MINECRAFTER VOL. 10 - BAB 37: PARTIKEL PINTU

 

Bab 37: Partikel Pintu

 

—Tidak ada yang lebih menyedihkan rasanya melihat mereka berjuang.

Kondisi mereka berdua benar-benar payah. Satunya gagal menepis dan hasilnya benar-benar fatal. Kalaupun ia berhasil menepis, ia mungkin harus membuka menu dan memulai proses crafting karena durabilitas senjata yang ia gunakan sudah sampai masa kehancuran.

“…!”

Iruma bangkit, ia tersadar setelah beberapa saat rasanya pingsan sekilas.

—Untungnya sistem tidak menganggap reaksi blank dalam respon akan alat VR. Bila terjadi, Iruma mungkin akan dideportasi dan kembali pulang atas pertimbangan respon kesadaran yang hilang sampai beberapa saat.

Keinginannya untuk bangkit berdiri, tidak berguna. Tubuh avatarnya benar-benar menolak. Ia paksakan, imbalannya angka dengan label ‘HP’ berkurang signifikan perlahan.

Bagian vital terluka, diperlukan pertolongan secepatnya. Paralis HP terus berlangsung…

Ia awalnya mengabaikan peringatan dari sistem, dinaratifkan langsung. Tapi mendapati pandangannya yang semakin memucat dan mulai bernoda kemerah-merahan.. artinya ia mendekati kematian. Bukan, maksudnya kepulangan.

“jangan banyak gerak dulu Iruma. Kamu terluka..” Ujar Lenka, menahan tubuh Iruma yang seperti memaksa untuk bangun.

(siapa ini—)

“—Lenka?”

Iruma mendongak ke atas, ia mendapati pandangan wajah Lenka menatap ke bawah. — Ini artinya ia berada dalam pangkuan Lenka. Bersandar darurat.

HP: 21%

Ia merasakan ada suatu yang mengejut seperti aliran listrik kecil. Baru ia sadari dan teringat. Iruma terjatuh karena tusukan panah yang meleset ia tebas. — Percikan cahaya merah mencuat terus menerus.

Iruma terdiam, ia harus patuh. Tidak bergerak sementara, membiarkan tubuhnya diam sampai pertolongan tiba.. tapi, sampai kapan?

Menu— inventori—

—Perlengk— Jenis item—

—Potongan ayam masak, tersisa 3 poto—

“realize, potongan ayam.”

Tiga potong ayam yang di-summon wujudkan oleh Iruma, hakikatnya tidak cukup. Staminanya saat ini berada pada titik minus. Sistem akan menganggap makanan yang masuk, akan diprioritaskan mengisi stamina terlebih dahulu. Kondisi HP akan terus berkurang, namun stamina terisi. Sehingga avatar memiliki daya untuk bergerak.

Bagian vital terluka, efek paralis terus berjalan…

Peringatan sistem membuatnya menyerah, dan menyebut partner yang saat ini ia menggunakan pahanya untuk bersandar. “Lenka, tolong potongan ayam ini.. aku nggak kuat angkat tanganku. Jadi…—“

“—ah oke oke.. aku pahamm..”

Tanpa menjelaskan detil, ia langsung merespon dan mulai menyuapi Iruma.

 

***

—Iruma.

Berkali-kali ia menyebutnya. Dalam hati. Sekilas ia melihat kondisi terakhir Iruma. Berbaring dalam sandaran Lenka, terkulai lemas.

Kepulan debu nether membuatnya buta. Karena panik, ia tidak sempat mengingat arah mana terakhir posisi mereka berdua berada. Seandainya ia tenang, mungkin Yuki dapat mengejar dan menarik mereka berdua untuk segera keluar. — Tapi hal itu tidak mungkin dilakukan.

Kondisi partnernya, kritis. Bagian vital terluka. Sangat tidak memungkinkan bila memaksa Iruma untuk bangkit berdiri dan berjalan lalu lari. Sekalipun dibopong, efek paralis yang mengerikan itu.. bisa menjadi malaikat maut kepulangan akan dirinya.

Sedangkan kondisinya mereka membutuhkan sesosok Iruma. Seolah-olah mereka tidak memperbolehkannya pulang untuk saat ini, di situasi yang memicu kesedihan.

“Yukina, cepat. Berkumpul di sini!!” Seru Ian.

 

Di lain sisi, Artes.

Makhluk yang terhitung NPC ini merasakan khawatiran hebat. Ia menolak, benar-benar menolak untuk berkumpul dan segera teleport ke overworld. “aku, aku menunggu tuanku. Raden!” Ujarnya kuat.

Ian kalang kabut, ia benar-benar bingung. Apa yang harus ia lakukan. Di samping para anggota segera patuh dan mulai berkumpul untuk segera teleport.. ia juga tidak mungkin kehilangan anggota yang berharga dan berkualitas, diantara yang lainnya.

Iruma. Memiliki potensi kepemimpinan yang luar biasa di mata Ian. Iruma bahkan menguasai dua cabang talenta. Penambang dan pendekar pedang. Ini menjadikannya pemain yang berharga di situasi yang bermacam-macam.

Lenka. Pemanah yang akurasinya nyaris tidak pernah meleset. Mencapai fase ketiga dalam pengembangan talenta archer, Sharpshooter. Ian bahkan belum sampai ke fase ketiga. Ketepatannya mengukur dan memperkirakan luar biasa.

Yukina. Absurd menurut Ian. Namun siapa pun yang dapat mengontrol wanita feminim dengan dua pedang menggenggam ini hanyalah Iruma seorang. Ditambah lagi, bila Yuki berpasangan dengan Iruma. Serangan dan ketahanan mereka, nyaris tidak terkalahkan. Disamping itu, Yukina adalah satu-satunya pemain yang kontribusi damage terbanyak terbesar.

—Ia harus segera memutuskan

Situasi seperti ini kalang kabut, mereka mungkin sulit membedakan antara sekarang dunia nyata dengan maya. Rasa terancam, ketakutan, dan hawa-hawa akan kematian terasa nyata. Meski hanya simulasi belaka.

 

“kalian jangan ikut-ikut kalau masih ingin hidup di sini.” —Lagipula, siapa yang ingin di sini lama-lama.

Termus, barbarian pengguna kapak lelaki perkasa. Ia segera mendorong regu yang tersisa, seperti Fardan, Abdina, Reina dan para anggota yang tersisa untuk segera masuk ke dalam portal. Meninggalkan tempat yang orang awam akan menyebutnya ‘neraka’ ini.

“itu, kak Yuki—“

“mereka punya rencana lain. Yang jelas, apa kamu kalian semua mau mati di sini?” Termus tegas.

Tidak ada pilihan lain.

 

“Irma.” Ujarnya lagi hampa.

Si Yuki benar-benar hampa. Dilihat dari ekspresinya sudah kelihatan. Ia sering reflek menyeka rambut poninya yang sering menghalangi mata. Namun, kali ini.. ia membiarkan berantakan karena hempasan angin panas akibat ledakan tanah nether.

—Ia bahkan dapat menahan sensasi angin panas

Seharusnya rasa sakit di dunia ini tidak dapat dibenarkan. Namun, sugesti yang membuat. Sehingga kebanyakan orang langsung reflek menyeka wajahnya bila terkena hawa panas atau menyilaukan. Pada hakikatnya mereka tidak apa-apa. — tapi ini tidak berlaku untuk rasa sakit yang bila diabaikan, maka HP tetap terus berkurang.

—dan bila mencapai titik persentase nol..

“…”

“Yuki, kau di sana?”

Sedikit langsung gembira. Sedikit.

“…—“

“jangan coba-coba nekad masuk. Kamu merasakan ada mob hostile di sekitar. Kalau mereka terpicu karena hawa kedatanganmu, kita semua bisa gawat.”

Kondisi si Yuki sudah hendak merapal dalam pikirannya untuk ‘melakukan dash’. Posenya bahkan sudah siap untuk melesat, menerjang kepulan debu yang pekat. — Tapi Iruma melarang.

“tapi..”

“Ghast ada di sekitar kita. Sedangkan kamu nggak bersembunyi. Sebentar lagi ia akan melirikmu dan menembak bola api—“

“tapi aku, aku bisa memukulnya—“

“pertama itu bahaya, kedua.. ini bukan saatnya pertunjukan…—“

“ketiga, ini bukan saatnya drama. Irma!— Lenka, bantu Irma cepetan.”

—KHAAAAAAAKKH

Itu adalah suara raungan Ghast. Sepertinya ia berteriak terlalu keras, bercampur antara emosi dan semangat untuk bertahan.

“nggak ada gunanya kamu teriak-teriak. Kondisiku sekarang nggak mungkin untuk lari atau jalan. Harus nunggu sebentar, aku dan Lenka menyusul!”

“tapi, tapi kan—“

“Yukina, saat ini Iruma tidak mungkin berdiri. Bagian dadanya terluka, jadi.. jadi tolong..”

Lenka akhirnya berucap, mengambil suara berkata. Suaranya parau seperti benar-benar meminta tolong dan percaya.

 

Pandangannya gelap, ia tidak berkomentar apapun. Yang jelas, pastinya sedih rasanya. Tidak tahu kenapa, Yuki mengakui maupun tidak. Ia benar-benar sedih saat ini. — Berat Yuki menyarungkan pedang.

*stab

“Jangan mati— Iruma.”

 

Dari kejauhan, Termus kewalahan mengatasi NPC perempuan yang bersikeras kabur untuk menemui ‘raden’-nya. Belum sampai ke ujung, ia langsung dicegah partner yang dulu pernah mencengkram kedua tangannya yang belia. Yuki.

“Raden, Raden ada di sana. Raden ada di sana!”

“Raden, dalam bahaya, Raden!”

“Artes, kamu NPC seharusnya tahu. Di sekitar sini ada Ghast. Kamu lihat objek yang harusnya kotak, melayang itu?— semburan bola apinya bisa jadi membunuh kita semua.”

“…Raden!”

Tidak kuasa, akhirnya Artes mau tidak mau ditarik menjauh. Yuki mendapati insting bahaya, Ghast yang sedari tadi sudah mengincarnya sebentar lagi mengeluarkan bola lava panas yang akan meledakkan apapun. Terlebih tanah nether yang rentan dan mudah terpicu ledakan.

 

—Mereka yang tersisa, satu persatu masuk ke dalam portal

Partikel ungu, membuatnya teleport menuju overworld. Tempat di mana adanya lapangan hijau, dunia sewajarnya. Mereka termasuk si Yuki. Meskipun setelah adanya momen yang bagi Yuki adalah suatu tragedi.

Lenka, Sharpshooter

—HP: 47%

Iruma, Warrior

—HP: 22%

 

Semuanya khawatir.

“kak Yuki mana?” Tanya salah seorang.

“tunggu..” Ujar Ian. Meyakinkan, tapi rasanya keraguan tetap ada.

*zapp

Sejenak mereka datang. Si Yuki, Termus, dan Artes.

“Iruma?—“

Tidak ada yang menjawab.

“ia akan kembali. Secepatnya.” Ujar Termus meyakinkan.

 

HP: 21%

—21 —19 —15%

“Iruma! Iruma!!”

Si Yuki histeris, begitu mendapati HP bar mereka. Khususnya Iruma, jatuh mencapai zona merah yang benar-benar merah.

Semuanya menghalang, berusaha untuk mencegah. Karena apapun yang terjadi, ada kemungkinan besar yang masuk akan sulit untuk kembali. — Tapi namanya Yuki. Ia mungkin pertama kali ini, menggunakan kemampuannya, talentanya untuk menepis mundur semua yang berusaha menghalangi.

Charge dash, melebihi batas. Membuang daya…

Aura yang dimiliki Yuki, benar-benar membuat mereka terdiam kaku sejenak. Semuanya. Termasuk Artes. — Yuki menggunakan skill dash yang mungkin ia tidak sadar bahwa ia terlalu banyak menggunakan staminanya difokuskan untuk dash.

Al hasil, apapun yang ada di sekiarnya dipaksa mundur satu meter. Lalu Yuki melesat maju, kecepatan yang mungkin tidak dapat dilihat sekilas pergerakannya.

—Assasin

*bruk

 

Ia tidak berhasil. Kedua kaki Yuki membentur batuan kaca yang keras, hanya bisa dihancurkan dengan kapak tambang (di dunia ini). —Sakit? Tidak begitu. Tapi bukan masalah benturan atas kaki avatarnya yang membuat keduanya menjadi merah. Melainkan portal nether yang mati tiada partikel ungu yang bertebaran membuat semacam lapisan nyaris transparan.

“portalnya—“

 Yuki segera bangkit setelah tersandung hingga menyeret tubuhnya satu meter —karena kecepatan dash Yuki kalah dengan batuan obsidian yang menyatu membentuk semacam pintu gerbang, portal.

“Irma..—“

—Persis seperti yang dikhawatirkan olehnya.

Yang seharusnya ia tidak perlu memikirkan terlalu dalam. Karena hakikatnya ini semua permainan.

 

Semuanya diam, tidak berkomentar. Bahkan Artes kaget bengong tidak percaya. Melihat lubang yang dengan tinggi lebar, kiranya dapat diisi oleh dua orang dewasa.. kini seperti lubang hampa. Tiada lapisan ungu transparan

Sejenak kemudian, dua nama menghilang bersamaan.

..

.

“IRRRRRRRUMAAAAAAA!!!!”

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.