MINECRAFTER VOL. 8 - BAB 27: GROUP
Bab 27: Group
*splash!
*splatt!
Pesisir
pantai, malam hari. Hari ke-??
“Rei!”
“Okke!”
Dihadapi
situasi yang kritis. Mereka berpacu melawan sistem, untuk tidak mati. Melawan
takdir.
Seperti
biasanya, malam hari ibarat neraka. Apalagi setelah GM mengumumkan tentang
satu-satunya cara untuk keluar beserta konsekuensinya yang diujarkan mendadak
tiba-tiba.
*trang!
*klang!
Party Ian
tidak sendiri. Di tengah pertarungan, mereka menemukan sekelompok orang yang
memiliki pemikiran yang sama.
Bertahan
hidup selagi bisa.
Berawal
dari tidak saling kenal, namun keadaan menuntut mereka agar bisa kompak
bertahan hidup dan menang.
“Yak! Yak!
Arah timur!”
Ketua
party, Ian terpanggil. Sontak ia menarik busur dan melepas beberapa proyektil
panah ke mob hostile yang dimaksud.
“aku sudah
bilang berkali-kali namaku Ian loh. Iyan. Bukan Iyak!” Celetuknya mengoreksi.
“nanti,
kita semua bahkan belum berkenalan semua. Ingatan kabur!”
…
*klang
*klang!
Yuki
berhasil menghempas senjata lawan. Imbalannya ia harus terjatuh karena terlalu
banyak menaruh tenaga untuk melepas pedang kayu yang dibawa mob zombi.
“Rei!
Seperti biasanya—“
“maaf, aku
nggak bisa! Lagi ngurus sisi sini!”
“aku! aku
saja!”
*syat
*splat!
Laki-laki.
Maju, ia pede. Rambutnya terurai dan memiliki poni. Dengan kapak besar yang ia
sunggi, menyayat tiga sekaligus zombi yang berbaris maju. Gerakannya ibarat ia
menari 360 derajat.
“kapak? Ia
sama seperti Rei. Satu aliran, barbarian.” Guman Yuki.
“sementara,
aku menggantikanmu dulu. Ia harus mengurus beberapa zombi yang memiliki armor.”
Ujarnya tanpa melirik. Pandangannya fokus kepada beberapa mob hostile yang
tersebar banyak.
Ia, Yukina
mengangguk sigap. “tolong, ikuti ritmeku.”
***
Seharusnya
mereka bisa melakukan skip malam dengan segera membangun bed/ranjang dan segera
tidur lelap. Namun situasinya mendesak, banyak zombi dan skeleton yang terapung
di tengah laut. Pandangan mereka langsung fokus begitu mendapati gerombolan
orang melintas pantai.
“aku nggak
tahu kalian musuh atau tidak, tapi—“
“stop stop.
Hey tenanglah. Kita sendiri juga terjebak di sini. Karena terjebak ya sudah,
kita nikmatin saja!”
Rei dan Ian
tidak percaya, ia menarik senjata masing-masing. Yuki maju perlahan, “nggak.
Dia tidak berbohong.”
“apa?”
“maksudnya?”
“hebat, apa
ia sudah menguasai teknik pembacaan jiwa?!” Guman yang lain.
Yuki maju,
mendekati. Gerombolan asing tersebut seketika menyingkir dan melingkarinya. Si
Yuki terdiam. Ia tidak mengambil posisi siaga bila ada penyerangan tiba-tiba.
Pandangannya tenang tapi tidak melirik.
“ia sama
seperti kita. Tidak ingin mengakhiri game ini dengan cara sadis pilu. Just
enjoy the game.”
Seketika
kondisi yang tadinya tegang, langsung cair.
…
“jadi, apa
yang membuat kalian rela masih berlama-lama di sini?” Ian memulai percakapan
setelah beberapa saat mereka bertemu, nyaris saling serang.
“maksudku,
kita semua tahukan. Semenjak GM mengumumkan tidak ada cara keluar selain…”
Ian menjeda
monolognya, melirik kawan partynya. Reina dan Yukina.
Yuki, si
petarung merespon gestur mengiris leher. Cukup singkat, jelas, dan padat.
“… ya itu,
mati.” Ian menyelesaikan monolognya.
Salah satu dari mereka maju, laki-laki dengan
kapak besar menggantung di belakang pundaknya.
“ya,
sebenarnya nggak cuma itu yang kita pikirkan. Karena nggak mungkin juga sih mau
lama-lama di sini. Karena badan tubuh tetap saja kondisi tidur, nggak mungkin
tidur selamanya dan nggak mungkin selamanya login…”
“… mau
nggak mau harus milih antara langsung mati dan bangun dengan kondisi seperti
bangun tidur begitu saja atau memilih menikmati apa yang terjadi dan setidaknya
bisa membuat suatu yang mengena banget. Maksudku nggak mati sia-sia gitu.”
Ujarnya panjang lebar.
Yuki
teringat, “pemikirannya sama seperti Irma. Nggak mungkin juga mau nusukin pisau
ke awak sendiri.”
“kalian,
kenapa masih di sini juga?” Tanya balik oleh laki-laki tadi.
“dengar-dengar
semenjak Gm bilang kalau caranya keluar itu mati. Muncul para pemain yang jadi
pembunuh yak?” Toreh ia lagi.
“apa kamu
mikir? Berani menancapkan pisau ke awak diri mu sendiri??” Celoteh Ian.
Laki-laki
yang berbicara tahu, terkekeh sekilas dan menggaruh kepala “orang normal
sekalipun nggak bakal mau. Sensasinya di sini terlalu nyata.”
“jadi
kalian pasti sudah tahu jawabannya kan?” Yuki menyahuti.
Mereka
saling pandang.
“yes,
sama-sama mati ya setidaknya dinikmatin dulu ini.”
***
“Iruma,
ini Ian. Kami menemukan survivor lain. Mereka sepemikiran!”
“Beneran?
Ada? Berapa orang??”
“ada
sekitar, 7. 7 orang!”
“syukurlah
ada survivor lain. Dari tadi aku tidak menemukan para survivor lain. Malahan
nyaris tersesat. Oke oke, aku akan ke sana. Arah mana, dan deskripsikan biome
mu berada!”
“siap.”
…
“oi Terra.
Apa yang kau lakukan di sini?”
Tidak ada komentar: