MINECRAFTER VOL. 2 - Bab 6: Remang Cahaya Obor
Bab 6: Remang Cahaya Obor
Waktu
berjalan sudah setengah hari. Sekitar 12 jam, sekitar lima ratus orang lebih
menggantungkan kesadarannya dalam mesin realita masa depan. Mereka dibagi
perkelompok untuk memudahkan merawat mereka. Terbagi satu kamar diisi empat
penguji.
“tester 21
gagal masuk.”
“tester 104
gagal dalam pengujian sensor motorik.”
“tester 206
gagal dalam pengujian cache.”
Tidak semua
penguji lolos masuk. Beberapa dari mereka gagal, karena alat simulator gagal
menerima atau mendeteksi jenis gelombang sinyal otak yang mereka miliki
masing-masing. Karena gelombang sinyal otak adalah sesuatu yang unik,
dikabarkan bahwa bila kita melakukan sesuatu atau hendak melakukan sesuatu,
misal: mengambil minuman gelas. Maka otak memancarkan sinyal gelombang untuk
dapat diterima oleh anggota tubuh yang bersangkutan.
Karena
frekuensinya tidak seberapa alias remang-remang, maka gagal masuk atau login
harusnya adalah hal yang biasa.
“total
semua penguji berjumlah 1000. Yang berhasil masuk login, tersisa kurang lebih
700. Nona.”
“syukurlah.
Tetapi bagaimana dengan nomor 273? Apa ia berhasil masuk?”
Ia mengecek
dalam papan persegi panjang tipis sejenak, kemudian berujar “273 masuk.
Kondisinya normal”
“kalo boleh
tahu, lagi ngapain dia?”
“dia..
sebentar nona..”
Mungkin karena ia sulit menjelaskannya.
Dibaliklah papan persegi panjang tadi, tablet berukuran 13 inch dilihat oleh
perempuan yang dipanggilnya nona. Terekam seorang laki-laki, ia menyalakan api
unggun dan menari. Namun menarinya bukan karena suatu hiburan. Melainkan untuk
bertahan hidup.
Pengalaman
bertarung bertambah!
Pengalaman
bertarung bertambah!
Crafting
berhasil! Stone Dagger didapatkan!
Malam itu,
aku tidak tidur. Anehnya aku tidak merasakan kantuk apapun. Aku terjaga sampai
fajar keluar dari persembunyiannya, menyingsing mentari matahari kembali
bersinar lagi.
Rotten
Flesh (24x)
Uh, jadi
perkiraan zombi yang aku bunuh berkisar segitu. Aku bahkan menghabiskan bekal
yang aku miliki karena semalam aku terus menerus mengayunkan pedang pendek ini
pada satu per satu zombi yang berdatangan.
Aku ingat
tadi, pedang pendek ini sempat hancur. Untungnya aku punya waktu cukup untuk
melakukan crafting. Tetapi, kalau misalnya aku dua dagger bersamaan,
mungkin akan memberi—
Kemampuan
yang dimiliki tidak mencukupi untuk penggunaan mode dual. Kamu tetap dapat
menggunakan dua pedang/dagger, tetapi stamina akan terkuras lebih banyak dengan
poin kerusakan/damage yang diberikan tidak seberapa.
Eh anjir
ada syaratnya juga. Ini minecraft apa game role-play yang diselipin unsur magis
seperti di game-game mmo lainnya?
Tapi mau
dilanggar pun, setelah aku melakukan crafting dan mencoba memegang dua
dagger dengan kedua tangan. Rasanya berat, meskipun beratnya tidak seberapa
tetapi sensasinya seolah memberatkan. Ya mungkin semua ini sudah terprogram
rapi dan pengguna/user harus nurut, kalo enggak pastinya sudah ada
konsekuensinya.
Matahari
sudah mulai meninggi. Aku kembali mengeksplorasi. Kembali mengumpulkan
bahan-bahan untuk bertahan hidup dan mempersiapkan untuk perang bertahan hidup
malam nanti. Sukur-sukur semoga bertemu domba agar setidaknya aku dapat wool
untuk nantinya aku gunakan crafting Ranjang/Bed.
Tapi
bagaimana dengan yang lainnya? Maksudku sampai sekarang aku belum menemukan
satu orang pun penguji beta/beta tester. Satu orang pun bahkan aku belum
menemukannya.
Stamina
tidak mencukupi!
“ah sial!”
Ia terlalu
banyak menggunakan skill. Sehingga stamina terkuras lebih cepat dari biasanya.
*klang
*klang *klang
Suara
tulang belulang bergerak menggema. Ia memilih untuk lari dengan kondisi stamina
tersisa.
Ia tidak
dapat berlari atau melakukan sprint, atau nyawa yang akan jadi ganti. Meskipun
dengan berlari biasa ia dapat kabur perlahan, tetapi bagaimana pun bila ia
salah jalan hal tersebut membuatnya tersesat dan perlahan akan menemui ajalnya.
“harusnya
aku tidak ikut menambang--! Talentaku bahkan tidak mendukung tempat seperti
ini!” keluhnya seraya berlaru tergopoh-gopoh.
“kalo itu
bukan skeleton, sudah aku sikat. Tapi—“
*vung *cap
“ah-!”
Busur panah
dilepas pegas. Meluncurkan proyektil batang lurus anak panah menusuk belikat
kirinya. Sehingga,
belikat
kiri kamu tertembak panah, efek paralis akan didapatkan bila menggunakan alat
dengan tangan kiri.
“siapa
peduli. Lagi pula aku masih talenta level satu.” Ia mengabaikan dan berusaha
kabur.
Berawal
penasaran akan dunia gua. Ia ikut rombongan untuk menambang bersama para beta
tester lainnya. Terpisah karena kurang pengetahuannya tentang pertambangan. Ia
menancapkan stik obor pada dinding berjenis kerikil yang menyebabkan longor,
naasnya langit-langit gua kala itu juga berjenis kerikil.
Al hasil ia
terpisah dari rombongan.
Tidak ada
titik koordinat. Tidak ada cara lain untuk menemukan arah mata angin kecuali
dengan melihat titik matahari terbit & tenggelam. Untuk saat ini aku
mengeksplorasi area sekitar dengan memberikan tanda tertentu sebagai penanda
untuk jalan pulang ke rumah.
Awal tujuan
adalah untuk berburu, mencari bahan makanan atau pun sumber daya alam seperti
kayu atau bebatuan, sukur-sukur dapet gua yang tidak begitu dangkal tetapi kaya
akan bijih besi.
“nampaknya
aku berjalan terlalu jauh. Biomanya sepertinya sudah beda ini.” Batinku menoleh
kanan-kiri melihat sekitar.
Pepohonan
kayu oak sudah tidak seramai tadi, bahkan avatarku atau diriku tersinar oleh
sinar matahari tanpa halangan dedaunan atau pepohonan. Artinya bisa dikatakan
ini sudah berganti bioma.
Bukit
gundul tetapi tanah dipenuhi dengan selimut rerumputan. Pepohonan mulai jarang,
ada beberapa tetapi tidak tumbuh bergerombol. Danau mulai terlihat. Artinya
saat ini aku mungkin berada di bioma dataran rendah.
Harusnya
aku bisa menemukan domba yang berkeliaran di sekitar bukit ini.
“eh anjir.
Engga ada orang sama sekali.” Keluhku menyapu pandangan.
Jarak
pandang terbatas bila mendapati objek yang menghalang, seperti pepohonan atau
bukit yang membumbung tinggi. Aku melihat pepohonan yang tumbuh di beberapa
titik seperti tumbuh berdiri di dekat pinggiran danau.
Semenjak
login, aku tidak meminum satu gelas atau teguk-pun. Memakan daging ayam kemarin
pun aku lahap tanpa bantuan teguk air untuk melancarkan makanan. Mungkin sistem
pencernaan disini tidak berlaku, kalau aku tidak minum apapun selama sehari
bisa jadi aku pingsan karena dehidrasi.
*glek *glek
Crafting
berhasil! Bowl didapatkan!
Sepertinya
tiga puluh menit sudah aku duduk sila disini hanya untuk meminum air dengan
mangkuk yang terbuat dari kayu oak, kembali ke tujuan utama yakni berburu..
Kalau aku tidak berburu, malam nanti aku makan apa?
Eh? Bekas
jejak kaki?
Aku
menyadari kalau di sini semua grafik sudah berbasis high definition atau full
hd atau mungkin bisa dikatakan melebihi kualitas HD. Minecraft yang aku kenal,
game berbasis sandbox dan kebebasan role-play game yang berarti aku bebas mau
ngapain aja disini dengan aturan wajar game seperti biasanya.
Tapi,
disini terlihat berbeda. Tanah bebatuan yang menjadi benteng pinggiran area
danau ini terlihat terinjak, dan membekas.
“artinya
ada satu atau dua orang yang pernah ke sini.” Ujarku seraya mengikuti jejak
kaki ini yang merantai membentuk semacam petunjuk jalan.
Sebuah gua?
Jejak kaki yang aku ikuti tadi menuntunku untuk menuju sebuah gua. Tadinya aku
berpikir kalau di bioma datar seperti ini cukup sulit untuk menemukan sebuah
gua untuk menambang.
Ia
nampaknya tidak sendiri, tandanya ada beberapa jejak kaki yang entah bersumber
dari mana, mengumpulnya juga ke gua ini. Artinya ada beberapa pemain yang
menambang di gua ini.
Ada
beberapa obor yang tertancap. Cahaya remang-remang ini berkumpul satu padu
dengan sumber cahaya obor lainnya pula, sehingga terowongan gua ini mendapatkan
cahaya yang cukup.
“stone,
stone, stone. Eh anjir nggak ada bijih besi.” Aku berujar dalam hati sembari
menyusuri jalan dengan berbekal cahaya dari stik obor yang ditancapkan di
beberapa titik tertentu.
Semakin
dalam, tapi untungnya dengan kedalaman seberapa pun. Pemain dalam minecraft
seharusnya tidak mengalami kehabisan napas, kecuali bila terhimpit sehingga
tidak ada ruang maka nyawa akan terkikis.
“batu, batu
lagi. Tapi ini ada coal.”
Semakin
dalam biasanya kualitas barang tambang yang didapat setidaknya meningkat.
Tetapi terkadang aku pernah mendapatkan bijih berlian dalam sekali explore di
salah satu gua waktu itu. Gua yang dalam sampai mendapati lelehan lava yang
memancar keluar.
Coal/arang
ini akan jadi pengganti bahan bakar utama setelah sebelumnya aku menggunakan
char coal atau arang yang terbuat dari proses pembakaran dari kayu hasil aku
menebang pohon. Kamu tahu, itu boros banget meskipun sama seperti arang
biasanya tapi untuk mendapatkannya aku harus menebang pohon dan di sini stamina
menjadi poin yang penting.
“Hari
pertama belum ketemu sama creeper, awal yang bagus” gumanku sembari mengayunkan
kapak beliung/pickaxe menghancurkan bebatuan dan memisahkan arang hitam.
Creeper,
semua yang pernah main game sandbox ini siapa sih yang nggak tahu sama Creeper?
Mob hostile yang model serangannya sama kayak lebah/tawon. Dimana ketika ia
menggunakan kekuatan atau serangannya maka bayarannya adalah nyawanya sendiri.
Tetapi lebah dengan creeper berbeda.
Bedanya
adalah kalau lebah menyerang bila merasa terganggu atau diganggu. Kalau
Creeper, maudiganggu atau tidak, ia terprogram mengincar pemain untuk ia dekati
dan kemudian ia sulutkan pematik akan dirinya lalu
*ssssssssssssssttttt!
“anjer!
Creeper dari mana woi—“
Sontak
karena panik, kapak beliung ini jadi senjata utama untuk menaboknya.
*bukk
*DHUAR!
Aku
berhasil membuat creeper tadi terlempar mundur dengan poin knockback
yang diberikan tidak seberapa. Hal ini membuatku tidak mendapatkan damage fatal
oleh ledakan bunuh diri tadi si Creeper.
HP: 87%
Bagus, 13%
terbuang karena ledakan tadi. Tapi dari mana ia muncul?
Itulah
Creeper, makhluk berwarna hijau berkaki empat. Datang tak diundang, meledak gak
bilang-bilang. Bahkan wujud creeper di sini masih sama seperti Minecraft
aslinya. Ibarat seperti kotak persegi panjang yang tinggi dan mempunyai empat
kaki yang berwujud kotak pula.
Terlepas
dari insiden ledakan tadi, aku kehilangan arang yang tersisa. Arang yang belum
aku cutik/ambil, mereka hangus karena ledakan tadi. Untungnya ledakan dekat
tadi hanya menerima damage 13 persen, meskipun jaraknya dekat sekali kalau
sempat menghalau dan memberinya jarak atau tempat berlindung semacam benteng
kecil hal tersebut dapat meredam damage yang diberikan.
Aku yang
tadi jatuh tersungkur pun bangun, melihat sekitar barang kali ada mob hostile
yang mendekat. Karena biasanya di momen-momen seperti ini mob-mob hostile akan
datang entah dari mana asalnya.
“bodo ah,
87 persen masih cukup buat explore.”
Aku
berjalan menyusuri gua. Meskipun sebenarnya gua ini sudah dieksplor (terlihat
dari stik obor yang sudah tertancap) tetapi sumber daya disini nampaknya masih
banyak. Nyatanya aku dapat beberapa bijih besi yang nantinya aku dapat membuat
kapak tambang yang terbuat dari besi atau semacam pedang.
+1 Iron
Ore didapatkan!
+1 Iron
Ore didapatkan!
+1 Iron
Ore didapatkan!
Tidak ada
cara lain selain mendapatkannya satu-satu, kemudian melelehkannya untuk
mendapatkan batang besi dengan furnace. Bahkan di sini untuk mendapatkan
bijih besi tidak semudah seperti di minecraft yang objeknya sudah terlihat
tinggal diambil bloknya lalu masuk ke inventori.
Pemain
diharuskan untuk memisahkan beberapa material yang menempel di bijih besi
tersebut, sebenarnya aku bisa-bisa saja sekedar mengambil bijih besi yang
terlihat menempel di sela-sela bebatuan tetapi game ini membuat bijih tersebut
terlihat ada bebatuan yang menempel. Sehingga aku memutuskan untuk berusaha
memisahkan atau mengelupas beberapa material yang menempel seperti bebatuan
atau tanah.
Pengalaman
menggali meningkat!
Pengalaman
menambang meningkat!
Pastinya
ketika menambang seperti ini, notifikasi itu terus muncul. Terlebih aku rasa
gua ini cukup kaya, mungkin setelah puas menambang dan kembali ke permukaan aku
dapat membuat armor besi.
Entah sih,
mungkin kalau pengalaman craftingku mencukupi.
“jalan ke
arah sini gelap banget. Artinya belum ada penambang yang masuk sini.” Gumanku
sembari mengeluarkan stik obor, mematiknya kemudian menancapkannya di salah
satu dinding gua ini.
“eh.. ini
gravel wo—“ gumanku berteriak dalam hati setelah menyadari kalau yang aku
tancap di salah satu dinding ini adalah pilar gua yang tersusun oleh kerikil
yang memadat.
Meskipun
memadat, tetapi yang namanya gravel ya gravel, pasti akan runtuh. Kalau di
minecraft saja gravel bisa bikin tanah ambles yang diinjek sama-sama gravelnya,
disini yang lebih realistis pasti lebih parah,
Bener,
lebih parah. Langit-langitnya mulai runtuh memaksaku untuk lari. Tapi lari
kemana?
Karena
panik, aku mengambil stik obor dan lanjut berlari maju. Berbekal cahaya
remang-remang dari obor aku menyusuri dunia bawah tanah gua yang gelap dengan
cahaya seadanya. Kalau aku diam atau kembali, langit-langitnya udah runtuh
alias tidak ada jalan keluar selain merangsek maju menyusuri jalan di depan
mata.
“aku nggak
boleh mati disini. Tugasku bagaimana woi!” keluhku seraya beradu balap dengan
langit-langit yang runtuh berurutan.
Tidak ada komentar: