MINECRAFTER VOL. 4 - Bab 12: Tim

 

Bab 12: Tim

 

“kamu lihat itu?” Bisik Yuki.

Aku yang sedang menggenggam obor, “itu zombi mungkin tidak ada rencana untuk maju. Ia mungkin hanya idle & akan maju bila ada objek yang men-triggernya.”

“Irma, aku lihat kamu tadi berlatih pedang. Ya kan?”

Aku mengangguk, “yap. Kamu ingin aku memamerkan skill? Tidak, aku memilih skip.”

Si Yuki mengambil langkah maju, aku mencegah “kau mau menyerangnya? Ini beda sama minecraft yang biasa kamu mainkan.”

“yap tentu saja. Memangnya kenapa?”

“zombi tetap saja dia mob. Sistem perspektifnya terhubung dengan zombi-zombi lainnya. Jadi, jangan menyerang. Ia hanya idle.”

Idle yang bisa diartikan menganggur. Tetapi dalam konteks ini, idle memiliki arti bengong atau tidak melakukan apa-apa. Seperti zombi yang kami tuju, ia idle. Kami memantaunya dari jarak cukup jauh. Meskipun ada beberapa mob hostile yang bermunculan, mereka hanya idle & tidak sedang mengejar objek sesuatu.

“mob hostile sini, khususnya zombi. Mereka tidak sedang mengincar sesuatu. Mereka idle, jangan kamu ganggu.” Jelasku lagi.

Yuki menyarungkan pedangnya kembali, “hum hum. Aku tidak bisa melawan perintah seorang yang pernah menyelamatkan nyawaku di sini ketika nambang.”

“sudah tahu talentanya berkaitan dengan pedang, kenapa malah nambang oi” Gasakku.

Ia memalingkan muka seraya menyeka rambut poninya, “ya, biasanya di bawah tanah itu ada dungeon yang ada kotak berisi item-item bagus.”

*vwung

“Minggir Irma!” Seru Yuki maju, menarik pedang dari sarungnya. Menepis panah yang melesat entah dari mana.

*klang!

Aku menarik dagger mengambil posisi siaga, “panah dari mana itu?”

“Padahal aku sudah nge-cek, areal sini tidak ada skeleton. Kalau pun ada, aku sudah bisa melihatnya." Yuki masih geram, ia mencengkram satu pedangnya. Matanya siaga bila ada anak panah melesat.

 

“semuanya! Makhluk mengerikan datang! Masuk ke rumah masing-masing!” Seru seorang menggema seantero desa.

Kami berdua menoleh, mendengar sahutan tersebut “heh apa?” Ujarku kaget dan segera berlari kembali ke desa.

Saat ini aku & si warrior cewek berada kurang lebih sepuluh meter dari desa. Beberapa desa memiliki semacam pagar, kami memilih tempat yang tidak berpagar untuk bersiaga barang kali ada mob hostile yang merayap masuk.

Tapi, nampaknya mob hostile di sini lebih cerdik dan dapat menebak taktik. Harusnya aku tahu dan menyadari itu lebih awal.

“kalau villager kena serangan zombi,” Aku berguman seraya berlari.

Yuki menggertakkan gigi ia berujar “anak-anak dalam bahaya! Aku duluan Ir!” Yuki berlari lebih cepat. Efek warrior yang cekatan, memberikan efek lari cepat ketika menggunakan sprint. Dengan efek ia akan memakan banyak stok stamina dalam dirinya.

 

Sesampai desa. Semua hiruk pikuk. Mereka bingung, ketakutan. Seperti layaknya villager di minecraft. Mereka keluar-masuk dari pintu. Entah apa yang dilakukannya aku tidak tahu mengapa.

“masuk. Cepat masuk ke rumah masing-masing!” Ujar wanita dengan kapak disandarkan didekatnya.

“kapak, barbarian??”

Si pandai besi keluar dari tempat persembunyian/rumahnya. Ia menghampiri si wanita dengan kapak bersandar di dekatnya. Kemudian si pandai besi berkomunikasi singkat, si wanita menjawab gestur terima kasih. Lalu si pandai besi lari kembali bersembunyi di dalam rumahnya.

Meskipun banyak orang yang berlalu-lalang. Rasa ancaman terasa, mungkin yang dimaksud oleh si wanita ini adalah ia merasakan zombi atau mob hostile yang mendekat. Perasaan ini mungkin hanya dimiliki oleh beberapa orang yang memiliki bakat/talenta tertentu.

“dimana-dimana?” Yuki berusaha menanyakan salah satu villager. Tapi mereka terburu panik, sehingga mereka tidak menghiraukannya.

Yuki mungkin seolah serba tahu kalau ada musuh atau mob. Meskipun sebenarnya warrior hanya tertuju pada pola serangan, petarung. Tetapi dalam hal insting, ia lemah. Terlihat ketika si Yuki bingung, seolah berusaha bertanya ‘dimana musuhnya?’.

Ia mungkin tidak merasakannya. Artinya warrior tertuju pada kemampuan untuk fokus. Bila ia sudah mengetahui atau melihat lokasi musuh, meskipun dalam sekali pandang. Ia dapat memperkirakan musuh tersebut akan ke mana, dan bagaimana.

Aku menghampiri si wanita kapak ini, ia terkejut dan menyeru “kenapa kamu masih di sini? Cepat masuk! Kami mendapatkan informasi kalau makhluk mengerikan akan mendekat!”

Ia terdiam kaget ketika melihat aku menunjukkan gestur membuka menu. Hal ini aku tujukan agar ia langsung mengerti kalau aku bukan villager. Melainkan pemain betatester seperti dia juga.

“beta tester! Syukurlah. Kamu mau bantu kami? Tim kami mendapat informasi akan mob hostile yang mulai menyerang!” Seru si wanita ini.

Aku mengangguk cepat. Ia segera mengambil kapak yang ia sandarkan, dan menyeru “kalau begitu, ikuti aku!” kemudian beranjak lari.

“Yuki!”

Ia menoleh, “Oke!”

 

Si wanita kapak ini menuntun kami menjauh dari desa. Sampai akhirnya mendapati beberapa orang yang bersiaga.

“gimana? Sudah kamu kabari villager?” Tanya seorang yang paling tinggi di antara mereka.

Kapak, busur panah, busur panah, tameng. Mereka semua beta tester sama seperti kita.

“sudah. Kebetulan aku ketemu sama-sama player… ini mereka,”Ujarnya menunjukkan sesosok kami berdua.

Ia, si tinggi datang dan mengulurkan tangan. “player juga? Kalau begitu, salam kenal.

“salam kenal.” Aku menjawabnya seraya menjabat tangannya.

“um. Berkenalannya nanti saja ya, soalnya sudah ada gerombolan yang datang..” Ujar pemain lain dengan tameng yang berukuran separuh tubuhnya.

Si tinggi segera mengiyakan dan mengambil busur dari pundaknya seraya menyeru “ok ok. Kalau begitu, ambil senjata masing-masing. Fokus pada bakat masing-masing. Objektif, lindungi desa ini.”

Mereka bertiga, menyeru semangat “siap! Lindungi desa…”

“dan juga farming xp-nya…” Ujar salah satu dari mereka.

Sontak kami tertawa lepas karenanya.

 

Sedari tadi kami sudah ditebak rupanya. Kami berencana mencegat bila ada mob hostile yang akan menerobos jalur kosong tanpa pagar. Tetapi mob hostile mengetahui taktik kami, maka dari itu mereka memilih untuk menerobos pagar di mana mereka mengira tidak ada yang menjaga.

Aku dan Yuki belum menjalin party. Sehingga aku tidak dapat melihat bakat & talenta apa yang digunakan. Mereka langsung maju dan memulai membabat beberapa zombi yang mulai memasuki area awas pengawasan.

“mereka maju duluan. Kalo gitu, formasinya sama kayak biasanya.” Yuki berujar seraya menarik dua bilah pedangnya menyilang.

Begitu pula denganku. Meskipun hanya satu, skill irisan tepi memberikan damage yang fatal dibayar dengan durabilitas yang berkurang drastis.

 

“kamu lihat ada skeleton?” Yuki berujar.

Aku yang sudah menyadari wujud skeleton yang dimaksud, “yap. Mau kamu ngadepin sendiri?”

“nggak. Aku mau coba pola serangan untuk menghadapi skeleton. Mungkin ini percobaan, mau?”

“kalau aku jadi samsak panah, skip!” Seru aku menolak.

Si Yuki, bakatnya warrior. Berfokus pada serangan, poin nyawa yang tidak setebal milikku(ore seeker). Pola skillnya berfokus pada memberikan damage, artinya rencana pola serangan yang dipikirnya nantinya bakal menjadikan si penambang ini/aku jadi tameng atau tumbal. Makanya aku menolak.

“nggak, nanti aku yang maju. Nepis panahnya, baru kalau sudah cukup dekat. Kamu keluarin slice edge.. gimana?”

Maju, Yuki yang memimpin. Ketika skeleton yang menyadari pergerakan kita, ia melepaskan anak panah. Kemudian Yuki menepisnya sampai jarak kami dan skeleton yang ditargetkan cukup dekat, aku meluncurkan serangan fatal. Slice Edge/Irisan tepi.

Aku diam berpikir.

“gimana? Kalau yang dapet kill kamu, bisa nambah poin pengalaman!”

Mereka melihat kita masih berbincang, “oi! Diskusinya nanti saja ya! tolong bantu kami!”

Kami buyar seketika, “baik-baik! Ayo Yuki!”

 

Target pertama, skeleton.

“Yuki!”

“siap!” Seru ia seraya melakukan sprint. Kecepatan larinya seketika bertambah cepat.

Skeleton menyadari, objek mendekat dan berada di lingkup jarak tembak miliknya. Ia mengangkat busur, mengambil anak panah yang entah dari mana untuk ditariknya dan dilepaskan.

*vwung! *tang!

Si Yuki menepisnya dengan pedang ia genggam.

Skeleton punya waktu interval sekitar tiga detik untuk dapat menembakkan panah lagi. Dengan jarak sedekat ini, ia tidak memiliki waktu cukup untuk melepas tembakan.

*wush *krak!

Pedang putih cemerlang Yuki menghantam tulang dadanya, suara retak terdengar.

Ia tidak memberikan satu serangan, dengan dua pedang yang ia genggam. Kesempatan untuk mengeluarkan skill beruntun sangat tinggi,

*krak! *krak! *klang!

Empat hit ia keluarkan. Menebas model huruf ‘X’ pada dua serangan pertama, dan finalnya ia menebas vertikal mencoba mengiris bagi dari atas kepala tulang. Namun semakin mendapatkan serangan, skeleton tentu mendapatkan knockback. Hal ini menyebabkan serangan final irisan vertikal yang Yuki keluarkan tidak terkena dengan baik.

“Iruma!”

Karena itu, ia sudah merencanakan ini. Memanggilku pertanda switch. Ialah gantian yang menyerang.

“ok!” Balasku seraya melakukan dash, sampai pada jarak sangat dekat dengan skeleton. Menebas titik vital dengan dagger yang dimodifikasi oleh si pandai besi.

*prak *krak *prakk

Area vital terkena, nyawa skeleton menemui angka nol. Tubuhnya seketika berantakan hancur tulang belulang.

“bagus. Lanjut ke skeleton yang lainnya!” Yuki menyeru dan melanjutkan sprint.

Aku mengiyakan, dan mengikutinya dari belakang.

 

Kami terus menggunakan metode serang tersebut untuk membabat skeleton yang berkeliaran. Sedangkan mereka, Si tinggi dan si wanita yang menggunakan kapak sebagai senjata utama, dan personil lainnya. Mereka menyerang dan bertahan. Menurutku mereka menyesuaikan bakat/talenta yang dimilikinya.

Dua orang pemanah, artinya pola serangan mereka sebagian besar berbasis jarak jauh. Untuk jarak dekat, mereka punya si wanita kapak yang bila ada zombi yang kebetulan lolos seketika ia maju meluncurkan gebuk kapak pada kepala zombi tersebut.

Di samping itu, mereka punya personel yang dapat dipertaruhkan. Maksudku, mereka punya personel yang menggunakan tameng sebagai senjata utama. Aku tebak, ia pasti menggunakan talenta Shielder. Sebelumnya aku ingin memadukan antara tameng dan kapak tambang, tapi poin crafting & smelting tidak mencukupi untuk membuat tameng.

Si tameng ini maju sebagai umpan. Nantinya dua orang pemanah menembaki musuh yang terpicu oleh si tameng dari jauh. Sedangkan si wanita kapak berada di samping si tameng, saling melengkapi.

“tim situ kompak banget,” Gumanku.

*tang! *klang!

“apa? bilang apa tadi? Ayo lanjut! Aku ndak bisa nepis ini terus!” Ujar Yuki berusaha menahan anak panah yang menghujam silih berganti.

 

Berapa jam kami bertarung. Mungkin hampir tiga jam. Jumlah mob hostile yang menyerang sangat banyak, tetapi rasa lelah seorang tidak terasa. Hal ini mungkin karena tidak dihadapi dua orang sendiri. Ada tim yang membantu, meskipun kami belum sempat berkenalan.

“mereka mundur?” Ujar si Tameng.

“biasanya kalau mereka sadar ada objek musuh, mereka bakal maju tanpa mengenal lelah.” Kataku.

“mob di sini berbeda seperti minecraft aslinya. Mereka mundur! Mereka mundur!!” Seru si wanita seraya melepas kapak dari genggamannya.

Meskipun ada pagar yang kemungkinannya kecil bila ditanjaki seorang diri, mereka tetap berusaha menerobos dengan saling menaiki sampai akhirnya ada yang lolos dan lolos. Namun nampaknya setelah banyak aliansi mereka yang mati hancur, ditebas, terbelah, tertembak dengan senjata tajam yang kami gunakan. Mereka seolah mundur dan bersikap acuh tak acuh.

Si tameng merasa lega, ia seolah ingin ambruk tetapi tameng yang ia genggam menahan bobot tubuhnya.

Kami langsung kembali ke tempat di mana tadi kami bertemu dengan kelompok sesama penguji ini.

 

[89%] Yukina, Warrior Lv. 50

---[28%] Stamina

---[10%] Poin Wareg

“kamu lapar?”

Ia merenggut, “sudah tahu tanya.” Seraya mengangkat jarinya membuka menu, mengetik sesuatu.

Si wanita kapak dari kelompok mereka berseru, “hari ini, misi melindungi villager sukses! Terima kasih untuk semua!”

“pemanah seharusnya maju. Mereka bahkan tidak merasakan pertarungan di garda terdepan!” Sungut si tameng.

“eh kalian! Pasangan serasi! Aku belum kenalan sama kamu kamu semua!” Seru si wanita yang menggunakan kapak sebagai senjata utama.

Tanpa berkomentar, kami segera turut bergabung dan mulai berkenalan antara satu sama lain.

 

“siapa namamu?” Ujar si tinggi pemanah.

Aku menjawab singkat, “Iruma.”

“Yukina” Ujarnya bergantian.

“senang bertemu denganmu. Terima kasih sudah bantu melindungi desa ini.”

Kemudian si cewek yang tadi berseru meminta para villager untuk masuk ke rumah masing-masing, ia maju berganti dan mulai memperkenalkan diri, “Aku Reina! Reina. Rei. Woodpenter.” Ia menyebut namanya dan bakat/talenta yang ia pakai.

“Iruma.”

“Yukina.”

Ujar kami berdua menjawab bergantian.

“tadi aku melihat, ada yang menggunakan pedang ganda? Ya kan? Siapa tadi?”

“kalian mungkin salah lihat. Tadi aku dan Irma pakai belati dan pedang, menyerang bersamaan. Jadi mungkin sekilas terlihat seperti pedang yang ganda.” Yuki menjawab, ia memberiku kode untuk aku saja yang menjelaskannya. Entah.

 

Reina, perempuan dengan kuncir satu di bagian kiri kepalanya. Ia berkata “hm… karena untuk mendapatkan bakat swordman. Itu perlu farming lama untuk itu. Apalagi sampai dapat menggunakan dua pedang. Sejauh ini, aku belum pernah bertemu pemain dengan dua pedang.”

Sejauh itu? Maksudku, bukannya pedang adalah senjata utama? Apalagi kalau yang pernah bermain game rpg. Pasti ia akan memilih senjata utamanya sebagai pedang.

“sejauh itu?” Aku sontak kaget tidak percaya.

“di minecraft ini, pasti kalian sudah menyadari tentang sistem bakat atau talenta.. untuk mendapatkan talenta tertentu, maka kalian harus punya niatan yang tinggi untuk itu.” Ian yang berparas tubuh tinggi berujar.

“bahkan kalau farming sekalipun. Hanya modal farming untuk mengoleksi badge talenta, mungkin sistem sudah menyadarinya dan tidak akan mendapatkan bakat yang diinginkan.” Ujar Ian menjelaskan sistemasi bakat/talent di dunia ini.

“kemauan yang tinggi, niat yang tinggi.” Gumanku sembari melihat kepalan tangan yang biasa aku gunakan untuk menggenggam dagger.

Yang dikatakan Ian ada benarnya. Ia mungkin mengatakan hal tersebut tanpa dasar sumber. Tapi ia menjelaskan sistemasi talenta sesuai dengan pengamatan yang ia alami selama masa uji beta ini. Mungkin karena inilah aku tidak segera mendapatkan badge talenta ‘Swordman’, kurangnya niat.

“tapi selebihnya, tidak perlu fokus untuk itu. Lagi pula ini hanya game uji beta.” Ian berkata seraya memasukkan busur panahnya ke dalam inventori miliknya.

 “aku capek jaga malam. Hari ini aku mau tidur ya!” Seru Reina, cewek dengan kuncir satu di bagian kiri kepalanya.

“aku izin juga. Aku harus memperbaiki tameng ini.” Si tameng yang belum memperkenalkan diri, ia turut ambil absen sepertinya.

Ian menoleh bingung, dua personel timnya meminta izin seketika. Jadi tim ini selalu punya sift jaga malam?

“aku saja yang jaga malamnya.”

Kami menoleh semua, menuju sumber suara yang nyaris parau.

Yang berujar adalah perempuan, dengan busur panah di punggungnya. Kuncir kuda. Poni rambutnya nyaris hampir menutupi kedua matanya.

“tapi kemarin, kemarin kamu sudah ambil sift jaga.” Ujar Ian seraya mengangkat kedua tangan setinggi dada.

“aku bisa kok. Tinggal nanti kirimi aku bekal” Balasnya singkat seraya melangkah melewati kami bertiga.

Ia terhenti, ditengah. Antara aku dan si Yuki. Kepalanya merunduk, kedua matanya bahkan hampir tertutupi oleh poni rambutnya. “Iruma. Kan?” Katanya pelan. Pelan sekali.

Aku sudah memperkenalkan diri sebelumnya, ia belum. Siapa namanya?

“ya. itu nickname ku. Kamu—“

“Lenka.” Potongnya. Ia terdiam sejenak, kemudian berkata lagi “Archer.”

“ah iya. Aku dari awal menebaknya, karena lihat ada busur panah di pundakmu.” Ujarku pelan.

Ia menyunggingkan senyum, kemudian melanjutkan langkahnya.

“tunggu, apa? apa kamu tidak ingin berkenalan denganku juga?” Ujar si Yuki kaget melihat tingkah Lenka yang hanya berbicara denganku saat berpapasan. Seolah mengabaikan si cewek warrior ini.

Ia melirik si Yuki. Lirikannya seolah mengancam. Yuki bahkan nyaris reflek mengambil bilah pedang karena mimik wajah dari Lenka yang seolah mengancam hendak memberikan serangan kejutan.

Diam selama beberapa detik, ia berlalu melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Kami, khususnya Yuki yang sedang diam beku dalam posisi siaga.

“dia. Dia biasanya tidak begitu. Mungkin ada sesuatu yang memuatnya kesal. Apa kalian lapar?” sontak Ian mencairkan suasana yang sempat tegang beberapa momentum tadi.

Yuki melepas posisi siaga, membuka menu, memunculkan kotak persegi trepes. Semacam kardus dengan tinggi mungkin satu jari.

 

“pizza box? Di mana kamu mendapatkannya?” Ujar mereka.

Yuki meringis, “um. Aku hanya membantu salah satu Ibu-ibu yang membuka restoran hendak membagikan pizza kepada anak-anak… tau-tau eh dikasih.”

“tapi tapi, pizza. Pizza ini, untuk membuatnya banyak bahan yang langka didapatkan!” Ujar si tameng.

Saat ini aku, Yuki, dan tim Ian berada di semacam gubuk. Melihat kontur gubuk ini, seorang yang membuatnya. Bukan dari villager.

Si tameng yang terus mengoceh takjub akan pizza box, ia nampaknya paham akan hal masak-memasak. Terlihat bagaimana ia menebak-nebak pizza ini terbuat dari apa, dan bagaimana cara mendapatkannya.

Aku saja yang memasak daging domba, ayam dengan tungku perapian itu sudah aku anggap luar biasa rasanya. Meskipun hambar.

“tunggu, siapa namamu? Kamu belum menyebut namamu, aku tidak enak memanggilmu tanker..” kata Yuki seraya mengambil potongan pizza dari box dan mulai memakannya.

Si tameng baru teringat, ia belum sempat mengenalkan diri malahan meminta izin untuk tidak sift malam. Sontak ia langsung mengambil pose, memperkenalkan diri.

“ah iya ya. Baik, nama.. Fardan. Pemain yang biasa menerima damage dari musuh & selalu jadi umpan atas perintah komandan Ian!” Ujar Si tameng Fardan ini dengan pedenya.

“hey hey. Jangan bilang jadi umpan! Kamu membuat buruk citraku!” Seru Ian tertawa.

Kami semua tertawa lepas.

“tapi kamu tidak sendiri Dan.. aku menemanimu ketika maju di garda terdepan kok!” Ujar Cewek yang memiliki bakat diambil dari proses tebang-menebang pohon. Reina.

“santai, setelah ini kamu tidak sendiri di garda terdepan!” Balas si Yuki.

“nah ini. Aku baru melihat tipikal pemain. Yang dapat membunuh skeleton dari jarak jauh, merangsek maju sampai sedekat mungkin dan memenggal skeletonnya.” Reina berujar sembari menunjuk-nunjuk kami.

Aku berujar, “karena untuk buat tameng, butuh pengalaman crafting sama smelting. Poinku nggak cukup untuk buat tameng.”

“ya.. di samping itu, akhirnya kami menggunakan taktik menyerang langsung maju. Skeleton biasanya hanya mengincar satu target. Jadi kalau nggak aku, ya Iruma. Yang diincar skeleton, ia harus memecah formasi agar panah diluncurkan dan yang tidak diincar langsung menyerang.” Yuki menjelaskan panjang lebar.

“itu pola serangan yang bagus. Cocok buat kalian, sama-sama bakat pedang.” Ujar Ian.

Aku sontak mengangkat tangan, “um. Aku bukan pengguna pedang. Talenta yang aku gunakan bahkan mengurangi ketepatan serang bila aku menggunakan pedang.”

“lah berarti yang tadi pakai pedang? Siapa?”

“ini, cewek rambut panjang nyaris sepanjang pinggang. Poni yang nyaris menutupi kedua matanya. Yuki.” Jawabku seraya menunjuk Yuki.

“apa sih, ejek-ejek rambut juga! Aku suka model ini kok!” Sewot Yuki.

Reina melirik si Yuki, “berarti tadi Yuki pake dua pedang dong. Tidak mengakui…”

“nggak, aku emang pakai pedang. Tapi kalau ini orang, ia pakai belati/dagger.”

“loh, tapi talenta yang dipakainya bukan berhubungan dengan pedang? Itu bisa memberikan efek negatif kalau pakai pedang loh!” Ujar Ian.

Ia benar, si Yuki bila mencoba menambang. Hasil tambang yang diperoleh akan berbeda denganku. Meskipun menggunakan alat tambang yang sama, lokasi yang sama. Tetapi kualitas bijih material yang didapat berbeda. Hal ini memang terlihat serupa, tetapi berefek ketika bijih tersebut dibuat, dilelehkan untuk membuat pedang atau suatu benda.

Aku membuka menu, memunculkan dagger di kepalan tangan kanan seraya berujar “kalau aku menggunakan pedang. Aku harus punya badge talenta Swordman. Karena saat ini aku menggunakan badge talenta yang berhubungan dengan menambang. Aku kebetulan ketika mencoba pakai dagger, tidak ada efek negatif yang aku rasakan. Mungkin ada, tetapi tidak begitu mencolok.”

“berhubungan dengan menambang.. berarti miner-kan?” Fardan menyahuti.

“iyap. Penambang.”

Yuki memutar matanya, memberi gestur seolah mengejek “dan penambang adalah bakat yang tidak memberikan banyak damage ketika menyerang. Maka dari itu, aku membuat pola serangan di mana aku menyerang dahulu kemudian serangan finalnya di selesaikan oleh Iruma.”

“malam besok-besok kamu nanti berburu sendiri yah.”

Ia menoleh kaget, panik “nggak nggak.. jangan Ir. Jangan Ir. Aku ndak bisa masak Ir.. jangan jangan…. Ya ya ya, tadi aku guyon…”

Sontak kami semua tertawa lepas.

 

Menara, Watchtower.

*vwung! *splat! *krak!

Berhenti sejenak, mengambil napas dalam. Mengambil bilah anak panah, menyesuaikan sudut tembak, dan melepas.

*vwung *splat! *splat!!

Satu panah, menembus dua target. Momentum ini memberikan banyak poin pengalaman, karena itu kebanyakan mereka yang melakukan sift malam konon ini adalah ajang untuk farming.

Karena zombi & mob hostile lainnya masih berada di titik aman. Maksudnya masih jauh, posisinya tidak sedang berusaha masuk atau mendekat pedesaan. Ia merunduk bersandar. Istirahat sejenak, mengambil napas lega, sekalipun di dunia ini mungkin tidak ada yang namanya oksigen.

Mengambil tiga anak panah sekaligus, “tiga panah beruntun!

*vwung *splaattt!! *chop!! *splatt!!

Selama zombi berada di zona awas, ia akan menarik bilah silinder dengan ujung tajam menembus. Kali ini ia tidak hanya membabat mob hostile di zona awas, melainkan juga membabat apa yang ia lihat melalui penglihatannya.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.