MINECRAFTER VOL. 1 - Bab 3: Sleep Diving

 

Bab 3: Sleep Diving

 

“ruang.. 270…. Ti..”

Melangkah hati-hati, mengecek tiap label kamar. Seraya memperhatikan berkali-kali kartu identitas sekaligus nomor ruang pengujian.

“cih, aku buruk dalam hal kecil seperti ini…”

“dua tuju tiga, dua tuju du—“

*bukk

 

Seorang menabrak, aku tidak melihat jalan dengan baik, karena terlalu fokus pada label-label per kamar untuk mencari ruang kamar. Tanpa sadar, aku menabrak seorang sampai aku terjatuh.

“ahh sakit bet..”

Rambut panjang, terlalu panjang menurutku. Warna hitam semu-semu biru. Ia pasti memakai cat rambut.

Tidak ada waktu yang cukup untuk bengong, aku harus segera meminta maaf karena terlalu ceroboh. Sebentar lagi akan diadakan presensi penguji!

“maaf, aku tadi nggak lihat jalan. Kau nggak apa apa kan?” ujarku segera bangkit dan merayap menghampirinya selagi ia masih mengelus-elus dahinya.

Ia menyeka rambut hitam semu biru tebalnya, nampak dahi sedikit memerah karena benturan.

“… eh maaf maaf!”

Ia segera bangkit, berdiri walaupun sempat nyaris ambruk lagi. Kedua tangannya langsung sibuk menyisir poni rambutnya yang nyaris menutupi kedua matanya.”

Salah satu tangannya meraba, dan ekspresinya berubah menjadi kaget terkejut, “eh, jepitku, jepitku…”

Penjepit tipis tergeletak jelas di bawahnya. Aku segera mengambilnya dan memberikannya ibarat rasa hormat rasa bersalah karena menabrak seorang.

“ini.. ini penjepit rambut kamu?” ujarku seraya memberikan jepit rambut tipis.

Ia segera mengangguk begitu melihat penjepit rambut yang aku berikan “iya iya. ini jepitku, makasih-makasih banget ya..” dan segera mengambilnya.

Aku terdiam melihatnya bersusah-payah menyisir poni dan menjepitnya di dahi pelipis kirinya, dekat telinga kiri.

“makasih ya. Um… siapa namamu?”

 

“diharapkan penguji coba untuk segera menempatkan ruangan. Satu ruang, terdapat empat seat untuk empat orang penguji. Sekali lagi, diharapkan—“

“ah um. Terima kasih, kalau begitu aku masuk dulu ya.” ujarnya seraya meninggalkan.

Ia pergi berlalu, aku menoleh melihat beberapa label kamar.

“Dua tuju satu, dua tuju kosong.. ini kompleks.. ti… oke masuk.”

 

Ruangan 270 Ti, terdapat empat ranjang sesuai yang diumumkan. Ini artinya satu ruang, aku akan bergabung dengan 3 orang lainnya yang ruangannya sama. Walaupun begitu, tetap saja nanti setelah dimulainya uji coba. Semua akan login dan tidak sempat menoleh berkomunikasi antara satu sama lain.

Dua orang berpakaian putih, khas seperti perawat. Laki-laki dan Wanita. Mereka berdua nampaknya yang ditugaskan untuk memantau kondisi fisik kami.

“Madam?” wanita yang bertugas mengecek, mengabsen.

“bukan, saya Iruma.”

“ouh maaf. Oke oke, nama Iruma ada disini. Iruma Nafian kan?”

Aku mengangguk singkat, menyodorkan kartu identitas. Wanita itu melihatnya sekilas, kemudian mempersilahkan untuk segera menempati seat.

 

Sebelum aku login, aku harus ingat, tujuan apa aku melakukan ini. Sejujurnya kalau bukan karena tugas perintah dari dosen, aku tidak mau melakukan ini.

Ikuti alur sebagai seorang beta tester, ini akan jadi pengalaman pertamaku menguji suatu proyek besar dimana menguji suatu alat yang meng-over dive seluruh tubuh. Meskipun ada rasa ketakutan & kecurigaan, bagaimanapun ini satu-satunya jalan untuk dapat menyelesaikan skripsi yang akan aku garap setelahnya.

“Lenka Fitria, masuk. Silahkan duduk di seat sebelah sini.”

Entah apa nantinya, mungkin aku harus bertahan hidup atau semacamnya. Ikuti alurnya, nikmati alurnya atau aku nanti tidak bakal bisa menceritakan pengalamanku dengan baik.

“pengecekan fisik bisa langsung dimulai.”

 

Pengujian alat dilakukan, semua pengawas bersedia mengawas memonitori kondisi perorangan dari para penguji. Diantaranya seperti memperhatikan kondisi detak agar tetap dalam kondisi normal, tekanan darah yang terdapat dalam kepala, dan kondisi fisik lainnya.

“Iruma kalau kamu sudah siap. Tekan tombol power di areal pelipis kiri. Nah yang satu ini.” Ujar pengawas laki-laki seraya menunjukkan tombol power yang dimaksud dengan mengarahkan telunjuk kiriku.

Alat berbentuk semacam headset, tetapi aku rasa lebih berat sehingga tidak mungkin menggunakannya dalam kondisi berdiri.

Selain alat vr yang berbentuk seperti headset ini, terdapat pula alat semacam ct-scan yang melingkar membentuk semacam terowongan di bagian kepalanya.

Welcome home, I’ll come back on.

“ok, aku sudah siap.”

“baik. Iruma, telah siap! Aktifkan monitoring!”

 

Segenap cahaya menyilaukan mata, aku rasa pemindaian dimulai disertai pijatan relaksasi yang aku rasakan di kepala bagian belakang. Hal ini membuatku semakin rileks, dan mulai terlelap. Alat ini mulai bekerja.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.