MINECRAFTER VOL. 8 - BAB 26: HATI KE HATI

 

Bab 26: Hati ke Hati

 

Tempat fasilitas, pengujian teknologi yang tidak dikenali. Telepati.

Uji coba menggunakan telepati, salah satu fitur dari alat misterius yang dapat membawa jiwa/pikiran manusia ke tempat entah berantah yang telah terprogram. Mereka menyebutnya dive. Menyelam ke dunia lain yang telah terprogram, siap dan dapat dikontrol oleh pengguna yang memiliki authority tinggi.

Hasilnya gagal. Entah, mereka menyatakan gagal. Meski pada mesin tersebut tidak menerangkan akan kegagalan tersebut. Mereka hanya tidak sabaran.

“harusnya sekitar 200 orang itu mudah ditemukan. Tapi kenapa yang muncul sebanyak ini?” Ujar si Bos, mereka memanggilnya begitu.

“yang aku pahami, tampilan ini merupakan seluruh enity yang ada di sana.”

“enity? Makhluk. Sebentar, maksudnya?”

Yang disebut kembali melirik layar komputer dan mencoba melihatnya lebih jelas dan teliti lagi.

“apa maksudnya di sana itu semuanya hidup?”

“menurutku nggak hidup bos. Daftar yang ada di sini merupakan campuran data program juga. Seperti npc atau beberapa variabel lainnya.”

Si Bos tidak berkomentar, menyimak melihat rentetan nama yang terpapang panjang banyak di layar.

“bos pernah main game online kan?”

Ia mengangguk cepat, “yo iya lah pernah.”

“di samping ada pemain, pasti ada juga npc.”

“non-player character yo?”

“tepat sekali. Jadi pada dasarnya, daftar di sini mencantumkan semua karakter yang tertera. Mulai dari para penguji beta, sampai para npc. Tapi…”

“tapi, kenapa?” Si Bos menyolot.

“tapi… jujur bos, aku nggak bisa membedakan antara pemain atau nggak. Perbedaannya di sini nggak kelihatan karena kita nggak punya akses untuk melihat tersebut. Jadi mau nggak mau data yang bisa kita lihat adalah semua enity yang ada.” Ujar anak buahnya sambil melihat-lihat daftar yang terpapang panjang rapi.

Si Bos berguman sekilas, ia teringat pada masa ia bermain game online “sebentar, biasanya itu kalau npc mempunyai nama variabel atau codename yang berbeda. Seperti sekumpulan angka seri atau semacamnya kan?”

Ia menyela, “nah itu yang jadi masalahnya. Kita nggak bisa membedakan mana npc mana player.”

Si Bos tidak percaya, ia menghampiri anak buahnya yang menangani hal tersebut.

“apa maksudmu? perbedaannya bukann—“

“…semua enity di sini. Itu punya nama sendiri-sendiri.”

 

Aaini, Adbel, Artes, Autrivi, Clarissa, Drevten, Junko, Prodigy, Retri, Stevi, Trivia, Wishina, Iruma, Highoi, Teraria, Bladdie, Ian, Refus, Deddie, Wendu, Pendulum, Pandu, Genmbul, Grusufe, Frizi, Freyania, Fukiri, Lenka, Kakini, Kakekw, Fardan, Promted, Komandar, Kopdar, Trulinea, Yukina, Liniar, Diagniel, Frosto, Vostok, Bebhaz, Termus, Debal, Bebaluna, Devinki, Ampustu, Huruhara, Tresna…

Beberapa puluh nama yang disebut. Namun tidak menyertakan identitas pasti, mana npc mana beta tester.

“cih nggak mungkin kita nyoba telepati ke semua enity. Berapa totalnya?”

“…berkisar sepuluh ribu.”

“ia sudah gila, sampai-sampai memberi nama ke npc. Padahal hakikatnya mereka hanya menjalankan tugas yang diberi. Nggak minta lebih.”

Anak buahnya menyela, “maaf bos menyela. Sepertinya aku menemukan akar masalahnya kenapa kita nggak bisa masuk ke enity yang kita pilih-pilih tadi.”

“proses telepati memerlukan waktu yang segera dan serta-merta. Kalau kelewat momen, hasilnya miss komunikasi dan terputus. Cepat jelaskan!”

“jadi gini. Aku menemukan celah, tapi sebenarnya ini tidak begitu berguna untuk membantu proses rencana misi awal kita. Tapi,”

Urutkan berdasarkan → Mental status

*klik

Otomatis sistem langsung menyortir, menata rapi sekitar sepuluh ribu pengguna/enity yang terdata. Mengatur posisi paling atas adalah kondisi mental yang terbaik atau mungkin sebaliknya.

“terus kalau aku tahu kondisi mental lalu kenapa? Bisa tahu apa user yang sedang patah hati?”

“justru itu. Sekarang gini bos.. pernah mendengar orang yang terhipnotis?”

Si Bos tidak berkomentar, hanya melirik sinis. Terlihat meremehkan.

“orang tidak akan terbawa hipnotis bila pikirannya sedang fokus atau terisi. Kecuali bila pikirannya nge-blank, ini akan memudahkan dirinya dapat terbawa arus. Maka dari itu…”

“… di sini kita dapat melihat kondisi mental, ini sudah cukup untuk kita clue ini.”

Si Bos terkekeh, “kau ini. Imajinasimu terlalu jauh. Logikaku bahkan tidak masuk. Kalau gagal bisa aku pastikan kamu bakal menderita!” Ia mengucapkannya dengan setengah membentak.

Ia dengan mudah tertawa kecil, “aku nggak menjamin ini berhasil atau tidak. Tapi nggak ada salahnya nyoba apalagi dalam kondisi saat ini.”

 

***

Ruang Kelas.

“aku menyukainya.”

Karena waktu luang, ia memilih menghabiskan jam kosongnya untuk menemui. Meskipun sekedar mengobrol santai, baginya itu sudah kesenangan dan hiburan tersendiri.

“untuk yang C+, punyamu nggak bisa karena reddist-nya belum terinstal atau korup. Sek, coba aku cek.”

Berkedok alasan simpel, seharusnya ia bisa membenahinya sendiri. Namun ia malas. Nggak, bukan malas. Mungkin sedikit lebih dekat dengan modus. Ia memilih membawa kotak persegi panjang dengan engsel, laptopnya dan mempersilakan agar tuts-tuts keyboardnya disentuh meski sekedar membenahi hal yang sepele.

“Iruma. Apa kamu pernah suka sama orang?”

Ia menoleh sekilas lalu kembali fokus ke layar laptop, “hm? Pernah.”

Kaget, pasti. Ia seolah ada suatu yang tertusuk, namun Iruma tidak memahami hal tersebut. Ia terlalu fokus dan nyaris tidak merasakan. Sangat disayangkan belum ada teknologi yang dapat memahami isi hati dan bisa berkomunikasi dari hati ke hati.

“…”

Karena hening, Iruma menoleh. Ia merasakan ada suatu yang canggung “… ada apa memangnya?”

Ia menggeleng, “nggak enggak…”

“… lalu, pernah suka. Berarti sekarang masih?”

“nggak, nggak tahu maksudnya. Sudah lama aku nggak ketemu, terakhir itu waktu ia bilang bakal membuat mesin yang kayak VR tapi bisa merasakan lima indra.”

Ia memiringkan kepala sedikit, sambil menaikkan alis. Karena kurang pengetahuan mendalam tentang teknologi masa kini. “maksudnya?”

“VR. Virtual Reality. Sekarang sudah ada, tapi hanya sebatas audio-visual. Masih pakai kontrol dari remote atau controller yang biasanya digenggam. Sedangkan VR yang pake lima indra, itu ibaratnya.. gimana yo..”

“…gimana?”

“itu. Seperti, gini. Seperti misalnya kamu masuk ke dalam game. Ya seperti itu.”

Ia beranjak kaget, “masa? Masa mesin gitu sudah ada?”

Iruma menaikkan bahu, “ya entah. Kalau sekarang VR saja sudah ada, tinggal nunggu VR yang bisa menggunakan lima indra. Entah kapan itu.”

“aku sendiri juga nggak paham kalau itu bakal ada.”

Ia mendengar Iruma berguman kecil, seolah ia tidak yakin apa yang diucapkan.

“tapi pakai lima indra, berarti gimana ya?”

“artinya kita bisa masuk ke dalam game. Ya katakanlah program. Misal, kamu pernah main cacing?”

“cacing? Yang game di hape itu?”

Iruma mengiyakan seketika.

“ibaratnya kamu masuk, login sebagai cacing. Yep, kamu mengontrol pergerakan cacingnya nggak lewat touchscreen di hape. Melainkan, seolah-olah kamu memang cacing itu sendiri.”

“Apa yang kamu lakukan di sini?”

“Untuk apa kamu ikut di sini?”

“Iruma.”

“siapa?”

“Iruma.”

“siapa Iruma?”

“ia… aku menyukainya.”

“maksudnya menyukainya? Apa Iruma itu orang yang kamu sukai?”

“ya, aku menyukainya—“

“lalu, kamu masuk ke sini karena dia?”

“ya. Aku datang ke sini, susah-susah payah ke sini. Karena—“

“karena Iruma ya.”

“ya. Tapi—“

“bagaimana sekarang, kamu berada di sampingnya sekarang?”

“ia, ia sekarang berada di sampingku.”

“kalo gitu, kenapa tidak kamu lahap?”

“maksudnya?”

“di sini nggak ada aturan. Lagi pula kalau kamu keluar, ingatan yang ada di sini itu dihapus. Benarkan?”

“umm. Ya, itu. Itu benar.”

“kalau begitu, kenapa tidak?”

“iya ya. Aku sudah bersusah payah, bunuh banyak npc sampai mereka menyebutku. Kuda Trojan. Menyamar untuk memperbaiki nama baik. Aku rasa itu tidak perlu ya kan?”

“hm.. ya ya. Karena mau berbuat apa, keluar dari sini. Reset, ingatan direset.”

“itu benar. Ia juga pasti melupakan apa yang diingatnya. Bangun seperti orang habis terlelap tidur. Dan aku bisa kembali melanjutkan…”

“tunggu apa maksudnya? Apa Iruma yang kamu maksud itu berselingkuh?”

“aku nggak menilai itu berselingkuh, tapi aku kecewa. Karena setelah bersusah payah mencari, tapi sepertinya ia sudah menemukan pasangan—“

“kurang ajar! Laki-laki tidak tahu malu. Tidak menyadari kalau ia sudah mempunyai.”

“tapi—“

“ia kasarannya mempermainkan perasaan. Bukannya itu tidak bisa diterima?”

“kamu sudah bersusah payah mencari. Hasilnya nihil. Bukannya itu membuatmu kesal?”

“…”

“tidak ada aturan yang mengekang. Dan lagi, nggak mungkin selamanya berada di sini. Semua pasti ada akhir, berada di sini lebih lama hanya akan menambahkan luka.”

“luka.”

“kamu sudah terluka setelah mengorbankan diri ikut menyelam. Menyusuri tempat yang luas sampai akhirnya menemukan yang kamu cari. Tapi hasilnya?”

“ia ternyata sudah nemu yang ia—“

“selama ia berada di sini. Memori akan hilang walaupun membangun kenangan sebanyak mungkin.”

“…”

“maka dari itu.”

“maka dari itu.”

“kamu harus menikmatinya selagi ada!

“aku harus menikmati ini selagi bisa!”

 

***

Ditengah rawa-rawa. Hari ke-??. Pasca GM memberi kabar, satu-satunya log out adalah mati dan terbangun kembali seperti bangun terlelap dari tidur.

“Iruma.”

Ia tidak bisa tidur. Berapa kali pun ia mencoba, tapi suara bisikan entah berantah terngiang terus. Merasuk hati, seolah ia berusaha mengabaikan tiada guna.

“Iruma.”

Lubuk hatinya dalam seperti terluka. Bukan karena suatu kata yang menusuk secara langsung. Ia merasa usaha yang ia lewati tidak hasil dan berguna. Apa yang ia cari ternyata salah, ibarat mendapatkan roll yang buruk.

“Kak Irma.”

Ia terus menyebut namanya. Sambil berjalan sambil terhuyung perlahan. Kedua mata yang sayu, bersamaan dengan rambut terurai nyaris berantakan. Pandangannya mengandung kekecewaan. Tidak berucap, berbagi. Hanya ia sendiri yang tahu. Mungkin.

[100%] Lenka, Sharpshooter Lv. 84

<Mengganti talenta memberikan efek—

Mengabaikan peringatan dari sistem, menekan tombol setuju. Proses penggantian dimulai.

Ia terlihat tenang, sangat tenang. Seolah menikmati ilmunya dicabut dan dipasang ilmu lain yang berbeda bidangnya. Umumnya pemain akan merasakan shock, sehingga ia tidak dapat bergerak selama beberapa waktu.

Lenka, Karambit Lv. 84

Ia membuka mata dan merasakan perbedaan signifikan. Indra penglihatannya menurun, namun reflek kecekatannya meningkat drastis. Ini berkat talenta yang ia gunakan, “karambit” adalah fase ketiga dari bakat murni pengguna sabit/sickle.

*klak *vung *crek

 

*STABB!!

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.