga sambil smelting untuk dapat batang besi?
Tapi kalau
tidak segera diambil, nanti misal ada tanah longor karena getaran yang
diberikan dari dalam gua ini, aku lari, nanti furnace-nya ketinggalan
dong.
*vung *vung
Itu
seharusnya suara anak panah dilepas dari busur. Artinya, mob hostile yang
berwujud tengkorak tulang belulang ini ada di sekitar sini.
Tidak perlu
memerlukan pendengaran ekstra atau harus fokus untuk dapat mendengarkan suara
hempasan anak panak melesat dari busur, saat ini aku berada di gua. Bila suatu
benda menghasilkan suara, gelombang suara tadi akan menggema atau menggaung
atau apalah namanya itu.
Intinya
suaranya mantul sampai ke lolongan gua yang lain juga.
“storage…
pisau pendek ini… gunakan.” Aku membaca teks dari menu melayang yang bersamaan
aku pilih menu dan opsinya untuk memunculkan pedang pendek atau dagger yang
terbuat dari batu.
Awalnya mau
mengambil sikap posisi bertahan, tapi tunggu. Skeleton berjenis mob hostile, ia
tidak akan menyerang kecuali ada seorang atau pemain yang memicu programnya
untuk menarik anak panah dengan busurnya. Artinya,
Ada orang
di sekitar sini.
*vung *vung
Suara
pantulan anak panah yang dilucriut terdengar semakin jelas. Semakin dekat.
Ingat, aku
tidak bisa melawan jarak dekat atau nyawaku dan tugas skripsiku yang jadi
gantinya. Artinya tidak ada cara lain selain melihat bagaimana situasi, kalau
pun seorang yang dikeroyok sama skeleton tadi udah tewas. Maka ya sudah tinggal
nunggu giliran.
Jangan
berpikir kalau aku bakal nge-loot item yang dimiliki oleh pemain yang naas
dikeroyok tadi.
Semakin
dekat, kemudian terlihat.
*vung *bruk
Dua tulang
belulang berdiri tegap dengan busurnya yang tegas mengincar dan tangan kanan
belulangnya yang mengambil anak panah dari punggunya. Padahal di punggungnya
tidak ada semacam wadah panah atau semacamnya, anak panah itu muncul begitu
saja.
Tetap jaga
jarak, melihat situasi adalah hal yang pertama aku bisa lakukan.
“dua
skeleton.”
“satu, itu
satu orang?”
*vung *vung
“ok, fiks
itu cewek.”
Pemain naas
itu tersungkur, anak panah tertancap di beberapa titik belakang tubuh
avatarnya. Ia berusaha untuk bangkit dan berlari kabur. Namun, salah satu panah
tadi mengenai lututnya sehingga membuatnya ia tersungkur kembali.
“oke..
kejadian klise di dunia fantasi akhirnya terjadi padaku!” aku berujar seraya
mengambil dagger dan mulai menyerang.
Salah satu
skeleton menoleh, ia nampaknya melihatku. Namun kemudian berbalik kembali fokus
pada si cewek naas itu, rupanya ia ingin menghabisi nyawa si cewek baru
kemudian aku. Karena mereka adalah makhluk yang terprogram, artinya kedua
skeleton ini punya pemikiran yang sama. Maka,
*syat
“Slice
edge. Satu irisan fatal seharusnya sudah cukup.” Aku berujar setelah
mengayunkan dagger mengarah tepat dua tengkuk kepala mereka.
Irisan tepi
atau Slice edge, skill satu serangan instan memberikan damage/kerusakan fatal
bila mengenai area vital seperti kepala atau leher. Serangan dengan mengayunkan
senjata dagger atau pisau atau pedang pendek lainnya dengan cepat dan tepat
mengenai titik tajam dari alat tersebut.
Kepala
mereka terlepas, begitu pula dibarengi dengan tubuh belulang yang mulai goyah
dan runtuh.
“untung aja
tadi one hit. Kalo ndak, bisa mati aku.” ujarku seraya melihat dagger stone
yang aku genggam.
Ketahanan
alat berkurang 40%
“nampaknya
aku harus membuatnya lagi nanti.”
Tulang
belulang yang tadinya runtuh, kini bergemilang cahaya dan kemudian terpecah
menjadi kepingan partikel poligon. Beberapa poligon yang menjadi cahaya
berkumpul dan merasuk dalam tubuh avatarku.
+8
Bone/Tulang didapatkan!
Apa aku
dapat membuat pedang tulang? Kali aja bisa.
Ia, cewek
yang tadinya nyaris menemui ajalnya seolah bertemu pada pahlawan yang nantinya
bakal jatuh cinta. Kamu tahu, ini seperti cerita atau alur yang klise. Dimana
ada cewek terjebak atau nyaris menemui ajalnya, tetapi ada pahlawan yang gagah
nan berani untuk menyelamatkannya. Ya kamu tahu kelanjutannya kedepannya bukan?
Si cewek
dengan tubuh bagian belakang terdapat beberapa panah yang menancap, ia berusaha
untuk bangkit membalikkan badan.
Pandangannya
terlihat rapuh, sial! ia pasti terkena efek paralis dari panah! Kenapa ia tidak
mencabutnya sebelum panahnya udah banyak woi! Aku berteriak dalam hati dan
cepat-cepat menghampiri.
Start
Crafting > Crafting Table
Crafting
Table > Furnace
Lukanya
tidak kunjung sembuh, ini berarti ia kehabisan stamina sampai tidak bisa
memulihkan nyawanya sendiri. Sistem pemulihan diri di minecraft sangat
bergantung pada stamina dan poin ke-wareg’an. Kalau misalnya nyawa berkurang
sekian persen, sistem akan otomatis memulihkan nyawa tersebut dengan mengambil
sekian persen stamina, kemudian kalau stamina tentunya dapat mengisi/memulihkan
stamina tadi dengan mengambil sekian persen poin kewareg’an.
Jadi alur
recovery-nya sebagai berikut,
Nyawa/HP
>[diambil dari]> Stamina >[diambil dari]> Poin Wareg >[diambil
dari]> Memakan sesuatu
Yap,
seperti itu kurang lebihnya berdasarkan pengamatanku.
Saat ini
nyawaku berada pada poin persentase 97%, lambat laun bertambah. Sebagai
gantinya, staminaku berkurang bersamaan dengan poin kewareg’an. Beberapa luka
bakar karena efek ledakan dari si hijau mulai pulih. Sedangkan bekas colokan
anak panah yang membekas di beberapa titik tubuh avatar si cewek ini tak kunjuk
menutup atau pulih.
Ia
kelaparan plus kehabisan tenaga. Apa ia menggunakan skill terus-menerus sampai
kehabisan stamina?
“muu..” ia
bergumam aneh.
Dua panah
tercabut dari punggung belakang dan belikat kiri, aku harus menggerai rambutnya
dulu untuk melepas panah ini. Misalnya aku melakukan ini di dunia nyata,
mungkin rasanya nggak sopan. Tapi kalo ia dibiarkan begini, ia bisa mati!
*slup *slup
Jadi, total
bekas lubang yang membekas adalah lima. Tapi aku lihat baik-baik, ada beberapa
bekas lubang kecil yang tidak biasanya ada di tubuh manusia. Parah ini, ia
memaksakan dirinya untuk bertarung dan mengabaikan stamina sampai tubuhnya
tidak mampu memulihkan diri.
“maaf, kak.
Kak.. aku yakin kamu masih disitu, tolong buka matamu sebentar..”
Ia terdiam,
mulutnya seolah terkatup berusaha menggigit. Apa rasa sakitnya nyata? Seingatku
aku terkena serangan zombi dan ledakan creeper hanya merasakan kejutan doang.
“kak. Kalau
kamu nggak buka matamu dan berusaha sadar sekarang. Aku nggak bisa masukin ini daging.”
“heh apa?
Apa??” ia terkejut bangun dan memaksa avatarnya untuk berdiri.
Namun
gagal, tubuh avatarnya menolak. Hal tersebut bisa jadi tubuh avatarnya tidak
dapat menerima respon dari otak untuk bergerak karena ada syarat yang tidak
terpenuhi. Yakni poin stamina yang di bawah standar.
“hei,
jangan bergerak. Tolong jangan paksakan avatarmu untuk bergerak—“
“nggak!
Nggak! Jangan!” ia malah meronta-ronta, seolah hendak diperkosa.
“hei hei
hei. Pelankan suaramu atau mob hostile akan datang.”
Ia terdiam
dan mulai menoleh sekitar, “eh.. tadi, tadi…”
“ya, tadi
kamu dikejar sama si skeleton. Beberapa panah yang menempel, aku mencabutnya.
Untuk sekarang, ini makan dulu.” aku menjelaskan, kemudian menyuguhi mangkuk
yang berisi irisan daging ayam masak.
Ia bengong
sekilas. Kemudian ia segera menerima mangkuk kayu tadi,
“mungkin
rasanya hambar karena aku tidak mencampurkan rempah-rempah. Tapi setidaknya
makanlah untuk memulihkan stamina agar luka-luka itu dapat sembuh.”
Ia
mengangguk dan memakan irisan daging ayam telah masak yang aku suguhi tadi.
Crafting
berhasil, Iron Pickaxe didapatkan!
Crafting
berhasil, Iron Dagger didapatkan!
Crafting
berhasil, Stone Shovel didapatkan!
Crafting
berhasil, Stone Dagger(x4) didapatkan!
“harusnya
ini cukup, dagger-dagger ini setidaknya bisa memberikan serangan fatal, t—“
“terimakasih.”
…
“maaf,
apa?”
“aku
bilang, terimakasih. Makasih sudah nyelametin aku.”
“sama-sama, apa kamu menambang seorang diri?”
“awalnya
berkelompok, tapi terpisah karena kena longsoran.”
“longsoran
tanah kerikil?”
“iya.”
“sama.”
“berarti
kamu temen-temen kelompok?”
“bukan, aku
tidak sengaja menemukan gua yang ada banyak bekas jejak kaki. Aku kira di dalam
gua ini pasti ada banyak temen yang sama-sama menambang. Tapi nggak lama
menambang, kena ledakan creeper lalu terjebak lari karena langit-langit
runtuh/longsor”
Ia diam
menyimak, irisan-irisan ayam masak tadi kini sudah habis dilahapnya.
“um…” ia
membuka menu, menekan sesuatu, memunculkan panel window/jendela. Kemudian
dihempas jendela tadi menuju ke hadapanku.
(Swordman)
Yukina.
Yukina?
“namaku, ya
itu tertera disitu. Yukina”
Ia bahkan
sudah memiliki lencana talenta. Swordman, pendekar pedang. Tapi kalau ia
pendekar pedang, ngapain ia nambang?
“kamu milih
jadi swordman. Tapi kenapa kamu malah nambang?” Celotehku setelah membaca bio
singkat miliknya.
Talenta
ibarat bakat potensi dari pemain. Kalau di dalam game rpg, namanya class/job.
“ya.. kali
aja aku mendapat barang tambang yang laku dijual” Ujarnya sembari memalingkan
pandangan.
“tapi tadi
kamu bersama kan? Maksudnya kamu nambang enggak sendiri kan? Apa kamu membuat
party sama temenmu atau gimana? Nggak mungkin pengguna pedang pakai pickaxe
sebagai senjata utamanya. Kalau nggak sesuai, bisa membuat status karaktermu
menurun.”
“ya..
harusnya,”
“harusnya?”
“sek.
Jangan bilang kalau kamu nambang tapi talenta yang kamu pakai adalah swordman.”
“ah um…” ia
memalingkan pandangan.
“tapi, kamu
kan bisa ganti talentamu. Jadi kalau kamu mau nambang, pake talenta yang
mendukung untuk nambang.” Aku menambahi lagi.
Ia diam,
kali ini ia berguman. Dia pasti tidak punya talenta lain selain ini,
“ok, jangan
bilang lagi kalau kamu nggak punya talenta lain selain swordman…”
Ia diam
lagi, namun kali ini ia berani menjawab meskipun hanya dengan anggukan.
“ini..
makan lagi.” Ujarku menodongkan mangkuk berisi irisan daging ayam masak.
Ia cepat
menerimanya. Tanpa banyak berkomentar, ia langsung melahapnya perlahan.
“kalau kau
mencapai tingkat mastery di swordman, artinya kamu sering pake pedang kan?”
“ya, kamu
tahu. Untuk seorang gamer yang dulunya maniak main game rpg, tahu-tahu ada
teknologi vr dan gamenya termasuk jenis rpg. Pasti milih pedang dipake buat
senjata utama…”
“ya ya,
tapi. Kalo kamu fokusin ke sword. Gimana dengan ngumpulin sumber daya seperti
nebang, nambang, berburu, dan lainnya?”
Ia melahap
satu iris besar, kunyah sejenak kemudian ia telan pelan. “ya.. awalnya aku
dapet spawn lokasi di deket villager. Jadi, aku coba berkomunikasi sama para
penduduk desa/villager. Eh tahu-tahu penduduk desa bisa ngasih quest.”
“villager
ngasih quest?”
“yap. Kau
mesti heran kan? Minecraft disini berbeda seperti aslinya yang dimainkan.”
“mungkin
ini perpaduan dan udah dikasih mod. Aku heran juga disini bisa ngeluarin
skill.” Ujarku seraya menarik keluar menu & mulai melihat-lihat kembali
tabel skill turunan.
“tapi yang
terpenting game ini luar biasa. Aku beruntung banget rasanya menjadi beta
tester.”
“memang
seharusnya begitu.”
Tidak ada
waktu berbincang. Aku harus keluar dari gua ini, atau aku akan mati kelaparan
dan tugas skripsiku tidak akan setebal seperti wajarnya skripsi. Kalau kamu
kira aku ingin keluar sendiri, aku juga akan mengajak cewek pendekar pedang ini
untuk keluar dari gua.
“mau
kemana?” Ujarnya mendapatiku mengambil beberapa perlengkapan kedalam
penyimpanan.
“aku mau
keluar gua. Stok makananku mau habis.” Jawabku seraya melingkarkan kapak
tambang di kedua tangan. Bersiap menggali, mencari jalan untuk mencapai
permukaan.
“… aku
ikut.” Ia merespon cepat dan bangkit.
Pengalaman
menambang meningkat!
Pengalaman
menggali meningkat!
Pengalaman
menggali meningkat!
Kali ini
aku farming poin pengalaman menggali. Bukan menggali untuk demi material
tambang, melainkan untuk kabur dan selamat dari reruntuhan. Aku meminta si
cewek pendekar pedang untuk menggenggam pedang miliknya dan bersiaga, aku tidak
mungkin memadukan serangan sambil menambang/menggali.
“bentar,
diam bentar. Aku denger ada suara langkah kaki!” bisiknya tiba-tiba.
Langkah
kaki mana? Aku nggak denger.
“beneran?”
“iyaa,
beneran.”
Aku
mengenal cewek ini belum sampai satu jam kiranya. Tapi, aku ragu kalo ia
berbohong. Kalau ada langkah kaki, harusnya aku dengar karena sekarang kita
berada di lowongan gua yang entah di kedalaman berapa. Gelombang suara harusnya
menggaung terpantung di setiap sudut.
“itu! Itu!
Ada!” Ujarnya seraya menepuk keras punggungku.
Dua zombi.
Tidak, maksudku tiga zombi. Satunya tadi baru muncul di spot gelap.
“kamu tadi
yakin sudah nancepin itu obor di setiap sudut?” Aku berujar seraya membuka
menu.
“iyaa aku
yakin! Aku juga pernah main minecraft tahu!”
“kalau
gitu, mana mungkin ada zombi muncul selagi tempat terang?” bisikku pelan seraya
menggenggam pedang pendek/dagger.
Salah satu
dari mereka melihat kami. Ia terprogram kalau ada pemain di areal radius
jangkauannya, ia pasti akan mendekat. Terlebih ia kini sedang bersama rekan
sama zombinya. Pasti ia akan memberikan informasi ini untuk
menyerang/mengeroyoki kami.
“hei kau.
Talent kamu sudah kamu daftarkan untuk jadi swordman bukan?”
“iya. Tapi
slot kedua belum terbuka.”
“itu nggak
penting. Karena talent kamu adalah pendekar pedang. Maka, pasti serangan kamu
damage-nya gede. Jadi...”
“iya, aku
paham. Tapi swordman nggak punya cukup nyawa untuk nameng serangan 3 zombi.
Apalagi ini baris nyawa masih proses recoveri..”
“kalo gitu,
pake aja skill yang damage-nya satu hit.”
Ia terdiam
sejenak. Kemudian menatap mengarahku yang sedang mengutak-atik menu.
“kamu punya
kan? Tadi aku bunuh skeleton sekali hit loh. Pakai skill irisan tepi/slice
edge.”
Ia
mengangguk kecil. “iya ya.. kalo gitu, beri aku waktu sampai momentum tepat aku
dapat menebas tiga mayat jalan itu sekaligus.”
“now we’re
talking!”
Crafting,
memulai crafting. Aku harus membuat zombi itu berbaris. Tidak ada cara lain,
selain menggunakan fitur crafting. Harusnya aku dapat dengan mudah menepikan
zombi itu dengan menaruh beberapa blok sampai membuatnya terhimpit.
Tapi
minecraft vr ini tidak punya fitur tersebut, aku harus membuatnya manual
terlebih dahulu. Merancangnya lebih kompleks baru dapat merealisasikannya.
“sekarang,
cewek pedang!” aku menyeru setelah berhasil memberi dinding tepi tipis untuk
membuat tiga zombi tersebut terhimpit dan seolah berbaris.
Cewek
pedang yang sudah dari tadi dengan pose-nya. Ia mulai mengambil start lari.
Karena ia menggunakan skill, pedangnya sedikit berkilau bercahaya,
kecepatan larinya bertambah. Skill apa yang ia gunakan?
*srak *syat
Aku tidak
melihat ia berjalan melewati tiga zombi, tahu-tahu ia sudah di belakang. Ia
melangkahinya layaknya super-hero quicksilver yang kalau ia berjalan seolah
waktu terhenti. Di belakangnya terlihat jelas cahaya mengekor pipih bersumber
dari bilah pedang yang digenggamnya menusuk ke depan.
Cahaya
berkilau sekilas tersebut membuat kepala zombi terlepas. Awalnya tidak
terlepas, hanya terlihat luka baret kecil, namun setelah di lewati irisan
cahaya mengkilap tadi luka baret melebar hingga akhirnya mengiris dan terlepas.
“bagaimana?
Sangarkan?” ia berujar menoleh belakang.
Aku
mengangguk sekilas, memberikan applaus. Setelah meringkus dagger kembali ke
dalam inventori.
“swordman
emang sudah seharusnya begitu. Lah terus kalo kamu punya skill hebat itu,
kenapa tadi nyaris mokad karena skeleton?”
Ia datang
menghampiri, “ya… staminaku abis. Jadi, ndak cukup untuk ngeluarin skill.”
Aku
berguman memberi isyarat anggukan. Bukannya aku males untuk menjawab, melainkan
aku harus fokus memecah beberapa bebatuan, menyingkirkan material, menggali
menuju permukaan. Kamu tahu, menggali di sini tidak semuah menggali di
minecraft biasanya.
“di sini
ada skill juga, bakalan seru ini!”
“pastinya.
Ini masih versi beta. Semoga developer nantinya bakal merevisi,”
“merevisi
apaan?”
“merevisi…”
Ujaranku
terhenti sekilas, karena harus mengangkat beberapa batu yang cukup besar. Tidak
mungkin aku memecahnya dengan kapak tambang, atau kapak tambang ini akan pecah
karenanya.
“… fitur
nambang nggali disini!” aku mengucapkannya seraya setengah maksa, memberi
tekanan dalam berucap.
Ia hanya
meringis sekilas seraya memeluk pedangnya.
“aku.. aku
yang jaga sekitar ya. Kali aja ada musuh.” Ujarnya.
“ya ya.
Sebelum itu… ini…”
Aku
memberikannya puluhan stik obor. Karena untuk mempercepat proses menggali &
menambang, aku memintanya untuk memasang beberapa titik untuk penerangan.
“siap!” ia
bersemangat.
Tidak ada komentar: