MINECRAFTER VOL. 1 - Bab 1: EZ
Bab 1: EZ
“apakah ada yang ditanyakan materi hari ini?”
Semua seantero terdiam, beberapa ada yang usik
sendiri bermain ponsel.
“… kalau begitu, saya cukupkan. Salam.”
Seorang berparas besar nan kekar keluar seraya
menenteng laptop keluar ruangan setelah berpidato, duduk bangun dari kursi
kekuasaannya. Kini waktu ia menguasa telah habis, sudah saatnya pergantian
kekuasaan secara adil sesuai aturan kesepakatan.
“Ah iya, mas Irfan?”
Namaku disebut, mengacungkan tangan seketika
seraya “saya Pak.”
“nanti saya selo, kalo mau bimbingan langsung
setelah ini ya.”
“siap Pak, terima kasih banyak sebelumnya Pak.”
Ujarku mengakhiri ucapan dengan cengengesan tanda senang.
“anjeer… bayangkan coba dosen nawarin muridnya
untuk bimbingan” seorang berbisik, tetapi tidak mempunyai lawan bicara. Isyarat
merujuk pada aku langsung.
Aku menoleh, “loh, kan pak Alan biasanya gitu
kan?”
“yee.. boro-boro pak Alan. Beruntung banget
kamu dapet dps-nya pak Alan. Kita-kita ini dapet yang sok sibuk anjer.”
“seriusan?”
“iyo. Berarti cerita rumor tentang dps yang
kadang bikin php itu emang bener.”
Dps atau Dosen Pembimbing Skripsi, ya
temen-temen biasa mempersingkatnya dengan dps. Mungkin bukan ejaan yang baku,
tetapi istilah ‘dps’ sudah jadi mayoritas sehingga tidak asing lagi bagi orang
kuliah. Khususnya yang sudah mau end of the line ini.
Perjalanan panjang, banyak cerita, peristiwa,
momentum apalah namanya. Mulai dari perjuangan mencari tes seleksi, mengikuti
ujian seleksi, menerima kenyataan dan harus berjuang manual untuk
memperjuangkan medal title ‘bachelor of degree’.
Singkat cerita, akhirnya aku diterima. Yakni
pada waktu akhiran, maksudku aku mengikuti tes di universitas swasta ini ketika
udah akhir-akhiran. Jadi tentunya membutuhkan ongkos yang cukup mahal untuk tes
seleksi mandirinya aja, belum uang gedung dan sebagainya.
Semuanya berjalan lancar, bahkan diantara soal
tes seleksi ujian masuk perguruan tinggi yang aku kerjakan, karena kala itu aku
sudah cukup sering mengerjakan ujian seleksi mulai dari latihan sampai praktek
langsung walaupun akhirnya tidak diterima. Ujian seleksi di perguruan tinggi
swasta ini adalah yang termudah diantara tes seleksi yang aku kerjakan.
Entah apa karena pengaruh jurusan atau daya
tampung mahasiswa baru kali ya? ah tidak, tidak ada yang kebetulan, mungkin
memang sudah jalannya begini dan harus kulalui.
Merangsek keluar dari jalur aman. Memilih untuk
menjadi seorang teknisi komputer yang harus andil dalam hal pemrograman.
Meskipun ketika masa sekolah di jenjang SMA, aku tidak pernah mendapatkan satu
pun materi yang ada kaitannya dengan perkomputeran mendalam.
Palingan semacam TIK (Teknologi Informasi
Komunikasi) yang materinya diadakan dengan tujuan agar para siswa itu
setidaknya melek akan teknologi zaman now dan sebagainya. Tentu tidak
dipelajari lebih dalam. Karena ketika SMA, aku memang salah jurusan.
Bukan karena sengaja salah memilih, tetapi
ketika tes untuk kejurusan pada waktu itu aku lemah dalam hal matematika
khususnya fisika. Aku akui itu, sampai akhirnya aku harus menerima materi
kebahasaan selama 3 tahun.
“akhirnya kamu ambil tema apa Fan?”
“hm.. embuh entah. Ini kayaknya nanti biar yang
milih Pak Alan aja, pusing aku kalo aku yang nentuin.”
Beberapa mahasiswa mulai berdiri keluar ruang.
Sebagian kecil dari mereka masih mengobrol, contohnya saat ini Deni, mahasiswa
seangkatan mulai dari awal semester, sama seperjuangan. Bisa dikatakan dia
adalah teman pertamaku ketika terjun dalam dunia perkuliahan.
Ia berdiri, menenteng tas kemudian menghampiri
lalu menepuk bahuku, “ya sudah kalo begitu, aku duluan ya Fan. Semangat Fan!
Ngadepin dps”
“mau kemana kamu habis ini? Mesti ngapeli
cewek” aku nyelonoh bercanda seperti biasanya.
Ia menyeringai, “hehe, aku di chat ini.
Kayaknya ia perlu ditemui ini.”
Aku merespon dengan acungan jempol, ia
membalasnya dengan acungan jempol yang sama.
“ah iya, kamu juga harus cari. Sudah semester
akhir, mau skripsi pula. Masa selama hampir 3 tahun ini ndak dapet apa apa
hehe” Den berujar dikala ia mencapai pintu ruang.
“ah iya iya. Ajarin aku lah. Kamu dah over
powered masalah gitu.”
“ngapain coba aku ngajarin sama temen yang
kuliah hanya modal hape atau laptop doang”
Itu benar, aku berangkat menghadiri kelas hanya
bermodal ponsel pintar atau laptop. Bukan karena aku malas membawa buku, tetapi
karena semua materi, dokumen kebanyakan sudah aku pindah menuju file
elektronik. Ditambah lagi, materi perkuliahan mayoritas menggunakan media
elektronik dan jarang berbasis tradisional seperti menggunakan kertas atau
buku.
Berjuang sampai semester akhir, menuju langkah
pembuatan skripsi. Hasil akhir yang akan jadi saksi, sidang yang konon
mendebarkan di hadapan tiga dosen. Yap, seperti itulah kakak tingkat
menjelaskannya kepada kami kala itu.
“ah iya, tentang skripsi yang nantinya bakal
kamu buat. Ini saya memberikannya spesial untuk kami Irfan.” Pak Alan berujar.
Aku saat ini berada di ruang dosen. Tempat atau
markas utamanya para dosen untuk mengobrol, berdiskusi, ataupun melepas penat
meskipun sebentar hanya beberapa menit sekilas setelah mengajar sampai dua atau
tiga jam non-stop.
Karena saat ini aku belum menentukan judul
skripsi yang akan aku garap, pak Alan akhirnya beliau berencana untuk
memberikan usulan judul atau yang akan aku riset.
“apa kamu dengar berita belakangan ini?”
Aku berguman, menggigit bibir sekilas.
“ya ya, kamu nggak tahu. Sudah, saya jawab
dulu.” pak Alan menerobos.
Duh, aku lebih dalam hal update berita. Aku
akui itu.
“ini saya mendapatkan proposal dari salah satu
perusahaan, coba kamu baca proposalnya.”
Pak Alan memberikan lampiran stopmap, terdapat
beberapa lembar folio diketik rapi.
“percobaan virtual reality? Dengan game?”
Intinya berisi tentang percobaan alat vr
(virtual reality), menggunakan media permainan.
“mungkin nanti saya mau membelinya nanti
setelah pihak developernya menyelesaikan versi beta dan merilis versi
finalnya.”
Sebanyak apapun revisi dari versi program
tersebut, kalau masih tergolong ‘beta’ artinya rilisan versi tersebut ‘belum
selesai’ dan mungkin masih ada beberapa bug atau error yang belum diperbaiki.
Aku sudah lelah dengan merevisi bug atau sebagai bug hunter.
“nggak, maksudnya gini. Kamu nanti ikut
partisipasi ini sebagai beta tester. Ikuti alur sebagai tester, nanti kamu
ceritakan pengalaman kamu menjadi beta tester dalam game vr ini. Nah itu akan
menjadi judul skripsi kamu. Tentu saja, semakin kaya ceritamu & detil akan
menentukan nilai IPK akhir yang akan jadi penentuan kamu yudisium dan wisuda.”
“ah benarkah? Tugas final perkuliahan se ez
ini?”
“yap. Kalau begitu, nama kamu akan saya
daftarkan ke peserta penguji beta/beta tester. Nanti para peserta termasuk kamu
akan mengikuti tes seleksi, ya aku yakin kamu lolos. Hanya tes fisik, logika,
dan beberapa lainnya. Sama seperti tes seleksi pas kamu masuk universitas.”
“tes seleksi? Sebentar, ada tes seleksinya
Pak?”
“iya la, karena penguji beta ini ndak sembarang
orang bisa masuk. Informasinya saja ndak sembarang orang tahu.”
Gawat, aku ragu dengan tes seleksi. Mengingat
dulunya aku berjibaku mati-matian hanya untuk tes seleksi sana sini.
“tapi, santai saja. Nama kamu sudah saya emban
dengan nama Bapak. Jadi ibaratnya, kamu masuk ini seolah pake jalur dalam.” Pak
Alan mengakhiri ucapannya dengan seringainya yang kadang memiliki arti yang
ambigu.
Alhasil aku menyetujuinya tanpa adanya
keraguan. Kapan lagi tugas se-ez ini diberikan lagi? Ditambah lagi, ini adalah
tugas skripsi dengan objektif tugasnya adalah penelitian yang berbasis dari
pengalaman. Seolah story-telling akan apa pengalaman yang aku dapat
dalam bermain nantinya.
Tapi, tunggu. Seperti apa alat vr-nya nantinya?
Sebelumnya aku pernah menguji coba bereksperimen dengan kacamata vr, dan
hasilnya tidak seindah yang terbayang sesuai dalam film ‘Ready Player One’
akankah hal tersebut akan terjadi nyata?
Kalau memang terjadi nyata? Kok Bisa?
Tidak ada komentar: