MINECRAFTER VOL. 11 - BAB 36: DUST DEBU
Bab 36: Dust Debu
Pernahkah
kalian membayangkan wujud gambaran neraka seperti apa?
Bocah
angkatan 2000. Mungkin pernah mendapat gambaran akan neraka seperti apa. Dalam
artian pikiran mereka mungkin membayangkan apakah neraka seperti ini. Layaknya
nether yang nyaris tidak ada cercah cahaya terang kecuali bebatuan bercahaya.
Mereka menyebutnya glowstone.
Maksudnya
ini beneran. Nether benar-benar tidak ada apa-apa selain hawa-hawa mengerikan
dan siapapun yang masuk tanpa adanya persiapan dan masuk ke ranah kastil nether
atau sekedar canda tawa dengan para zombi berkepala babi, ia tidak mungkin bisa
pulang selamat.
Bisa, tapi
itu hanya orang terpilih. Mereka yang pernah melakukan speed-run menyelesaikan
minecraft dalam hitungan menit.
Tapi
minecraft yang ini beda. Berbeda dan benar-benar menguras jiwa serta raga.
Bukan raga secara fisik, melainkan avatar yang memiliki batas stamina dan baris
HP yang dapat berkurang atau bahkan sirna kapan saja.
Minecraft
VR. Entah beta atau tidak, yang terpenting mereka diharuskan keluar. Sebagian
menolak, dan memilih berjuang sampai titik HP penghabisan. Bila mereka mati,
maka bisa dianggap perjalanan mereka selesai dan kembali mengurus dunia nyata.
Seperti biasanya.
***
Hari,
hilang hitungan
Nether.
Tragedi, keputusan
Iruma
Nafian. Seperti biasanya, aku benar-benar tidak habis pikir. Apa aku kuat
menceritakan ini semua. Menulisnya saja membuatku terkena serangan flashback
yang mematikan. Sulit untuk dilupakan, tapi eman mboeman bila ditinggal begitu
saja.
Walau
nantinya juga direset kemungkinan.
Keinginannya
adalah, setidaknya dapat mengetahui bagaimana ranah the end seperti apa. Jadi
penyemangat. Di samping karena sudah terlanjur basah dan mungkin akan ada
surprise. Mungkin?
…
Hawa panas
rasanya bersahabat. Mungkin kalau ini lebih mendetail, tubuhku bisa mandi
keringat hanya karena berdiam di sini selama beberapa menit. Tapi untungnya
hawa panas tidak seberapa perih dibandingkan harus memilih.
“IRMA!”
Si Yuki
menyeru tidak karuan begitu mendapati rencana tidak sesuai kenyataan.
Walau aku
tidak sempat melihat jelas apa yang sebenarnya hendak dilakukan sama si cewek
pedang ini.. ia benar-benar ingin menerjang sambil membawa dua bilah pedang
bersinarnya untuk digunakan bermain bisbol.
Seriusan,
ini seperti permainan bisbol yang kena harus jaga. Nggak, maksudku bola yang
jatuh di mana tempatnya. Maka harus menghindar, bila tidak sempat maka
resikonya harus menangkis bagaimanapun caranya.
Kali ini
bola bisbolnya sebesar manusia. Maksudku berdiameter tinggi manusia remaja.
Ukurannya sedang, tapi sedekat ini berbahaya. Terkena efek ledakannya saja, ada
kemungkinan HP akan terkuras nyaris separuh. Apalagi kondisiku saat ini, HP
berada di zona kuning.
Aku reflek
meraih gagang pedang yang menggantung di punggung tanpa sarung. Berwarna
keemasan, terlihat mewah namun karatan. Maksudku karatan ini adalah arti bahwa
durabilitas tinggal tersisa bisa dihitung jari tangan. Dua sampai tiga
serangan, mungkin hancur atau patah dan harus ganti lagi.
Maklum, aku
mendapatkan bilah tajam keemasan ini dari rampasan zombi berkepala babi. Aku
menyebutnya zombi pig-men. Mutant babi yang berdiri seperti layaknya manusia,
tubuh diwarnai warna kehijauan rawa-rawa. Berdiri tegap sambil membawa bilah
pedang keemasan digenggam.
(jarak
sedekat ini, kemungkinan berhasil nampol…)
“Iruma,
mundur! Mundur!!”
Lenka
menyeru sambil menarik baju belakang. Memaksa untuk mengambil dash mundur.
Ini akan membuatku jatuh terpeleset karena dash bisa jadi gagal
mendarat.
Tapi,
dibandingkan mempertaruhkan keberhasilan memukul bola api yang sudah dibelah
menjadi dua karena ketidaksengajaan?
*step
*blarr
*dhuar
Ledakan
tidak terelakkan. Aku bahkan terpental beberapa meter, bersamaan dengan Lenka.
Untung momen aku melompat mundur membuatku terlempar beberapa meter karena daya
tolak dari ledakan bola api. Ini mengurangi damage yang diterima.
“Iruma!”
Dari
kejauhan, aku tetap bisa mendengar teriakan si Yuki.
(duh, kabut
dedebuan tanah nether. Debu ini, aku nggak bisa lihat apa-apa)
Lagi-lagi
dedebuan nether. Ini akibat ledakan hebat dari bola api Ghast. Menimbulkan daya
rusak yang tinggi ditambah material tanah nether menjadi kocar-kacir tidak karuan.
Situasi
ini, warrior benar-benar dirugikan. Yuki mungkin sama, ia tidak mungkin nekad
maju lalu menjemput kami berdua. Pandangannya terbatas, apalagi ia berada di
fase ke-3 dari pendekar pedang, Assasin.
“Iruma kita
mundur, mundur. Tanahnya kebakar! Kalau diinjak nanti kena efek kebakaran..”
Ujar Lenka ketika aku membantunya berdiri.
Iruma,
Warrior
HP: 46%
Kondisi
nyawa sudah di zona kuning. Aku nggak mungkin bertindak gegabah, salah langkah.
Asal nekad maju, tewas lalu pulang. Terbangun dengan kondisi seperti tidak ada
apa-apa. Padahal sudah berjuang dan berusaha betah selama beberapa bulan.
<Ganti
Warrior menjadi Ore Seeker?>
Sejenak
muncul notifikasi, tawaran sistem begitu mendapati aku terbesit ide untuk
mengganti talenta.
<Ganti
Warrior menjadi Glare Hunte—
“Lenka,
yang kamu lihat. Itu hanya tanahnya terbakar saja kan?” Tanyaku segera,
mengabaikan narator sistem sambil meraih gagang pedang yang menggantung di
punggung tanpa sarung.
Sedikitnya
bunyi denging sekilas terdengar.
“ya.. iya.
Sama ada skeleton dan zombi.. kayaknya.” Jawab Lenka ragu.
“apa mob
hostile di sini dipicu oleh ledakan?” Gumanku heran.
“yang
terpenting, medannya masih jelas kok. Ayo Lenka, maju. Nanti Ian, Fardan, Rei
dan kawan-kawan lainnya juga langsung tahu kedatangan kita. Cepat!”
Modal
nekad, ini benar-benar nekat.
Lenka
mengiyakan, lalu ia melebarkan jari tangan “realize, 10 panah.” Kemudian cahaya
redup berkumpul membentuk sekerat panah.
“ini
panahku yang tersisa, kalau monsternya model zombi. Kamu yang ngurus ya.”
Ujarnya sambil meletakan 10 batang anak panah dalam tabung silinder di
punggungnya.
Sekilas
kemudian, kami lari. Modal nekat, yang mempertaruhkan nyawa HP. Sebelumnya aku
berpikir bahwa Ghast tidak mungkin mengincar kami berdua. Ini karena dedebuan
tanah nether benar-benar pekat. Aku ragu penglihatan Ghast dapat melihat di
mana kami berada.
Tanda bahwa
penglihatan Ghast tidak dapat menembus kabut dari dedebuan tanah nether adalah
sedari tadi. Aku dan Lenka tidak menjadi incaran ubur-ubur putih melayang ini. Targetnya
malah Ian, Yuki, dan kawan-kawan. Mereka yang terlihat jelas, sekalipun sudah
bersembunyi susah payah akhirnya ketahuan juga.
*klang
*klang
(Skeleton
datang. Aku bisa merasakan hawa-hawa tulang belulang yang spawn/muncul entah
berantah dari mana)
*klang
*klang
(itu
langkah skeleton. Mereka mungkin reflek mundur, artinya sekarang kami berada di
radius serang oleh skeleton)
Aku segera
meluruskan pedang emas ini dan memfokuskan pendengaran. Modal insting yang
dikuatkan berkat talenta fase kedua, warrior. Sedikitnya aku mendengar suara
tarikan busur untuk nantinya dilepas siap tembak.
(itu dia)
Tanpa
melihat, maksudku tanpa mengetahui arah dari mana. Aku benar-benar reflek menangkis
anak panah yang tiba-tiba melesat menembus kabut dedebuan nether. Percikan
bunga api kecil mencuat begitu bertabrakan dengan bahan logam mulia, tapi di
dunia ini rasanya nggak ada harganya bila jadi senjata.
*klang
*klang
(dua. Itu
berarti menjadi tiga.. aku berhasil. Aku bisa melakukannya)
*klontang
*klang *klang
“mereka
datang. Lenka, lurus di belakangku. Aku yang urus!” Ujarku seraya memutar-mutar
gagang pedang sebelum berpose melakukan dash.
***
Memulai
berlari, mengambil formasi satu per satu. Yang menjadi pemimpin pasti yang
terdepan. Berani dan modal nekat dijadikan panji.
Iruma, ia
harus mulai mempraktekkan seni akrobatik untuk menunjang pergerakan efektif.
Sambil
berlari, ia lihai menangkis dan menyingkirkan serangan panah kejutan dari segala
arah. Terutama depan. Saat ini ia benar-benar terlihat terlatih dan expert.
Orang biasa melihat adegan ini, mungkin menganggap bahwa Iruma benar-benar
berlatih seni tari pedang dan aerodinamik, memadukan keduanya menjadi kesatuan
bertahan dan berlari.
Padahal
hakikatnya, itu hanyalah ilmu atau keterampilan yang sulap dalam bentuk data
untuk nantinya di instal ke dalam akun tersebut. Singkatnya seperti mempunyai
kemampuan atau intelejensi tinggi, namun sementara atau tidak kekal. Akan
hilang atau deaktivasi bila tidak sesuai dengan talenta yang didukung.
Warrior, petarung. Khususnya pedang.
*klang
*klang
*krakk
Pedang
keemasan yang ia gunakan sebagai tameng darurat, durabilitasnya mencapai batas
akhir. Patah, memberikan suara denting nyaring. Ia harus segera mengganti
pedang atau bilah tajam lainnya untuk ia gunakan sebagai tameng darurat.
Sambil
semangat, ia membuang gagang yang tersisa lalu berujar “rilaiz..” dengan jari
tangan terbuka lebar.
Sistem
segera merespon, tandanya partikel cahaya berkumpul cepat dan membentuk bilah
pedang lengkap. Seperti terlahir kembali. Namun, bentuknya sama saja seperti
sebelumnya. Karatan.
“aku punya
lebih dari tiga.”
*klang
“Harusnya..”
*klang
“cukup..”
*klang
“Lenka!”
Iruma
memanggil partnernya, memberi aba-aba untuk gantian menyerang sedangkan Iruma
berhenti sejenak mengisi stamina guna menghindari kelelahan dan HP terkuras.
Barulah
beberapa saat setelah ia melepas tiga batang panah, lalu bergantian menyebut
namanya kembali, “Iruma!”
“oke!” Seru
dan melanjutkan maju.
Dari
kejauhan, Yuki menonton. Pandangannya seperti hampa, ia tidak melihat menembus
kabut dedebuan nether yang pekat. Namun ia tidak putus asa, karena dasar ia
memang benar-benar khawatir karenanya, Ia tetap memfokuskan kemampuan instingnya
agar dapat merasakan keberadaan ketua regu. Iruma.
Ia menjadi
bagian yang penting, sebagai ‘leader’. Kunci taktik sebagian besar ada padanya.
Bagi Yuki, kehilangan partnernya mungkin jadi masalah yang besar. Bahwa ia
konon tidak dapat berparty dengan baik, kecuali pada Iruma ini.
“Iruma, di
samping!”
“..
kanan-kanan!”
“… depan
agak kanan sedikit…”
Yuki masih
sempat memberi aba-aba, walau entah sampai tidaknya. Bagi Yuki, mungkin itu
reflek. Karena ia juga dapat merasakan bahwa Iruma saat ini sedang nge-deflect
atau menepis batang panah yang dilontarkan oleh skeleton.
“…kak Yuki,
apa yang kamu lakukan?”
Ia menoleh,
memastikan siapa. Karena fokusnya membutakan area sekitar, Yuki hanya
memfokuskan pada pandangan kabut yang pekat. Rupanya Reina.
“Iruma dan
Lenka ada di balik kepulan kabut itu.” Jawabnya singkat.
“tapi, Iruma
masih hidup kan?” Tanya Reina.
“masihh.
Bar HP-nya masih kelihatan kok.” Ujar Yuki tanpa melepas pandangan dari kepulan
kabut.
“skeleton
mengepung jalan mereka. Aku nggak bisa bantu, atau ubur-ubur putih yang
mengambang tadi bakal kembali memuntahkan bola api.” Ujar Ian. Mewakili
perasaan para archer yang berada di sana.
“nggak,
nggak perlu. Harusnya Irma bisa melewati ini. Reflek warrior dipadukan
penglihatan archer, harusnya sudah cukup.”
“tunggu,
jadi Irma kondisinya tidak bisa melihat? hanya ngandelin reflek?” Komen Rei.
“Lenka ada
di sana. Ia menggunakan talenta dasar dari pemanah, dan ia.. sudah mencapai
fase ketiga.”
Seharusnya
mereka berdua menjadi kesatuan yang kuat dan berhasil bertahan. Iruma menjadi
penyerang sekaligus bertahan, — ia menggunakan pedangnya untuk menepis pedang.
Ini terbilang Iruma termasuk pemain yang nyaris perfect karenanya.
Mereka
tidak mungkin meninggalkan Iruma, demi jalannya permainan dan berartinya
kehidupan di sini. Terlebih si Yuki.
“Irma!
Belakang belakang!!”
Yuki
tiba-tiba berteriak, lalu spontan Reina memaksanya untuk bersembunyi. Demi
menghindari Ghast mendengar mereka semua.
…
*klang!
*krakk!
(satu lagi
hancur)
Iruma
benar-benar tidak memperhatikan apa yang ia punya saat ini. Pikirannya mungkin
tertuju pada menembus kabut yang membutakan pandangan baginya. Warrior membuat
ia cekatan dan dapat menepis anak panah yang masuk kelebat dari kabut buta.
—Meski
kalau dilogika, menepis anak panah dalam kecepatan yang lumrah cepat. Itu
seperti tidak mungkin. Tapi di dunia ini, semuanya mungkin.
*klang
Para
warrior, atau mereka yang berada fase diatasnya ketika menepis proyektil panah
bagi mereka seolah dapat memperkirakan ke arah mana anak panah tersebut
tertuju. Inilah mengapa Iruma yang ia nyaris tidak pernah melakukan ini
seharian, berkat pengetahuan yang diekstrak menjadi data yang dapat dibaca oleh
otak. Ia seperti sudah terlatih untuk ini.
Durabilitas
tersisa: 31%
(aku nggak
mungkin bertahan seperti ini terus)
“Lenka,
ayo—“
*klang
“—maju!”
Iruma
mengatakannya dengan mudah, ia bahkan seperti tidak menoleh melihat arah mana
ia dibidik. Refleknya benar-benar kompleks dan nyaris sempurna.
Lenka
mengangguk, tidak berkomentar. Menjawab dengan sikap mengambil langkah maju.
Meskipun ia sendiri bisa melihat jelas, baginya suatu yang berbahaya. Karena
pasti Ghast yang ia sebut ubur-ubur melayang itu kalau ketahuan, maka tamat
sudah.
— Tidak ada
pilihan lain, harus maju. Atau berdiam di sini sampai kapan.
Iruma maju,
diikuti Lenka. Mereka tidak mungkin maju sambil melakukan dash begitu
saja. Lenka benar-benar melarang. “jangan lari cepat. Di depan ada monster
tulang-tulang.. berbahaya..”
Ia
menyebutnya tulang-tulang. Yang berarti pemanah skeleton. Melihat kondisi HP
mereka berdua yang menipis, kecil kemungkinan bagi mereka selamat sambil
mengabaikan serangan dari skeleton.
(ini kalau
mundur, rasanya nggak mungkin. Nanggung, tinggal beberapa meter lagi mungkin
sampai)
(Yuki,
Terra, Ian.. mereka juga tidak mungkin nekad masuk. Kondisi mereka terhimpit
sama Ghast.. ditambah lagi—)
—Bila mati
di sini, maka selesai sudah. Cerita hilang dan..
“IRUMA
BELAKANG!”
Teriakan
Lenka membuatnya buyar dan langsung sigap menoleh belakang. Sebelumnya ia sudah
menggenggam pedang karatan sedari tadi, sehingga ia tinggal memutar sendi
tangan untuk melancarkan iris beruntun.
*klang
*klang
*splat!
—IRUMA!
“meleset?
Tapi itu seharusnya tidak mungkin.”
Iruma,
Warrior
HP: 27%
Ia langsung
tersungkur jatuh begitu ujung tombak menancap tepat pada titik vital. — Kalau
di dunia nyata, Iruma langsung mati seketika.
Dari
kejauhan, Yukina langsung bangkit dan memutar pedangnya segera maksa untuk maju
menembus sambil reflek berteriak “IRUMA!!”
Suara si
Yuki benar-benar nyaring, akibatnya Ghast yang seharusnya sudah lewat. Langsung
terpicu dan mencari sumber keributan. Yuki tidak peduli, baginya partner yang
satu ini adalah segalanya. Mungkin ia benar-benar mempertaruhkan nyawa. Tidak,
maksudnya kehidupannya di sini. Bila ia kepergok mob hostile lainnya. Maka
tamat sudah.
“Yukina,
tunggu! Jangan—“
“Ian Yan.
Ghast! Ghast!!” Ujar Abdina reflek menarik senar dan mulai membidik.
Mau tidak
mau, Ian harus mengambil perintah. Kondisi seperti ini, Ghast langsung
mengetahui posisi si Yuki. Paling tidak meleset-melesetnya pasti regu Ian yang
berkumpul di sini terkena imbasnya.
—Aku tidak
ingin kehilangan anggota lagi
Refleknya,
ia langsung mengucapkan kalimat perintah. Layaknya pemimpin seperti biasanya,
“yang lain. Menjauh dari sini, bersiap untuk ke portal!” Ujarnya sambil menarik
busur panah yang sudah diberi bumbu peledak khusus.
Perasaan
Ian benar, Ghast mengeluarkan bola api. Kali ini mereka berdua sudah siaga,
bidikan oke. Tinggal melepas tarikan lalu meluncur.
Iruma,
Warrior
HP: 23%
“IRUMA!!—“
*dhuar!
Panah
mereka berdua berhasil menancap dan meledak sempurna. Ledakan tidak terelakkan
diikuti angin panas yang mencuat ke segala arah. Ini membuat kabut dedebuan
tanah nether menjadi terhempas, Yuki yang sambil melakukan dash hendak
nekad menuju ke arah Iruma.. ia dapat melihat cukup jelas seketika.
Kondisinya
kritis, Iruma terbaring sandar dari pangkuan darurat Lenka. Dilihat Yuki, panah
tertancap di dada Iruma yang tidak sempat Iruma tebas, meleset. — Sedikitnya
cahaya merah terpecah keluar.. pertanda efek paralis dan pengurangan HP masih
berlangsung.
“Iruma…
Iruma. IRMA!”
Yuki
berteriak histeris, mengabaikan peringatan dari si Ian akan Ghast yang sudah
siap menghantui mereka dengan hujaman bola api. — Di saat yang sama, ledakan
yang entah berantah muncul seperti ranjau yang ditanam. Meledak.
Yuki
tidak menghindar, ia diam
Entah apa
karena ia sudah memperhitungkan. Ledakan sedekat itu, Yuki hanya diam tidak
bergerak sedikitpun. Kondisi kedua pedangnya lurus digenggam kedua tangannya. —
Ledakannya membuat dorongan angin yang menghempas rambut hitam semu biru yang
panjang. Poninya bahkan berantakan.
Tidak ada komentar: