MINECRAFTER VOL. 1 - Bab 2 : Rapat Teknis, Prosedur

 

Bab 2: Rapat Teknis, Prosedur

 

Ponsel berdering, usai mengerjakan beberapa soal tes seleksi yang diadakan disuatu gedung tempat pertemuan. Aku mengangkat, nama penelpon tertera pada layar utama.

Terr Mux memanggil…

“ya halo? Iruma Nafian, Irfan, Irma disini..”

“Ir. What’s up men, long time no see.”

“yo as always. We now get quiet busy after reach high end college life”

“yep. I get quiet much assigment, especially on this one. Script the final assigment to get the bachelor degree.”

“ya, we should keep our spirit. Have no fear, stay on contact yo ma tear.”

 

Termux, nama panggilan dekat dari Terra. Sahabat seperjuangan. Perjuangan meraih sertifikat SMA bersama, meraih peringkat pertama dalam suatu pertandingan battleroyal, sampai akhirnya kini sama-sama sedang berjuang meraih medali yang bertuliskan Sarjana.

Kilas balik, akhirnya aku diterima di universitas swasta ini. Karena ini swasta, aku tidak bisa membuang-buang waktu terlalu banyak disini. Begitu juga dengan si Terra, kebetulan kami berjuang di server yang sama. Pada universitas yang sama, meskipun jurusan beda karenanya.

“tapi ngomong-ngomong Ir. Aku barusan dengar kalo nanti kita bakalan dapet kelas online.”

“barusan denger? Kelas online? Maksudnya?”

“ya… pokoknya gitu Ir. Intinya nanti kampus kita bakalan ada libur sementara, katanya untuk perawatan kampus total sih.”

“oalah, bakal bisa mabar ini.”

“woiya, tapi eh kalo ada libur panjang ni.. biasanya bakal ada tugas banyak bejibun nih.”

“iyalah, tetep aja. Nanti kerjakan yang ez ez dulu. Lah palingan kamu dah punya yang bantu ngerjain kan? Kan??”

Si Termux, tertawa lepas. Suaranya bergerombol merangsek maju berdesakan dari speaker ponsel.

“tau aja kamu Ir. Liburan panjang gini, coba sekali-kali refreshing Ir..”

“refreshing gimana Ter? Setelah ini juga bakalan end kok. Di boost’in aja sekalian”

“wes, kamu ndak ada perubahan. Mesti belum nemu pacar atau temen dekat cewek ini.”

“kamu tahu, kamu adalah orang kedua yang bilang seperti itu. Dari sekian temen yang sering bilang gitu ke aku.”

“lah baru orang kedua.”

“iya. orang kedua… hari ini.”

Termux lagi-lagi melepas tawa.

 

“Iruma Nafian. Universitas Gunung Kubus.”

Salah satu operator yang tadi mencatat anggota seleksi untuk ikut beta tester. Memanggil,

“wes. Wes.. ntar kita sambung lagi, ya”

“siap Ir. Ada yang manggil kamu kan? Cewek lagi”

“halah.”

Termux tertawa, kali ini ia sedikit pelan tempo ketawanya.

“ya ya, kita sambung lagi. Ini aku juga lagi nunggu. Makanya aku telpon, melepas bosan ceritanya ni”

“siap, we continue later yo ma boiss”

“yep of course”

 

Namaku dipanggil, artinya aku harus melakukan tes uji fisik. Pengujian ini berupa ketahanan tubuh terhadap kerapatan sinyal, dan kontur postur tubuh. Aku melalui itu semua dengan lancar. Satu jam berlangsung semenjak aku datang di tempat gedung pertemuan ini, aku sudah mendapatkan kartu nama sekaligus bukti kalau aku adalah seorang beta tester nantinya.

 

Iruma Nafian. Universitas Gunung Kubus

Beta Tester, Ruang 270 Ti

 

Sesi selanjutnya setelah melalui beberapa tes dan diterima sebagai beta tester, kami diperintahkan untuk berkumpul di aula gedung pertemuan ini.

“diharapkan untuk para beta tester, mengikuti technical meeting akan prosedur nantinya di aula gedung pertemuan ini. Untuk lantai dan denah, harap ikuti petunjuk para instruktur.”

Yap itu dia. Pengumumannya.

 

Aku menghitung, sekitar 300 orang sepertinya mendaftar menjadi seorang beta tester. Mereka mungkin rata-rata adalah seorang gamer dan seorang yang penasaran akan teknologi. Pak Alan berujar kemarin, kalau pengujian ini tidak semua orang tahu, bahkan informasinya bisa terbilang rahasia.

Sesampainya di aula gedung berukuran hampir sekitar 1 kilometer persegi, tersedia tempat duduk berbaris seperti terasering. Semakin jauh, semakin meninggi. Begitu pula pada podium paling depan, semakin menurun.

Semenjak aku menjalani kuliah, berkumpul seperti ini seolah hal yang sudah biasa. Bahkan terkadang menjadi kewajiban bilamana tidak menghadiri. Padahal sejujurnya aku tidak menyukai tempat perkumpulan atau bergerombol.

Semua telah berkumpul. Perhitunganku sepertinya salah, mungkin sekitar 500 orang lebih terpilih yang mendaftarkan diri. Atau mungkin lebih dari perkiraanku kali?

 

“Para hadirin, penguji beta, beta tester generasi teknologi baru virtual reality berbasis full dive. Harap duduk dengan tertib agar kami segera menginstruksikan prosedur pengujian ini.”

Ujar perempuan yang berdiri di tengah podium, tentu saja ia menjadi pandangan utama dari para hadirin, yakni para penguji beta.

“seperti biasanya, kami akan mengenalkan secara singkat tentang pengujian apakah ini, seperti apakah ini, bahaya tidakkah ini? Harap simak dengan seksama.”

Semua para hadirin memerhatikan, tidak, tidak semua. Beberapa dari mereka ada yang aku intip, terlihat senang bukan main. Mereka seolah berkata, “akhirnya, tiba waktunya.” Tidak sabar ingin segera mencoba.

“tahun ini. Penemuan teknologi vr berbasis full dive telah ditemukan, teknologi full dive dulu seolah menjadi angan-angan belaka, di samping itu bila kita melakukan kilas balik. Beberapa film layar lebar yang berusaha menggambarkan teknologi full dive, dimana kita dapat mengontrol avatar kita dalam program sepenuhnya telah banyak dirilis dengan judul yang bermacam-macam.”

“tentu saja hal tersebut dulu adalah semacam prestasi yang luar biasa bila mana teknologi tersebut ditemukan dan dapat digunakan untuk masyarakat luas tanpa terkecuali.”

“perusahaan Newgen, membuat alat simulator full dive dari hasil modifikasi alat vr dengan merubah sistemasi proses serta komponennya. Menghasilkan prototip alat vr yang dapat memancarkan sinyal dengan kerapatan tinggi.”

“hal tersebut bertujuan agar, pengguna dapat menggunakan avatar miliknya dalam program sepenuhnya.”

“tentu saja, sebelumnya kami sudah mempertimbangkan dan melakukan banyak uji coba tentang uji kelayakan alat ini agar dapat digunakan aman oleh para penguji sekalian.”

“server kami, berbasis awan data/data cloud dimana terenkripsi secara aman. Sehingga kalian tidak perlu khawatir tentang privasi & data kalian.”

 

Si cewek berambut panjang hitam tersebut berpidato. Monolog, menjelaskan bagaimana sistematika alat fulldive yang nantinya bakal dicoba dan dipakai oleh para penguji. Artinya aku juga bakal pakai. Mau tidak mau aku harus memperhatikan, walau pun sebelumnya jauh-jauh hari aku sudah mencari referensi dari beberapa sumber yang aku percayai tentang penemuan teknologi ini.

“objektif kalian sebagai penguji coba adalah bermain, bersenang-senang biasa. Layaknya kalian menguji sebuah program, tetapi kami tidak memusatkan kalian untuk mencari error atau bug.”

“program kami saat ini adalah versi final. Kami dapat memastikan tidak ada bug/error.”

“kami tidak meminta kalian menjadi bug hunter, bersenang-senanglah seperti kalian bermain game seperti biasanya. Pengguna yang berusaha mencari celah atau kelemahan dalam program ini, akan mendapatkan hadiah tentunya. Tapi kami tidak menganjurkan.”

“kalian adalah yang terpilih, kami memang sengaja tidak memberitahu orang banyak tentang adanya pengujian ini. Mempertimbangkan nantinya bakal membludak para penguji yang ingin mengajukan diri.”

“dikarenakan terbatasnya alat yang kami produksi & siap pakai, kami hanya membatasi sampai kurang lebih 500 penguji ikut serta dalam pengujian massal pertama penggunaan alat vr berbasis fulldive ini.”

“sampai saat ini, ada yang perlu ditanyakan? Kami harapkan kalian memahami bagaimana prosedur.”

Cewek tadi mengakhiri pidato panjangnya dan memberikan kesempatan para penguji untuk bertanya.

 

Satu orang mengacungkan tangan, diikuti oleh yang lainnya, kemudian menambah lagi. Total berkisar sepuluh lebih penanya,

“baik, mas-nya yang nomor 4 dari depan, silahkan…”

“teknis full dive ini nantinya seperti apa Kak? Apa nanti kita berdiri di tempat atau ruang dimana kita dapat berbuat apapun untuk mengontrol avatar kita atau seperti apa Kak? Terima kasih…”

“pertanyaan yang bagus, jadi nanti yang harus kalian lakukan agar dapat login masuk. Adalah dengan tidur telentang seperti halnya beristirahat di kala malam atau siang hari.”

Ia diam, mengambil napas kemudian melanjutkan “mengenai kondisi tubuh, kami mempunyai banyak fasilitator untuk setia menemani para penguji setiap ruang untuk memperhatikan kondisi tubuh. Bila kondisi tubuh menolak atau artinya menolak diberi kerapatan sinyal tinggi, maka secara otomatis alat vr full dive akan memutus koneksi dan alhasil tidak membahayakan pengguna”

“game apa yang bakal kita uji kak?”

“untuk itu, kami mengkonversi game berbasis sandbox & open-world sebagai uji coba pertama. Yakni minecraft.”

Semua tiba-tiba bersorak, seolah terkejut senang setelah si cewek memberitahu akan nama game yang hendak diuji dalam bentuk vr.

 

Technical meeting telah usai, semua beta tester diperbolehkan pulang untuk mempersiapkan diri. Kami diharapkan untuk besok menggunakan pakaian berbahan kain halus atau tidak menimbulkan banyak keringat.

Sesampai kos, ponsel kembali berdering. Nampaknya si Termux menelpon lagi.

“sup.”

“sup. Ya”

“ini aku dapet informasi dari temen, temen ini dari dewan mahasiswa. Kalau mulai besok, diadakan libur sementara waktu karena adanya perawatan kampus. Rencana kamu mau pulang atau masih di kos?”

“informasi dari temen, ok. Tapi dari dewan mahasiswa kan? Kalo gitu, kayake aku masih disini. Karena ada tugas yang harus stay disini.”

“walah, aku juga kayaknya ini ndak jadi mabar juga wekk”

“lah kenapa Ter? Ada tugas juga?”

“ya enggak sih, palingan kamu ndak tahu. Ada even yang mau aku ikuti..”

“ya ya ya, wes pokoknya gitu. Kalo misalnya evennya bagus, cerita ke saya la”

“oke.. ready ma Boiss”

 

Kami mengakhiri telepon dengan percakapan akhir bahasa Inggris.

Kalau ini memang akan terjadi libur untuk beberapa waktu, aku harus memberi tahu Ibu Bapak tentang ini, dan juga mengenai tugas skripsi yang akhirnya aku sudah mendapatkan objek penelitian.

“Ya halo? Ada apa le?” Ibuku menjawab merespon cepat begitu aku menelpon.

“ini Irma. Tadi aku dapat informasi, entah ini betul atau ndak, nanti kampus akan libur sementara waktu. Katanya untuk perawatan sekilas, nah akan diberlakukan kelas online untuk sementara waktu Bu.”

“oalah ya ya. Perawatan kampus ya? ya ya” Ibu cepat mengerti. Tidak begitu tanya ataupun komentar.

“kalau begitu, kamu mau pulang apa tetep di kos? Gimana skripsinya? Sudah dapet judul?” Ibu kembali bertanya setelah hening satu detik.

“mungkin ndak pulang aku Bu. Tentang skripsinya, judulnya sudah ditentukan tinggal memulai risetnya. Jadi libur kedepannya, kalau emang bener terjadi, aku ndak pulang sementara Bu.”

“baik baik Le. Hati-hati, tetap jaga kesehatan. Apalagi ini tugas skripsi, harus dikerjakan serius ya”

“ye.. berarti belakangan ini saya sering tidak serius ini” aku memulai candaan seperti biasanya.

“serius tapi kadang dilihat kayak biasa atau malah ez ez aja.”

 

Kami mengobrol sekilas, cukup lama, sampai akhirnya nyaris lupa waktu saling cerita. Obrolan berakhir ketika aku harus membeli makanan sebagai menu makan malam, karena tidak terasa obrolan larut sehingga lupa waktunya makan malam.

Ah coba bayangkan aku punya kekasih, sudah pasti dimasakin atau dianter bingkisan makanan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.