MINECRAFTER VOL. 4 - Bab 13: Raid

 

Bab 13: Raid

 

“bergantung pada niat dan tujuan awal…”

Kata tersebut selalu terngiang dalam benak. Mungkin karena aku terlalu larut akan meningkatkan statistik sampai lupa fokus akan kemampuan bakat.

Hari keempat. Mungkin hari keempat, dan aku menemukan kawan baru. Mereka yakni Reina si wanita yang menggunakan kapak sebagai senjata utama, Fardan yang mengaku dirinya adalah umpan ketika melawan mob hostile, Ian yang berparas tubuh tinggi menggunakan busur panah memilih menjadi archer, dan Lenka si archer.

“empat orang. Mereka bisa saling kenal dan kompak. Hm, apa mungkin ada penguji beta yang memilih jadi villain?”

*krak!

Kapak diayunkan, bongkahan batu pecah menjadi potongan lebih kecil “Irma, di situ ada banyak bijih. Ambil aja.”

Apa mungkin? Maksudku, ini dunia tidak memiliki per—

“Irma?”

Namaku disebut, nickname-ku. Aku sontak kaget “ah ya ya. Baik.” Dan segera mengayunkan kapak tambang, mengambil bijih tambang yang ada.

Sekarang aku berada di salah satu gua dekat perkampungan villager. Aku tidak sendiri, bersama Reina dan Fardan. Sedangkan si warrior cewek itu berburu bersama dua pemanah, Ian dan Lenka. Awalnya Yuki bersikeras untuk ikut menambang, karena bakat yang ia miliki bukan berhubungan dengan tambang-menambang, aku menolak keras. Hal ini aku lakukan untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.

“kita harus menggali lebih dalam lagi.” Ujar Fardan yang selalu siap sedia dengan tameng yang ia genggam.

“bijih besi sekitar sini mulai sulit dicari. Gimana menurutmu? Irma?” Reina merespon, ia melempar pertanyaan pertanggung jawaban.

Aku menggeleng seraya mengangkat kedua tangan “ini kalau digali lebih dalam… mungkin tidak ada space. Jadi, kita mungkin harus menggali sekaligus menambang.”

“menggali sekaligus apa?”

“maksudku, mungkin ini kalau digali lebih dalam. Tidak ada ruang bawah tanah. Jadi, nanti kalau nambang bakal kesulitan.” Aku menjelaskannya lagi.

Hanya persepsi, kemungkinan. Mengandalkan perasaan. Entah kenapa aku dapat merasakan kalau di balik dinding gua yang sudah buntu ini, tidak ada ruang udara. Maksudku, tidak ada ruang/space yang biasanya gua itu menerowong mencabang.

Aku dapat merasakannya hanya dengan meraba dinding gua yang kasar karena sudah berkali-kali terkena hantaman kapak tambang. Beberapa material batuan yang mengalami pelapukan mulai rapuh.

“apa mencari gua yang lain aja?” ajak Fardan.

Kami berdua, Aku & Reina menoleh. Sontak Fardan merasa canggung, “maksudku, kalau kalian mencari gua yang baru aku dapat membantu kalian dengan meng-cover kalau semisal ada mob hostile..”

“masukkannya Fardan masuk akal. Gimana? Kita coba?” Reina nampaknya mengiyakan. Ia menyanggulkan kapak tambangnya seperti laki-laki yang siap akan rintangan yang bakal ia hadapi. Ia bahkan dapat menambang, menggali. Talenta apa saja yang ia kuasai?

 

Sistemasi talenta di minecraft baru ini modelnya pemain dapat melepas atau menggunakan atau mungkin dapat memadukan talenta.

Misalnya. Talenta yang aku gunakan saat ini adalah Ore Seeker. Talenta ini adalah hasil kombinasi dari talenta dasar. Yakni miner dengan miner. Artinya aku menggabungkan dua talenta yang sama, menghasilkan talenta baru yakni Ore Seeker. Mungkin kalau aku punya ruang untuk slot talenta ketiga dan aku mengisi slot ketiga yang kosong itu dengan miner juga, Akan muncul talenta baru yang lebih sempurna dibandingkan fase kombinasi yang sebelumnya.

Begitu juga si Yuki. Ia mendapatkan kemampuan menggunakan dua pedang setelah ia memadukan dua talenta dasar (swordman). Menjadi talenta baru, warrior (fase kombinasi kedua setelah swordman).

Talenta memengaruhi avatar. Sangat mempengaruhi. Aku menggunakan talenta Ore Seeker, di mana bakat/talenta ini berfokus pada apapun yang berhubungan dengan pertambangan atau bertahan hidup(survive).

Efek sampingnya, bila aku menggunakan pedang (senjata utama dalam bakat/talenta Swordman) maka damage yang dihasilkan tidak seberapa, atau mungkin bisa jadi aku buruk dalam menggunakan pedang. Untuk mengatasi hal tersebut, aku memilih untuk menggunakan belati/dagger. Di mana tidak memberikan perbedaan yang mencolok dibandingkan bilah pedang.

 

Akhirnya kami memutuskan untuk beralih terowongan gua yang lain. Fardan mengatakan bahwa ia menemukan terowongan gua lainnya di sekitar bukit dekat sungai. Karena mengingat kami kekurangan sumber daya, diputuskan untuk mencari material tambang di gua lainnya.

“di areal sini… nah itu kelihatan.” Ujar Fardan seraya menunjuk gundukan bukit kecil dan terlihat celah terowongan sempit.

“itu.. celahnya kecil.” Respon Reina sembari berjalan bersama menuju tempat celah yang dimaksud.

Aku menjawab “nanti bisa dilebarin kok. Ini kan minecraft, objek di sini bisa dihancurkan atau dimodifikasi.”

Fardan mengiyakan, “iya betul. Tinggal nanti di-cek aja. Kalau misalnya sekiranya di dalam situ, bijih tambangnya sedikit atau mungkin nyaris tidak ada. Langsung ganti lokasi,”.

Sesampai lokasi, Reina mengajukan diri untuk menghancurkan beberapa dinding yang menghalang. Membuat agar celah gua tersebut menjadi lebar dengan kapak tambang miliknya. Untuk mempersingkat waktu, akhirnya aku ikut membantu melebarkan terowongan gua dengan menghancurkan beberapa dinding yang menutupi.

*crek

Obor berbahan bakar arang menyala. Aku & Fardan mulai masuk gua. Si Fardan dengan posisi bertahan dengan tameng yang ia genggam sedari tadi, aku menggenggam stik obor dan dagger mengambil posisi siaga, sedangkan si Reina ia memilih untuk di baris belakang karena ia menggunakan peralatan berat(kapak).

Cahaya menerangi tempat sekitar. Nampak sempit, tetapi ada beberapa terowongan. Mungkin kalau diusut salah satu, akan menuntun tempat lebih dalam lagi.

“bagaimana Iruma?” Tanya Fardan dengan posisi siaganya.

“Spasial gua ini sempit, tapi bila digali sedikit lagi ada beberapa ruang yang memungkinkan bijih besi atau material tambang berharga lainnya ada di sini..” Ujarku seraya meraba beberapa dinding bebatuan kasar dalam gua ini.

“sementara, kita menambang di sini dulu.” Ujarku seraya menancapkan beberapa stik obor penerangan.

Mereka berdua, Fardan & Reina setuju. Mengingat sumber daya kami mulai menipis, seperti bijih besi atau bebatuan yang dapat diamplas menjadi beberapa item yang berharga. Kami memilih untuk menambang di sini untuk sementara waktu.

 

Sementara mereka sedang menyelami dunia bawah tanah mencari secercah bijih material yang dapat dikembangkan menjadi banyak peralatan atau benda. Beta tester yang memiliki bakat cenderung dengan hal serang-menyerang seperti Yukina. Mereka mengisi harinya dengan berburu & melakukan hunting hewan yang dipesan oleh villager.

“aku maju saja. Ian di base aja.” Ujar pemanah dengan rambut dikuncir gaya ekor kuda.

Ian merespon, “hm.. nggak biasanya kamu milih untuk maju. Kenapa nggak di base aja? Kamu kan ahlinya manah jarak jauh..” ujarnya heran. Karena biasanya Lenka, si pemanah rambut ekor kuda ini sering memilih untuk jaga di base atau menara yang biasa menembak dari kejauhan. Dan sering kena, alias jarang miss.

“aku. Aku mau latihan manah jarak dekat yang langsung spontan.” Lenka menjelaskan alasan.

“kalau begitu, hati-hati. Aku yang jaga di base.”

 

“heh? aku satu tim sama ini?” Guman Yuki kaget karena di hari sebelumnya, cewek pemanah ini tidak memperkenalkan diri. Hanya menunjukkan namanya dengan Iruma, partner satu party miliknya.

Saat ini si Yuki belum membuat party dengan mereka berempat (Ian, Fardan, Lenka, dan Reina). Begitu juga partnernya, Iruma. Ia belum bergabung dengan party yang baru mereka temui. Sehingga Yuki tetap dapat melihat statistik vital milik partnernya, Iruma.

[100%] Iruma, Ore Seeker Lv. 47

“kalau ia pemanah, gimana coba aku bisa duet sama ini orang. Mendingan aku main sendiri. Ngesolo.” Guman Yuki sembari melihat statistik vital milik partnernya yang terhubung melalui fitur party.

Ia datang, outfitnya yang mengenakan semacam jaket/rompi. Mungkin terbuat dari kulit yang dijahit sana-sini menjadi semacam jaket dengan tudung/hoodie. “ayo.” Ujarnya singkat.

Yuki mengangguk diam, dan menarik pedang besi yang bernama Kinasih. Begitu pula dengan Lenka. Meluruskan busur dan mengambil sekian stok anak panah yang disimpan dalam inventori untuk ia persiapkan di tabung punggungnya.

“kamu membuat panah-panah itu sendiri?” Tanya Yuki melihat puluhan anak panah yang ia genggam dimasukannya dalam tabung siaga.

“ini hadiah.. membantu villager, aku diperbolehkan meminta anak panah untuk persiapan berburu.” Jawab Lenka.

Lenka melirik pedang yang digenggam Yuki, pantulan cahaya tersirat nyaris menyilaukan. Hari masih pagi, sinar yang biasa disebut matahari masih bersinar dengan terangnya. “itu juga kamu dikasih villager kan?”

“um. Iya, dari mana kamu tahu?”

“teksturnya kelihatan. Pemain tidak mungkin membuat pedang dengan ukiran di bilah pedangnya, apa lagi itu terbuat dari besi. Harus punya cukup poin pengalaman smelting & crafting untuk membuat pedang berbahan besi.”

 

Yuki diharuskan kompak demi memenuhi permintaan dari villager. Hari ini ia dimintai untuk berburu slime di salah satu hutan yang ditunjukkan oleh Villager melalui peta. Persyaratannya imbalan diberikan dengan maksimal dua orang.

Maka dari itu, salah satu harus memilih berjaga di base. Karena suatu ketika serangan kemungkinan terjadi kapan pun dimana pun.

Karena Yuki adalah seorang swordman. Ia menggunakan pedang sebagai senjata utama, talent yang top memberikan damage, ia harus ikut untuk memudahkan & mempercepat proses hunting.

Ia atau Yuki, bisa saja memilih solo. Berjuang sendiri, melakukan hunting sendiri. Terlebih ia sudah membuka slot talenta kedua, di mana ia dapat meng-upgrade talenta basic-nya Swordman menjadi Warrior (talenta kombinasi fase kedua setelah Swordman).

Namun, sayangnya Yuki tidak menunjukkan kalau ia adalah seorang warrior, pengguna pedang ganda.

“kuuuh.. aku ingin nge-solo ajaaa!” Geram Yuki dalam hati. Ia merasa kesal, karena dari awal ia merasa tidak sesuai atau klop/kompak bermain dengan si pemanah cewek ini. Lenka.

Tiap kali ia mendapati ada hewan seperti sapi & daging. Lenka seolah-olah berebut. Yuki menyerang sapi tersebut, tapi di akhir serangan. Panah lenka melesat lebih dulu, sehingga final-attack dicuri olehnya.

Meskipun itu adalah hal sepele, tetapi cukup mengesalkan bila terus-menerus.

“jangan kamu rebut lah… kan ada mangsa yang lainn..!” Keluh Yuki karena Lenka kesekian kalinya ia mencuri serangan akhir dari mob hewan yang kebetulan berkeliaran.

“aku tidak berniat untuk mencuri. Aku berniat untuk membantu kok.” Ketusnya.

Dengan geram ia berguman “ini kalau aku ndak punya jiwa kemanusiaan. Sudah aku tebas ini cewek.”

Meredam kekesalan. Ini hanyalah game, melakukan kekerasan antara pemain satu sama lain atau friendly-fire adalah pelanggaran baginya. Meskipun ini dunia ia rasa tidak ada yang namanya aturan. Minecraft secara murni & mutlak, tidak ada aturan seperti membunuh pemain lain. Tidak ada hukuman/ban karenanya.

“sebentar lagi, hutan yang dikabarkan ada Slime.. sampai. Aku tidak mau ketidak kompakan ini terjadi. Tolong bantuannya. Lenka.”  Ujar Yuki setelah mendapati hutan yang dimaksud oleh villager akan berburu slime mulai terlihat.

Ia mengangguk simpel, “harusnya kamu bisa melakukannya sendiri. Ya kan?”

Yuki menoleh, “slime di minecraft sama di sini, itu beda. Mungkin saja slimenya berbentuk mengerikan mempunyai tangan seperti belut atau gurita.”

“masa? Masa gitu Slime-nya?” Lenka kaget.

“ya.. kan kali aja. Di minecraft sini, rasa tidak mungkin itu seolah mungkin di sini.” Jawab Yuki seraya mengangkat kedua tangannya dan berlagak seolah ‘ya.. entah’.

 

*squeak *squeak!

“Lenka! Ambil panah!” Seru Yuki.

“eh mana?”

“sudahlah, persiapkan panah!” Seru Yuki lagi seraya menarik pedang mengambil posisi siaga.

Warrior, memiliki kelebihan dan beberapa kemampuan yang ditingkatkan. Seperti kemampuan untuk fokus. Hal ini sangat penting dalam hal genting, terutama ketika terjadi situasi yang menjebak dan memerlukan keputusan yang cepat.

Ia tadi mendengar sumber suara remas khas slime. Seketika ia menelusuri sumber suara tadi, dari mana?

Hal ini berbeda dengan Lenka. Ia mungkin memiliki bakat/talenta pemanah. Kemampuan fokusnya mungkin lebih baik dibandingkan Yuki, tapi ia kecekatannya/agility miliknya jauh lebih kecil dibandingkan warrior.

“kamu pernah main minecraft kan sebelumnya?” Yuki bertanya seraya terus bersiaga.

“pernah. Kalau belum, mana mungkin aku ikut uji beta ini?” Seru Lenka yang terus menahan panah agar tidak lepas dari senar pegas busurnya.

*squeak!!

“Len! Samping kanan, arah jam 2!”

“kanan.. arah 2 maksudnya?—“

*zruuuuut..

Sulur panjang yang entah dari mana, muncul menyeruak semak-semak dedaunan.

Memanjang cepat, dan mencabang. Seolah segera mengikat mereka berdua.

“cih!”

Yuki menyadari hal itu. Ekspektasinya nampaknya mendekati akan realita. Entah dari mana ia dapat referensi kalau slime di sini bisa jadi diwujudkan dalam bentuk seperti itu.

*crek *slash!! *splat!!

Menarik pedang, berdesing sekilas. Reflek Yuki yang sontak menebas, mengenai tiga sulur slime yang mencabang mengarah mereka berdua.

“arah jam 2!! Berarti ya arah sini!” Teriak Yuki seraya menunjuk-nunjuk arah yang dimaksud.

Lenka baru paham. Ia mungkin kurang pengalaman dalam hal bermain game, terlebih game yang membutuhkan respon seketika seperti game fps(first-person Shooter) atau game rpg.

“ok ok. Baik!”

*squeak! *squeak!!!

“kau dengar itu?” Yuki berujar.

“um. Dengar. Aku dengar.”

*squeak!

Karena suara tersebut seolah mengepung, Yuki bingung “arah mana?”

“arahku.. 90 derajat—“

*zruuut!

Tangan slime berbentuk seperti belut muncul dari belakang. Yuki benar akan perasaan bahwa mereka berdua saat ini mungkin dikepung. Karena suara remas khas slime terdengar mengitari mereka berdua. Di tengah hutan.

“what? What 90??—“

Warrior cewek ini bingung. Ia terlalu lama merespon arah tepat yang ditentukan dengan derajat. Yuki kemungkinan buruk dalam hal perhitungan spontan.

Satu sulur mendekat cepat. Kali ini tidak mencabang, Lenka sudah melihat arah dan hendak kemana belut slime ini. Ia yang sudah sedari tadi menarik anak panah, tinggal mengarahkan dan dilepas,

*vwung! *splash!!

Mereka berdua sontak saling adu mulut setelahnya.

 

Menara, Watchtower.

Selagi Lenka dan Yuki sedang melakukan hunting slime. Ian yang harus berjaga di base, melakukan tugasnya. Yakni berpatroli menyapu pandangan di setiap titik vital yang terkadang sering dipakai jalan untuk masuk mob-mob hostile.

Hari-hari sebelumnya, Ian tidak pernah sendiri. Menjaga di base khususnya di menara/watch tower bisa jadi hal yang sulit. Karena tidak mungkin ia harus terjaga penglihatannya selama nyaris 24 jam. Ketika mendapatkan permintaan dari villager, semacam quest. Maka yang terjun ke lapangan langsung biasanya Fardan si tameng, Reina si cewek kapak. Di mana mereka yang memiliki talenta berjenis semi-warrior.

Ian yang seolah menjadi ketua dari party tersebut, ia sempat mengeluh karena sepanjang ia bermain belum menemukan pemain yang mencapai kombinasi kedua dari evolusi talenta pedang. Yakni warrior.

“kayaknya tugasnya hanya berburu slime. Kenapa harus dua orang? Bukannya Yuki sudah cukup?” Ian berguman sendiri.

“maksudku, apa dua orang itu sedikit berlebihan? Apa lagi Yuki itu pemain yang menggunakan pedang.” Ujar Ian lagi. Ia berguman sendiri, mengobrol seorang diri.

Ia mungkin merasa ada yang aneh semenjak kemarin. Di mana Lenka, pemanah cewek yang biasanya ia ber-duet dengannya tiba-tiba bertindak seolah ia berbeda. Mungkin Ian berasumsi kalau si cewek pemanah tersebut merasa benci terhadap cewek pengguna pedang.

“tapi pengguna pedang.. itu langka.” Ian berujar lagi.

“aku mencoba berkali-kali, berlatih. Tapi poin pengalamanku tidak meningkat, bahkan memburuk.”

“sistem game di sini seolah memang jujur. Tidak bisa memaksakan. Harus dimulai dari hati.”

Suasana yang menganggur, mana ada mob-hostile di pagi hari yang cerah? Kecuali creeper? Benar membuat si pemanah yang sedang bengong di watch tower nyaris gila. Ia mengoceh seorang diri.

“kalau Yuki berhasil mencapai badge bakat/talenta swordman. Artinya ia seolah memang mendedikasikan dirinya untuk pakai pedang sejak awal bermain. Tapi, gimana ia bisa survive? Sulit untuk membuat pedang ketika awal main. Terlebih ini minecraft tidak seperti minecraft wajarnya. Di mana semuanya realistis dan jujur.”

Yap. Dia masih mengoceh seorang diri. Melakukan analisisnya berbekal otak logika.

Ocehan gilanya berhenti ketika ia mendapati ada sekumpulan yang seolah sedang mengobrol.

“itu bukan pemain..” Ujarnya melihat dari jauh dengan kemampuan penglihatan yang ia dapatkan melalui bakat archer-nya.

“tidak mungkin pemain. Pakaian yang mereka pakai, senada warnanya.” Ujar lagi.

Meskipun ini minecraft yang realisitis. Bukan berarti menggunakan pakaian yang stel warnanya sama adalah hal yang mungkin. Hal tersebut nyaris mustahil karena Ian pernah berencana membuat pakaian untuk anggota party-nya, gagal karena tidak ada personil yang menguasai kemampuan menyamak dan dye(mewarnai).

Mereka bergerombol. Dengan pakaian biru gelap, lebih cenderung ke warna biru dongker. Ian tidak mendengar apa yang mereka ucapkan, karena berjarak hampir 1 kilometer. Tapi dengan penglihatan yang ditingkatkan, ia seolah dapat menebak apa yang mereka bicarakan.

“mob hostile, hm… tidak mungkin mob-hostile yang tipikalnya menyerang villager di kala matahari masih bersinar terik.” Guman Ian. Ia meregangkan perhatiannya.

 

Hunting slime,

Si cewek warrior, Yuki. Ia kini seolah menjadi samsak tinju. Tidak, mungkin lebih mirip samsak remas. Ya mungkin itu lebih pas.

Reflek yang Yuki miliki jauh lebih cepat dibandingkan si Lenka. Mereka akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pertengkaran mereka setelah mendapatkan cukup bahan untuk hunting.

Tangan, tidak. Tentakel, itu lebih mirip.

Tentakel dari slime muncul. Satu, kemudian membelah menjadi dua, lalu empat, dan seterusnya. Yuki tahu ini tidak memiliki damage, tetapi cukup memalukan bila si warrior cewek terlilit akan serangannya. Maka dari itu, ia,

*zruuuuuuuut *slash *slash *spashhh!!!

Sekian tentakel terbelah dengan sekian banyak tebasan yang ia keluarkan dengan satu bilah pedang.

“Len!!” Seru Yuki begitu slime mulai menunjukkan diri kasat mata.

Sebelumnya mereka sudah merencakan pola serangan dadakan. Di mana Yuki akan menjadi pengalih perhatian. Sampai slime menunjukkan diri, barulah Lenka mengeluarkan tembakan panah miliknya.

“ok.. panah penembus/piercing arrow!” Seru Lenka, merapal skill, melepas panah yang memiliki daya rusak tinggi sehingga memungkinkan tembus.

*wung! *splat *splattt!!!

Alhasil, tembus dari slime sampai beberapa dedaunan dan pohon.

“sip sip.. charge panahmu, bersiap untuk menggunakan tiga panah beruntun!” Yuki berujar, ia kembali maju untuk mengalihkan perhatian selagi Lenka mulai mengisi stamina untuk mengeluarkan skill yang memiliki daya rusak tinggi.

Lenka mengangguk seraya mengambil tiga panah, menyesuaikan sudut.

Wujud slime yang berubah-ubah. Bila Lenka diincar, artinya mob Slime ini mengetahui posisi dan peran Lenka sebagai apa. Yakni penyerang utama. Maka dari itu, Yuki merelakan untuk jadi pengalih perhatian. Di mana Slime hanya memfokuskan serangannya pada Yuki dan ketika Lenka melepas tembakan, Slime tidak punya waktu untuk merubah diri agar dapat menghindar.

“sudah tiga puluh menitan… belum dapat satu slime pun!!” Keluh Yuki dalam hati.

*zruuuuuut *zruuuuuut

“..! rangkaian persegi/square arc!” Seru Yuki begitu mendapati banyak tentakel yang nyaris melilit.

*splash! *squeak! *splash!!!

Areal hutan kini seolah dipenuhi dengan lendir yang nyaris lengket. Serangan yang diberikan Yuki memberikan banyak cipratan karena damage yang diberikan Yuki cukup besar.

Bila Yuki menggunakan dua pedangnya, mungkin waktu tiga puluh menit ia sudah mendapatkan banyak slime yang mati terbelah hancur dengan bilah pedangnya. Seorang warrior memiliki kelebihan, dimana ia mendapatkan buff-up ketika menggunakan pedang.

*slip! *bruk!

Tapi sayang, warrior yang memiliki agility tinggi, focus akan mutli-target, damage yang besar ketika menggunakan bilah pedang, kesempatan tinggi untuk melakukan rotasi skill. Kecerobohan tidak dapat dihindari.

Yuki terlalu banyak bergerak dan melakukan skill yang pasif. Walaupun pasif kalau terlalu sering dipakai, stamina akan terus terkuras. Ini menyebabkan ia teledor sehingga terkena stun terjatuh/terpeleset.

“apa? Yuki!!” Seru Lenka segera keluar dari persembunyiannya.

Slime yang sudah mulai mendekat, bersiap melancarkan serangan tentakelnya. Ia tertegun ketika merasakan ada objek yang keluar mendadak dan memiliki rasa untuk membunuh dirinya. Yakni keluarnya Lenka dari persembunyian semak-semak.

“Jangan Len! Jangan!” Ujar Yuki yang tersungkur dan berusaha keras bangkit.

*squeak! *squeak! *zruuttttt!

Tentakel diluncurkan bagai roket berjenis homing missile.

*slip *slick *slack!!

Reflek Lenka yang kurang, ia seketika terjerat. Seluruh tubuhnya terlilit.

 

Stamina tidak cukup!

“cih!” Yuki dalam benak ingin mengumpat. Ia tersungkur jatuh namun kesulitan untuk bangkit. Stun hanya berlangsung sekitar beberapa detik, tetapi kalau momentumnya seperti ini, rasanya tersiksa.

Kini si Slime mengubah targetnya, beralih ke pemanah yang tadinya sudah bersembunyi baik-baik, diam-diam menyerang. Karena ketahuan, ia menampakkan diri sontak Slime yang logikanya sudah terprogram langsung mengalih perhatiannya kepada Lenka.

Apalagi ia sudah menangkap targetnya.

*squeak! *zruuuuut…

Pelan, tapi mencekam. Lenka meronta, tapi percuma. Statistik tenaganya tidak mencukupi untuk melepaskan diri. Apalagi bakat atau talenta yang ia gunakan mempunyai kelemahan dalam hal fisik.

Slime yang nyaris tidak berbentuk, ia mengubah diri. Menjulur beberapa tentakel lainnya. Mungkin lebih mirip seperti sulur yang hendak melilit melahapnya.

 

*srak *srak *syat!

Seorang datang, berlari seraya menebas apapun yang menghalang. Khususnya semak-semak dan beberapa rerumputan yang meninggi setinggi badan.

Sekali tebas, sulur slime yang mengikat diri pemanah cewek tadi pun pecah.

*splat!! *splat!!!

Ia menghela napas sejenak setelah menangkap tubuh avatar Lenka yang jatuh dari ketinggian cukup diangkat oleh Slime tadi. Sedangkan slime, ia seolah berteriak karena mendapatkan serangan dadakan.

“habis stamina, karena kamu belum makan hari ini..”

“… ambil ini, makan sedikit. Tunggu sebentar sampai stamina kembali terisi.. lanjutkan huntingnya.” Bisiknya kemudian berdiri, mengambil bilah belati yang ia simpan di pinggang.

“aku yang jadi pengalih perhatian.. Lenka, tolong jaga Yuki sampai ia kembali pulih!” Seru ia seraya berlari dan mulai menyayat beberapa bagian tubuh slime, sedikitnya mob yang harusnya netral ini mulai tercecer karena sayatan belati.

Talentanya tidak mendukung untuk menggunakan pedang. Bila dipaksakan, damage yang diberikan tidak seberapa dengan stamina yang terkuras luar biasa. Tapi ia tidak mungkin egois memaksakan alat yang didukung untuk bertarung.

Iruma. Seorang penambang.

*squeak! *sqeuak!! *zruuuuuut!

Setelah puluhan sayatan ia terima, Slime tersebut langsung beralih target. Mulai mengarah ke Iruma.

“mob ini harusnya gampang dibunuh. Tapi kalau wujudnya seperti ini…”

*zruut *srakkk!

“ya.. bakal susah.” Ujar Iruma seraya menghindar dari serangan sulur slime yang hendak melilitnya.

“Yuki!”

Setelah memakan beberapa potong daging. Stamina kembali pulih. Ia dapat bangkit menggenggam bilah pedangnya kembali, “okke!”

Yuki segera mengambil langkah dash selagi Slime masih terfokus pada Iruma. Begitu berada di dekat Slime, ia seolah mulai menari. Menyayat nebas sana sini cara akrobatik. Hanya dengan satu bilah pedang, efek tebasannya seolah ia menggunakan dua pedang bersamaan.

*splat *splat *splat!

Tidak terhitung, ciratan slime tercecer mencuat sana sini. Suasana hutan berubah menjadi penuh lengket akan cairan lendir slime.

*squeak!

“anjir nggak mati!” Seru Yuki kaget setelah mengeluarkan dua skill serang yang dijadikan andalannya. Tetapi tak kunjung hancur slime ini.

*zruuuut!!

“Lenka!!” Seru Iruma mendapati Slime mulai mengepung Yuki.

Si pemanah sudah mempersiapkan serangan ultinya. Menarik busur mengambil angle yang pas, seolah menunggu perintah. Ia langsung paham.

Dilepaskannya, “piercing arrow!” dengan matra diucapkannya panah yang dilontar bersinar sekilas mengekor. Dan menusuk Slime dengan cepatnya, memberikan lubang bekas tembakan yang besar dan pecah karena Slime tidak punya cukup cairan untuk memperbaiki tubuh lendirnya.

 

*teng! *teng!!

Beberapa penduduk membunyikan lonceng, bukan karena isyarat bahwa waktu istirahat atau pulang telah tiba. Isyarat lonceng dibunyikan dalam villager artinya ada sesuatu yang menimpa dirinya atau desa tersebut.

Hal ini sudah menjadi simbol yang mencolok, bila lonceng dibunyikan pasti ada suatu yang terjadi.

Ian yang sudah sedari tadi memperhatikan sekelompok orang yang menggunakan baju/outfit senada, nampaknya mereka bukan sekelompok orang baik. Nyatanya mereka menghancurkan pagar dan mulai masuk dengan tidak sopan.

Ian tidak mungkin bertatap muka, melakukan pertarungan jarak dekat. Hal ini bukan karena ia tidak berani, hakikatnya ia mampu tapi secara sistematisnya ia akan mati kalah telak karenanya.

Bakatnya pemanah, apapun yang berhubungan dengan busur dan panah. Kalau ia melakukan pertarungan jarak dekat, resikonya adalah ia harus mampu memadukan antara ketenangan dan ketepatan. Jarak dekat, ia harus dapat tetap eksis melontarkan sekian panah dengan resiko terkena serangan lebih dulu.

Ian memilih untuk melawan mereka dengan melontarkan panah dari jarak aman. Sampai pada akhirnya panah Ian memberikan damage fatal, kemudian muncul baris seperti baris nyawa dalam perspektifnya,

Raid (100%)

Awalnya persenan masih satu persen, berkembang sampai akhirnya seratus persen. Bertepatan itu, para villager seolah langsung panik dan mulai berlarian sana-sini kebingungan. Khususnya seperti membunyikan lonceng.

“loh? Kayaknya aku mentrigger sekelompok tadi.. gawat” Guman Ian seraya membuka menu, dan mulai mengetik.

 

Hutan, tapi penuh lendir.

“dari mana kamu tahu?”

“aku melihat statistik Yuki, ia terkena stun karena kehabisan stamina. Karena itu aku langsung mencarinya.” Ujar Iruma sembari mengambil beberapa cairan lendir yang tercecer.

“Fardan sama Reina?”

“Mereka kembali ke desa. Nge-stok kembali barang tambang..” Ujar Iruma.

“ini slime. Satu doang, tapi lawannya bukan main.” Yuki berujar sembari menerima cairan butir slime yang diberikan Iruma.

“villagernya tadi juga bilang, suruh hunting dua orang. Entah kenapa, tak kira slimenya gampang. Eh ternyata…”

Permintaan untuk hunting ditujukan kepada Yuki, tapi villager menyarankan untuk melakukan hunting ditemani satu orang. Artinya berduet, dua orang hunting. Yuki dan Lenka.

Yuki bercerita, terfokus pada si Iruma. Partner satu party-nya. Lenka seolah tidak mau tahu-menahu, ia sibuk mengumpulkan cairan slime yang diminta villager.

“aku harus pergi.. desa, ada masalah.” Lenka berujar singkat tiba-tiba.

“what?”

“apa?”

Pemanah cewek ini membuka panel menu, memunculkan beberapa panel. Kemudian dihempaskan salah satu panel agar dapat dilihat oleh Yuki & Iruma.

[Party] Ian: Panelku ada tulisan ‘raid’ apa ini?

[Party] Fardan: apa? RAID???

[Party] Reina: Raid?? Apa ada pillager?? Mana?

[Party] Ian: *membagikan lokasi

[Party] Ian: Lenka dimana kamu?

 

Raid, atau ibaratnya ada penyerangan atau penjarahan. Istilah ini cukup dikenal dalam dunia minecraft, khususnya dalam hal villager.

Kalau di minecraft versi asli, villager akan diserang oleh sekelompok orang. Di mana mereka berwujud seperti villager, hanya saja berbeda warna. Mereka menyerang agresif, mulai hewan sampai villager yang tidak bersalah.

Konon, fitur ini ditambahkan karena alasan untuk menambah tantangan dalam hal minecraft. Tapi melihat tadi aku membantu Yuki & Lenka hanya untuk hunting satu slime sudah kewalahan karena slime berwujud seperti itu dan menyerangnya model ganas kayak gitu, seperti apa raid di minecraft vr ini..

Saat ini, tidak ada tulisan raid di perspektifku. Karena aku berada di luar area villager. Sejujurnya aku bisa saja menjauhi villager untuk menghindari raid. Melihat Yuki & Lenka melawan slime sudah seribet itu, raid-nya gimana ini? Apa lebih mirip seperti perang dunia villager?

“Raid. Berarti ada pillager yang datang! Siapa yang ngebunuh?” Yuki berujar ketika perjalanan pulang ke pedesaan.

“tapi kalau di sini, bisa jadi mereka duluan yang menyatakan..” responku.

Karena raid tidak akan terjadi kalau ada yang membunuh pimpinan dari pillager.

Dalam perjalanan, Lenka diam tidak berkomentar. Ia sibuk memfokuskan lari.

 

Pagi tadi, suasana damai nan aman. Sumringah nyenengke. Siang ini, berbalik ibaratnya kalau plot itu ditwist.

Semua hiruk pikuk, khususnya para villager. Mereka yang berwujud seperti manusia, dengan pakaian yang bermacam-macam, kelamin laki-laki dan perempuan mereka berlarian berusaha menyelamatkan diri.

Salah satu dari mereka berusaha membunyikan lonceng, sebagai tanda akan adanya bahaya mengancam.

Di samping itu, ada sekelompok orang yang masuk desa/village. Mereka membawa kapak layaknya gangster, hendak merampok mengancam. Membunuh.

Tidak segan-segan, mereka para sekelompok asing mengayunkan kapak kepada para villager tanpa dosa.

Raid (100%)

“raid muncul?”

“iya dah muncul. Di bagian tengah atas.” Jawab Yuki, ia menggenggam pedangnya. Posisi siaga.

“tapi ini belum fase pertama…” Gumanku pelan.

Yuki mengangguk, “masih ada waktu… Irma, bilang ke temen-temen coba. Suruh kumpul sebentar. Rapat untuk persiapan model pertahanannya gimana.”

Aku menoleh, “len.. di mana lenka?”. Ia hilang membaur di tengah keramaian.

“dia.. dia dimana?” Ujarku lagi.

“aku nggak bisa nge-detect. Terlalu banyak orang, fokusku ndak optimal.” Jawab Yuki.

[98%] Yukina, Warrior Lv. 51

Melihat Yuki memakai talenta petarung/warrior, tapi pinggang Yuki hanya terdapat satu bilah yang menggantung di pinggangnya. “kamu pake warrior, kenapa ndak pake dua pedang?”.

“aku punya perasaan buruk. Makanya aku ndak pake dua pedang.” Jawab Yuki pelan.

 

“aku nggak bisa kontak Fardan sama Reina, karena nggak satu party. Mereka juga entah kemana, nggak paham aku. Yang terpenting, karena ini sudah dalam kondisi raid, tambah lagi ini villagernya juga eman kalau terbunuh, berani nggak berani. Kudu maju!”

Yuki menarik pedang, “hum humm… aku ndak kecewa satu party sama kamu.”

 

Mereka mungkin saat ini sedang merencanakan sesuatu, hilang entah kemana. Sebelumnya aku tidak melakukan perjanjian atau membuat party dengan mereka, alhasil aku tidak dapat mendeteksi keberadaannya. Yah mungkin aku terlalu berlebihan. Lagian ini hanyalah game, di mana semuanya diambil alih kontrol sama komputer. Katakanlah begitu.

“raid biasanya ada lima fase kan?” Yuki tanya seraya membuka menu.

“kayaknya, seingatku ada lima fase. Dan itu bertahap.”

Raid atau ibaratnya penyerangan, itu bertahap. Harusnya begitu, karena di minecraft yang aslinya tahap pillager menyerang itu ada sekitar lima level kayaknya. Di mana tiap level itu bertahap kesulitannya, dari awal level yang harusnya mudah kalau tidak ceroboh sampai akhir level yang mana kalian tidak punya pilihan lain selain harus bersembunyi mencari celah untuk menyerang.

Level akhir di raid.. itu ingatku ada badak, witch, evoker, dan pillager yang banyak kayaknya..” Yuki menjelaskan apa yang diingatnya. Ia juga pernah bermain minecraft, di mana kalau ada pillager itu diburu karena memicu raid event.

“tapi kalau kita berhasil menyelamatkan atau nge-deff ini village.. efeknya mendapatkan buff ‘hero of village’ yang efeknya kalau di minecraft asli adalah punya respect yang tinggi di mata para villager.” Ujarku seraya mengambil belati metal yang pernah diamplas oleh si pandai besi villager itu.

Yuki meluruskan pedangnya, “yap. Kalau di minecraft yang asli, dapat respect dari para villager. Tapi kalau di sini, aku nggak bisa membayangkan respect macam apa yang mereka berikan. Maksudku, villager di sini beda jauh dengan minecraft aslinya. Mereka seolah punya kecerdasan buatan yang membuat mereka nyaris asli seperti manusia.”

 

*teng! *teng! *teng!!!

“musuh datang!!”

“kita akan mati, diserang dan dikepung… seseorang tolong!!”

“selamatkan diri kalian!!”

Berlari kebingunan sana-sini, seraya membunyikan lonceng tiap kali salah seorang villager kebetulan melintas dekat lonceng.

Yuki heran seraya menahan senyum, “bukannya kalau mereka mukul lonceng, malah membuat pillager tau lokasi mereka saat ini?”.

Aku menghela napas seraya menjawab, “mungkin logika kuno tersebut nggak dihilangkan demi mempertahankan keseimbangan game. Villager si pandai besi yang punya senjata bejibun banyaknya aja takutnya bukan main. Ibarat malaikat maut sudah mengepung mereka semua.”

“Yuki. Seperti biasanya, urus mob-hostile. Aku yang fokus ke villagernya.” Ujarku seraya menepuk bahu Yuki.

“heh heh? apa??”

“kamu fokus pillager dan antek-anteknya. Aku yang ngurus villagernya biar ndak ada yang kena damage..” Ujarku lagi.

Ia mengangguk cepat, memberi isyarat kalau ia paham. Seketika aku meninggalkannya, setengah berlari kembali menuju pusat desa. Di mana mereka hiruk-pikuk para villager yang bingung dan takut.

 

“kita akan mati!!!”

“selamatkan diri kalian!!”

“seorang tolong! Tolong selamatkan kami!!”

Ujaran permohonan terus berseru di antara mereka. Bahkan aku sampai nyaris tidak percaya melihat seorang villager yang kemarin-kemarin sempat mengajari aku menggunakan pedang tetapi hiatus di tengah jalan. Saat ini ia terburu-buru masuk ke dalam rumahnya dan mengunci diri.

“pandai besi!” Aku menyeru karena kalau mengucap biasa, mungkin suaraku terdistorsi tidak sampai ke pendengarannya mengingat suasananya yang benar-benar hiruk pikuk.

Ia merespon, aku melihat wajahnya tersirat rasa khawatir dan takut. “bocah, selamatkan diri kamu! Musibah akan datang!”

“Yuki sedang mengurusnya, tenang saja..” Aku respon santai, berusaha mencairkan suasana.

“tapi, musibah ini nggak seperti—“

“sudah sudah, yang terpenting. Kamu, pandai besi masuk. Kami akan memberi tanda kalau kalian boleh keluar.”

“bocah. Apa kamu?”

“yap..”

 

“kalian! Masuk ke rumah masing-masing! Aku ulangi, masuk ke rumah masing-masing!!! Ini perintah dari desa!”

Setelah berbincang singkat dengan si pandai besi, ia segera paham apa yang aku maksudkan. Ialah meminta agar para villager berlindung ke rumah masing-masing atau setidaknya mereka masuk rumah. Ia, si pandai besi langsung menghubungi tetua desa. Aku belum pernah menemuinya, tetapi ia buru-buru mengumumkannya begitu mendapatkan izin oleh tetua.

Dengan dalih akan perintah dari desa, para villager seolah langsung patuh mutlak akan dalih tersebut. Mereka langsung berhenti lingling lari sana-sini kebingungan campur ketakutan dan mulai mencari tempat berlindung, seperti di dalam rumah atau semacamnya.

“Ian, kamu kemana Ian, Lenka?” Bisikku dalam hati.

Saat ini, raid sebentar lagi akan terjadi. Pillager mayoritas mereka menggunakan senjata crossbow. Di mana senjata yang mirip seperti bow dengan mesin untuk dapat menembak dengan cepat. Hal ini tentu saja menguntungkan pihak raid, mereka dapat melakukan serangan jarak jauh dan tetap menjaga jarak.

Ingat, aku dan Yuki tidak mungkin melakukan serangan jarak jauh. Jangan berpikir aku akan melempar kapak tambang, kalau melempar belati mungkin iya tapi nggak mungkin aku melakukannya terus menerus!

Ditambah lagi, kemana juga si Fardan. Apa ia berada di garda terdepan? Ia punya tameng/shield, sangat berguna untuk menahan damage dari para pillager dan antek-anteknya. Nggak mungkin aku dan Yuki menepis serangan dari Pillager terus menerus.

 

Suara seruan bergemuruh. Terdengar seolah melingkar seantero pedesaan ini. Berasa benar-benar terkepung. Para villager sudah berusaha berlindung, di mana mereka bersembunyi bagaimanapun caranya.

Yuki sedari tadi berjaga di pintu utama. Tempat sama yang kemarin ia melakukan jaga malam dengan partnernya, Iruma. Meskipun kala itu hanya sebentar karena musuh mengetahui taktik.

*kling!

Satu pedang ia genggam. Ujungnya yang lancip tajam ia tusukkan ke tanah. Posenya seolah memang percaya diri dan bersiap siaga akan serangan apapun yang akan terjadi. Di samping itu, ia menyiapkan senjata cadangan di pinggang kanan. Barang kali ketika proses tebas-menebas, durabilitas terkuras habis karena skill yang dikeluarkan begitu banyak dan beruntun. Yuki sudah siap sedia dua bilah pedang di pinggang menyilang. Satu digenggam, satunya lagi menggantung di pinggang.

Pelan tapi pasti. Langkah pillager yang seolah percaya diri, mereka akan dapat menaklukkan lawannya. Melakukan balas dendam setelah mereka menyulutkan api penyerangan. Yuki diam mengamati, ia diam beku. Selama pillager dan antek-anteknya belum menginjak teritori serangannya, ia tetap diam menunggu.

 

“Iruma!” Seorang memanggil namanya setelah mendapati ia sedang terburu-buru berlari.

Ia segera menghentikan larinya sejenak seraya berujar “tunggu, tadi kamu kemana aja? Raid-nya sudah mau dimulai! Tadi siapa yang memicu event raid??”

Lawan bicaranya menggeleng. Sontak si Iruma berujar “itu bisa dipikir nanti. Yang penting sebentar lagi raidnya—“

“sisi kiri desa tidak ada yang menjaga. Aku tidak mungkin menahan serangan karena skill-ku punya waktu interval. Jadi, tolong kancani aku.” Potongnya.

Iruma diam sejenak, ia sempat menoleh lurus kembali pada arah larinya tadi, namun ia kembali melihat lawan bicaranya seraya melirik arah yang dimaksud. Yakni sisi kiri desa.

“Yuki dengan bakat warriornya, ia pasti bisa.” Gumannya pelan.

“gimana?” tanya ia lagi.

Iruma cepat mengangguk “ok ok..” kemudian ia menyudahi melirik pandangan lurus kedepan di mana merujuk ke sisi pintu utama desa yang kini sedang dijaga fokus oleh si warrior cewek, Yukina.

 

“Ian sama Fardan kemana?”

“mereka menjaga sisi belakang.”

Aku berguman, “heh? tapi aku lihat, sisi belakang itu sungai lepas dan aku rasa tidak mungkin pillager rela susah payah menyebrangi sungai.” Tapi mengingat ketika aku dan Yuki mencoba melakukan sift malam, di mana kami menjaga di sisi terdepan. Tetapi mob-hostile menggunakan jalan memutar. Jadi ada kemungkinan pillager bakal masuk dari jalur yang tidak terkira.

Kali ini aku mencoba berduet dengan pemanah atau archer. Lenka. Ia adalah pemain yang memperkenalkan diri secara face-to-face. Maksudku ia memperkenalkannya tidak pas publik seperti Ian dan kawan-kawannya.

“untuk jaga-jaga, join party ya? setidaknya aku bisa melihat statistik vital. Kalau semisal ada apa-apa kan bisa…”

*drap *drap *drap

Karena gemuruh suara kaki yang tiba-tiba terdengar dari kejauhan, aku spontanitas menghitung “satu.. dua.. tiga, empat… ada.. delapan.. Itu benar ada delapan? Coba kamu cek..”

Ia nge-blank sejenak, kemudian menggeleng sekilas lalu memusatkan pandangan matanya pada gerombolan yang mulai terlihat dari kejauhan mulai mendekat. Kedua matanya, irisnya seolah berubah warna sekilas. Aku rasa ia menggunakan skill untuk meningkatkan penglihatannya.

“ada… tiga yang pakai senjata kayak panah, dan sisanya kayaknya ia pakai belati atau senjata yang serangannya jarak dekat..” Ujar Lenka setelah selesai memicingkan mata, pandangannya.

*crek

Belati ditarik, bilah tajam berada dekat genggaman jari kelingking. Melihatku mengambil pose siap siaga, ia turut pula menarik anak panah dan memulai membidik.

“jangan sampai miss. Kamu punya berapa stok anak panah?” Ujarku.

Ia melirik “aku punya banyak. Barusan aku mendapat stok yang dikasih oleh villager.”

tiga panah beruntun!” rapal Lenka bersamaan melepas panah yang sudah dirapal mantra untuk aktifasi skill.

*syat *splat! *splat! *stuck!

Dua terkena, dua mereka terjatuh karena panah yang dilontarkan Lenka menancap mengenai titik vital, sontak mereka langsung tersungkur. Satu panah yang tersisa menancap, tetapi ia masih tetap maksa bangkit maju menyerang.

“kurang dua pemanah.. lagi Lenka!” Aku menyemangati. Saat ini aku tidak dapat menyerang karena ada pemanah yang menggunakan senjata jarak jauh. Jangan berharap aku dapat menepis peluru panah seperti warrior Yuki. Kalau pun aku bisa menepis, palingan satu dua, habis itu stuck.

Lenka mengangguk “um! Siap!” dan segera menarik anak panah, bersiap membidik… “tiga panah beruntun!” merapal skill yang sama.

Panah dilepas, secara magis kemudian terpecah. Menjadi tiga anak panah berbaris horizontal. Ia mungkin menarik tiga anak panah sekaligus, namun yang kulihat seperti satu batang saja yang ditariknya.

*splat! *stuck! *splat!

Alhasil, panah yang dilontarkan mengenai dua pillager. Lenka sengaja memfokuskan bidikannya untuk pillager yang menggunakan senjata semacam busur. Aku memintanya untuk menyelesaikan pillager yang bisa menyerang jarak jauh, untuk jaga-jaga aku tidak mau berani maju bar-bar. Memilih Lenka untuk menghabisi pillager yang pakai senjata kayak busur.

“sip. Aku yang mengurus tiga sisanya!” Ujarku mulai mengambil belati seraya melakukan dash.

 

Pertarungan jarak dekat. Tiga lawan satu. Mereka bertiga maju dengan kapak berbentuk mini ia sanggul dengan mudahnya satu tangan. “ini harusnya mereka ndak bisa menyerang beruntun. Satu orang satu serangan. Satu bacokan.” Gumanku ketika berlari mendekati tiga pillager.

Jarak antara aku dan tiga pillager ini sudah dekat. Radius serang pillager langsung terpicu, ia seketika mengayun kapak mininya mengarah pada satu objek. Nampaknya mata mereka, tidak, maksudku pikiran mereka saling terkait. Buktinya begitu salah satu melihat aku sebagai musuh atau lawan, seketika dua sisanya langsung menyanggul kapak mininya seolah siap mencincang.

*tang!

Kapak diayun, ditepis dengan belati metal. Suara dentang melengking terjadi. Sedikitnya percikan api tercirat keluar.

Bersamaan setelah satu kapak milik pillager ini terpental, dilanjutkan serangan kedua dari pillager yang lain. Kapak mini pula.

Karena pola serangannya sama, aku dapat dengan mudah menepisnya. Tiga serangan pillager pun berhasil ditepis. Mereka sempat terpukul mundur karena efek stun dari serangan yang ditepis, kemudian lanjut kembali menyerang maju.

Kapak mereka yang dijunjung tinggi setinggi kepala, memberikan celah untuk dapat menyerang bagian vital dari tubuh mereka. Yakni daerah dada. Mereka mungkin mengenakan armor atau semacamnya, tapi mereka memegang satu kapak mini dengan satu tangan. Yang tangan satunya lagi, tidak menggenggam atau memegang apapun. Pose serangnya mirip seperti di minecraft aslinya. Hanya saja di sini terlihat seolah bertarung dengan orang nyata.

*tang! *bukk!

Pola serangan masih sama, begitu menyerang kemudian mendapatkan stun. Pada momen stun inilah aku gunakan untuk menyeruak maju memukul mundur. Sampai akhirnya mereka bertiga jatuh terpeleset.

Aku genggam belati, lalu melakukan dash seraya tetap mempertahankan posisi belati menghadapkan sisi tajamnya ke depan.

*srat! *splat! *splat!

Perpaduan antara dash dengan menikam. Kemudian melakukan slice edge/irisan tepi, pola serangan yang sebenarnya klise ini memberi banyak damage. Meskipun kalau aku melakukan pola serangan ini ketika pvp (player vs player), sudah mutlak lawan menebak pola serangannnya. Karena kebanyakan pemain menggunakan pola serangan seperti ini.

Tiga pillager menemui ajalnya, tidak, maksudku ia mulai bergelimang cahaya. Pertanda mungkin baris nyawanya mencapai titik nol. Yang artinya dead.

“perasaan tadi waktu pas ngebunuh ada notifikasi..” Gumanku pelan seraya membuka menu,

Lenka datang, ia menampilkan wajah senyumnya yang kalau ada orang melihat. Pasti berambisi untuk protect her smile!

Notifikasi: Happy leveling! level up ke 50!

Notifikasi: Talenta Swordman terbuka!

“Iruma. Ayo ke sisi kanan! Fardan katanya ia kesulitan menanganinya!”

“Semisal swordman dipadukan sama miner.. jadinya apa ya?” Gumanku pelan seraya membuka beberapa panel menu, mengutak-atik bagian talenta.

“Iruma?”

“hah ya?”

Pandanganku langsung buyar ketika si archer ini merunduk melihat aku yang seolah melamun membuat garis maya dengan jari tangan. Ia tidak dapat melihat panel menu transparan yang aku buka, karena ia tidak anggota party.

“ayo ke sisi kanan. Raidnya belum selesai lo.”

Raid (87%). Apa tadi aku hanya dapat 2 persen atau 5 persen? Sisanya dibebankan ke sisi depan atau areal lain?

Aku mengangguk singkat, “ok ok.”

 

Setelah bertemu Lenka, aku berpapasan dengan si cewek kapak Reina ketika hendak perjalanan menuju sisi kanan desa yang ada kemungkinan penyerangan dari pillager.

“gimana? Apa di sisi kiri sudah bersih?” Ujar Reina menghentikan langkahnya sejenak.

“tadi ada sekitar delapan. Harusnya pillager itu tidak muncul lagi, nanti setelah gelombang raid kedua..” Jawabku cepat.

*prak! *krak!!

“kayaknya ada pillager yang nerobos pagar. Aku yang akan ngurus.. tadi Fardan sempat nge-yell di chat kalau banyak pillager yang masuk ke pintu kanan.” Lalu Reina melesat pergi mencari sumber suara retakan kayu tadi.

Tunggu, ini kawan-kawannya Ian ndak ada yang jaga di pintu utama atau depan?

“kak. Kak Irma. Ayo!”

“ah. Oke oke.” Sontakku kaget.

 

Pintu portal desa bagian kanan,

*tang! *dakk!

Momen ini aku berasa melihat pahlawan tameng yang bersikeras bertarung seorang diri. Ia yang harusnya sebagai support, tetapi tetap berusaha menyerang sebisa mungkin.

*bukk! *bukk!! *dakk!!

Dengan cara apapun. Mulai dari menyeruduk sampai lawan menabrak tameng/shieldnya sehingga damage karena tekanan diterimanya, menyodok lawan menggunakan ayunan tameng yang benar terbatas.

“Fardan!” Lenka menyeru.

Ia segera merespon, Fardan yang sedang menahan dua pillager berusaha menghantamkan kapak mini pada tameng miliknya, ia melirik sekilas. Mau mengucap, tetapi pillager yang ditahannya tidak memberi kesempatan, jadi Fardan harus tetap fokus mempertahankan posisinya agar tidak roboh.

Bila roboh, pillager ini mungkin dapat menerobos sampai ke desa.

Sembari berlari, aku menarik belati metal yang biasa aku pakai. Lenka berhenti, mengambil batang anak panah dan mulai meluruskan bidikannya.

“dua pillager. Mereka berdua seolah berbaris. Targetnya Fardan, tameng… slice edge sudah cukup ini..”

*ckrek *drap!

Satu langkah pasti, mengambil dash. Respon tendangan tumit kaki memberikan kecepatan yang tidak biasa. Skill dash memberi kecepatan sementara untuk mempercepat pergerakan dalam waktu singkat.

“Fardan! Mundur!” Ujarku menyeru.

*syat!

Satu garis horizontal mengekor cahaya. Memberikan efek beku sekilas dan momen waktu melamban. Fardan mundur, aku maju mengayun belati cepat. Seolah mengiris dimensi, siratan cahaya merah muncul telat. Irisan tepi memberikan damage fatal karena sayatan mengenai leher pillager.

Dua terjatuh. Namun jarak dekat dariku ada empat pillager dengan giras semangat mengangkat kapak mininya dengan satu tangan.

*vwung! *splat! *splat! *splat!

Lenka menyerang, melepas tiga anak panah dan mengenai semua pillager. Dua dari mereka seketika jatuh tersungkur karena panah mengenai titik vital.

“Fardan. Mau coba duet?” Bisikku singkat.

Laki-laki bertampang polos tanpa dosa ini menyeringai, “aku harap aku bisa dapat satu..”

Tanpa babibu, kamu langsung melesat maju. Memberikan pesat tersirat bahwa kami sepakat dan setuju.

“dua pillager. Salah satunya bisa jarak jauh...” Ujarku berlari selaras dengan Fardan.

Fardan mengangkat tamengnya, “aku yang akan urus itu. Tapi mungkin ntar serangan finalnya, kamu.”

Aku mengangguk.

“sisanya yang satunya, harusnya kamu bisa sendiri!” Fardan mengucapnya seraya menyunggingkan senyum.

“harusnya.” Jawabku seraya menarik belati, mengaturnya agar nyaman digenggam ketika nanti pas melakukan dash.

 

Si tameng Fardan melesat maju. Pillager yang membawa senjata seperti pemanah, langsung ditembakinya. Tentu saja ia sudah mengetahui arah mana yang akan ditembak, ia jugamemakai  tameng yang dimilikinya nyaris menutupi semua tubuhnya. Untuk berlindung, ia tinggal menutupi awak avatarnya.

*tang! *trang! *taratatang!

“tadi itu empat panah. Bisa langsung knock aku kalau nggak pake shield.” Ujar Fardan, ia kemudian melanjutkan lari majunya untuk memepet pillager yang menggunakan busur agar dapat didorongnya sampai terdorong jatuh.

Sedangkan aku, pandanganku terkunci pada pillager pula. Yang satu ini ia tidak berbasis jarak jauh, melainkan jarak dekat dengan mini axe-nya yang ia genggam siap membacok. Aku belum pernah terkena serangan kapak di minecraft vr ini, tapi damage yang diberikan di minecraft aslinya itu cukup banyak. Apalagi kondisi ini avatar yang aku pakai tidak mengenakan armor apapun.

Deep Straight/Lurus dalam.

*syat!

Garis cahaya mengekor lurus mengikuti irisan dari bilah belati ku genggam.

Momentum beku sekilas terjadi, pillager pembawa kapak mini, ia ambruk seketika tanpa diberi kesempatan untuk membacok tadi.

Skill serang, Deep straight/lurus dalam adalah skill serang dengan memadukan dash dan menusuk. Kali ini aku menggunakannya ketika dalam perjalanan menuju ke gerbang sisi kanan, skill baru aku dapatkan. Kupelajari pergerakannya, nampaknya mudah. Lalu pillager ini jadi bahan uji coba.

Pillager langsung jatuh ambruk karena kebetulan yang aku sayat daerah dada. Di mana itu termasuk area vital yang kalau terkena dan tidak ada armor pelindung, lawan atau pemain bisa langsung terjatuh/ambruk sekarat.

 

Tidak ada waktu untuk berhenti, aku harus lanjut melangkah untuk mengatasi satunya lagi yang sedang ditahan sama Fardan. Pillager mungkin punya stok batang panah yang tidak terbatas, tapi durabilitas tameng Fardan bisa saja berkurang.

“Fardan!” Seru aku seraya melesan maju meluruskan belati/dagger.

*crek

“kuserahkan padamu Irma!!” Responnya seraya mendorong pillager agar tepat lurus mengarah padaku.

Belati kulingkar, slice edge dikeluarkan.

Irisan tipis namun kena daerah vital. Akibatnya ia langsung ambruk sekarat.

Sontak aku kembali menyarungkan belati sembari menyeru “finish attacknya kamu Dan.. dapet dua ini kamu…”

Fardan tertawa. Biasanya pemain yang job/class-nya adalah seorang support seperti Fardan ini yang bakat/talentanya ia apply-kan ke Shielder, kemungkinan mendapatkan poin dengan menghabisi lawan sangat kecil. Jangankan menghabisi lawan, bisa nge-deff aja sudah syukur.

Tapi kayaknya si Fardan ini dapat menggunakan tamengnya dengan baik. Ia leluasa menggunakan tameng persegi panjangnya seolah benda itu adalah bagian dari dirinya.

 

Singkatnya Fardan menjadi malaikat maut untuk dua pillager ini yang sudah knockdown dan menunggu masa-masa sekarat berakhir.

“Iruma, kamu bisa pakai pedang juga to?” Tanya Fardan.

“oh ini?” seraya mengeluarkan belati, memperlihatkannya pada si tameng ini. “ini belati, bukan pedang. Kalau aku pakai pedang. Ndak support sama talenta yang aku punya lah…”.

Fardan memandangi belati, “emang kalau belati, support?”

*crek

“ya.. sebenarnya bukan masalah support ndak support. Kalau pakai belati/dagger, ya tidak ada efek negatifnya. Karena pada dasarnya dagger ini bisa multi fungsi, nggak harus jadi alat untuk lawan musuh.. kan bisa juga buat mengiris daging untuk masakan, dan lain-lain.” Ujarku seraya memutar belati, menyandingkannya dekat dengan siku.

Lenka datang, kemudian menepuk bahuku “kalian melupakan jasa pemanah yang sudah mengurangi sepertiga nyawa.” Ujarnya seraya menyunggingkan senyum.

“ah iya. tadi Lenka juga berperan banget loh. Pemanah itu paling jago kalau masalah pertarungan jarak jauh… apalagi Lenka.” Fardan menyahuti. Ia meringis.

Raid (50%)

Setelah membasmi dua jalan utama. Baris raid belum kunjung hilang. Masih separuh, dan itu tak kunjung turun. Artinya masih ada musuh yang menyelinap sebelum lanjut ke gelombang penyerangan kedua.

“raidnya masih separuh. Sisa musuhnya mana?” Ujarku terburu-buru segera cabut dari lokasi.

“kan.. ah iya.. masih separuh… lah terus di mana lagi?” Tanya Lenka bingung.

Fardan menunjuk arah kanan dari desa yang artinya merujuk pada pintu utama, “di pintu utama!”.

 

Areal dalam desa, masih aman. Entah, tidak ada tanda-tanda pillager yang sempat melintas lewat di sini. Kawan-kawan mungkin benar menjaganya dengan baik. Tapi,

Raid (50%)

Kenapa masih 50 persen? Raidnya?

 

Sesampainya di pintu utama. Pemandangan benar diluar ekspektasi. Aku membayangkan kalau 50% yang tersisa ini, mereka mungkin menyebar dan tersesat karena adanya bug gagal menuju lokasi villager karena adanya objek yang menghalang.

Namun, yang terjadi dihadapanku adalah sebuah peperangan.

*trang! *trang! *vwung! *klang!

Langkah kaki yang menderu mengakibatkan dedebuan melayang bertebaran membuatku nyaris tidak dapat melihat kerumunan orang-orang bertarung mengayunkan pedang.

*tang!

“suara kilatan itu, Yuki!” Teriakku langsung lari seraya mengambil dagger/belati menerobos dedebuan yang mengepul.

 

[31%] Yukina, Warrior Lv. 55

“anjir. Kenapa aku nggak memperhatikan stat vital Yuki?!?!” Gumanku kesal sembari terus menepis kepulan dedebuan.

*trang! *klang!

Suara tameng menahan pukulan berbunyi metal nyaring. Begitupula panah yang diluncurkan tapi mengenai armor pelindung besi, sehingga terpental membuat suara nyaring.

“hyah!” *splatt!!

Teriak yang berpadu seolah mendesah lelah. Terucap secara spontan.

“Yuki!”

Aku berteriak, namun rasanya ia mungkin tidak mendengar karena banyaknya suara logam metal berdentangan membuat teriakanku terdistorsi.

survival insting! Fokus fokus!!” Gumanku seraya berusaha tenang, tapi tangan tetap siaga bila kebetulan ada hempasan kapak mini membacok.

Konsentrasi di tengah medan perang, apa lagi suasananya mencekam, ini sulit. Butuh waktu.

“awas!”

*klang!

 

Konsentrasi terpecah, seorang berujar karena ia perhatian memperhatikan. Mendapati ada serangan yang membelakang, ia sigap langsung keluarkan kemampuan menepis yang biasa ia andalkan.

Namun, karena ia tidak berada di posisi yang benar dan memaksakan untuk menepis hempasan benda tajam yang mengarah pada seorang. Ia jatuh tersungkur.

*bruk!

[30%] Yukina, Warrior Lv. 55

“Yuki!” Ujarku lagi.

“hm!?” Ia langsung merespon. Suaranya lebih dekat.

“eh tadi itu kamu toh? Eh tak kira. Tahu gitu aku biarin aja.” Yuki tertawa begitu tahu kalau kapak yang ia tepis tadi mengarah padaku.

Kami bertatap muka, sontak langsung membalik badan saling menyandar. Mengambil posisi siaga. Satu dengan pedang, satunya dengan belati.

“gimana ceritanya bisa 30 persen oi?!” tanyaku tanpa melirik.

Ia menoleh sedikit, “ya mana aku tahu. Kena serangan, tahu-tahu segitu.”

Aku menoleh sedikit, “ceroboh.”

Yuki menepis satu kapak yang diangkat Pillager hendak membacoknya, “berisik. Kemana aja kamu woi. Udah tahu nyawa partnernya tinggal sedikit, malah travelling.”

*tang!

Lagi, kapak mini ditepis Yuki dengan bilah pedang. Begitu pillager terdorong mundur karena tamparan belati dari Yuki, ia langsung menyeru “Irma!”

Itu adalah simbol untuk menyerang atau segera melakukan sesuatu. Kali ini Yuki meminta untuk melakukan serangan setelah ia memberikan stun pada lawan.

“siap!” Ujarku langsung balik badan dan menuju arah Yuki. Mendapati satu pillager terpukul mundur, belati langsung meluncur memberikan irisan tepi pada daerah vital yang terbuka lebar.

“kayaknya 50 persen ini pada ngumpul di sini semua.” Yuki berujar sambil kembali mengembalikan formasi.

“yang jaga di sini siapa aja?”

“pemanah cowok atau Ian, sama Reina.”

Yukina, Warrior.

“pedang gandamu nggak kamu pakai?” tanyaku setelah melihat Yuki menggunakan talenta warrior(evolusi kedua setelah swordman). Tapi ia hanya menggenggam satu bilah pedang.

“kapak ganda ndak kamu pake?” Yuki tidak menjawab, memberi balas pertanyaan yang mirip tapi beda.

“kamu ingin melihat aku bar-bar pakai dua kapak tambang yang meliuk ini?”

Dua pillager muncul menembus kepulan debu, begitu melihat aku dan Yuki ia langsung mengangkat kapak mininya.

*splat!

Belum sampai menyerang maju, Yuki mendahului dengan dash-nya yang sudah ditingkatkan karena agility/kecekatan pemain yang menyanggul bakat warrior.

Aku juga tidak mau kalah. Meski aku seorang penambang, tapi bukan berarti kemampuanku terkotak-kotak dengan pertambangan. Dagger ini menjadi bukti,

Slice edge. Skill serang yang sering aku pakai dan sudah kupelajari trik dan bagaimana atau pas kapan dipakai.

Setelah mengeluarkan serangan, kami kembali ke formasi. Di mana kami saling menyandarkan punggung. Tujuannya untuk bertahan, antara kanan dan kiri, depan dan belakang. Berkaitan.

“skill slice edge kalau di punyaku, evolusi..” Bisik Yuki. Ia nampaknya melihatku menyerang pillager sering menggunakan skill serang andalan. Irisan tepi/slice edge.

Saat ini bisa merubah slot talenta. Di mana melepas dua badge miner untuk diganti dengan badge swordman. Yang bila digabungkan akan menjadi talenta kombinasi, evolusi dari talenta sebelumnya. Warrior.

Tapi sayangnya, merubah slot bakat/talenta itu tidak sembarangan. Membutuhkan persiapan dan tidak dapat dilakukannya serta merta.

“aku takut aku tidak..” Balasku melirik.

Yuki langsung paham apa yang diucap, sontak ia berujar “nah gini ni.. sudah punya talenta swordman tapi nggak dipake.”

 

Selanjutnya aku dan Yuki melanjutkan tebasan demi tebasan untuk memukul mundur pillager. Karena mata sudah terpaku pada titik vital, aku tidak memperhatikan sesosok atau wajah pillager. Wajah mereka hampir semuanya sama.

Maksudku, mereka punya tipikal wajah yang setipe. Ibaratnya kalau kamu mau masuk bergabung menjadi pillager, kamu harus memotong rambut dan mempunyai scarf atau semacam jenggot untuk laki-laki dan tato di beberapa bagian tubuh untuk menunjukkan kegaranganmu.

*trang

Pedang Yuki menepis serangan kapak dari salah satu pillager. Ia menyeru “Irma. Ada pillager cewek nih!”

Aku menoleh, “what?” melihat Yuki yang baru saja menepis kapak mini seorang pillager dan mengunci pergerakannya dengan mencengkram kuat dua pergelangan tangan.

Rambut panjang, sepanjang punggung ke bawah sedikit, ditambah dengan beberapa tatto yang mengukir, hm.. barang kali tatto memang simbol kali ya?

“cewek innocent kamu ini jadi pillager?” Yuki menanyainya. Ia menarik paksa sehingga pillager cewek yang tertawan ini harus mendekat.

“kuh..” Ia mengerang. Berusaha memalingkan muka.

Yuki punya cengkraman yang kuat, ia menarik pillager wanita ini tiap kali berusaha untuk lepas. Karena ia kebanyakan gerak, Yuki mulai geram. Ia melingkarkan pedangnya mengarah tepat ke leher, nyaris mengiris.

“siapa namamu?” Tanya Yuki tatap muka.

Ia berusaha membuang muka.

“jangan kebanyakan gerak. Ini pedang bisa kena leher kamu lo!” Tukas Yuki. Mata cewek pillager ini melirik bilah tajam mengkilap, ia mulai melonggar sikap awasnya.

Yuki sedari tadi tidak menunjukkan wajah menakutkan. Ia selalu mempertahankan sunggingan senyumnya, kalaupun ia kesal, ia tidak menahan terus wajah cemberut. Sebentar kemudian ia kembali dengan wajah cerah.

“kamu, kalian pillager punya nama?” Tanya Yuki lagi. Kali ini pillager yang ditawan Yuki diam. Ia tidak memalingkan muka melihat bilah tajam pedang Yuki seolah sudah mengiris bulu halus lehernya.

Ia tidak punya waktu, Yuki tidak mungkin mengintrograsi cewek pillager ini. Yuki lantas melonggarkan pedangnya, kemudian memutar pose untuk tetap siaga bila ada pillager lain yang menyerang. Catatan, Yuki tidak melepas cengkraman tangan macannya. Sehingga cewek pillager mau tidak mau mengikuti Yuki karena kedua tangannya menyilang dicengkram.

“karena di sini, villager wujudnya aja seperti manusia. Aku punya firasat kalau pillager kemungkinan ia juga berasal dari villager yang baik..” Ujar Yuki sembari menepis beberapa serangan mini kapak kemudian memukul mundur mereka.

Cewek pillager yang dicengkram Yuki, ia diam. Matanya melirik tajam.

 

Si Yuki masih fokus dengan pertahanannya. Meskipun kedua tangannya fokus pekerjaan masing-masing, ia tetap leluasa meliuk-liukkan tebasan pedang sekaligus menepis serangan hanya dengan satu tangan.

Ia pasti semenjak login ke sini, sudah niat dari awal mau menjadi pendekar pedang.

Dedebuan mulai memudar. Para pillager yang menyerang maju mulai terlihat. Mereka terlihat banyak karena formasi serangan mereka menyebar rata. Seolah-olah mereka menutupi areal jalan. Dengan debu kabut yang mulai hilang, penglihatanku dapat melihat jelas.

Pemanah, laki-laki. Ia maju berada di garda terdepan. Bukan garda terdepan lagi malah, ia berada di tengah medan perang dengan senjata perangnya yang berjenis jarak jauh.

“hei hei. Kenapa archer malah di tengah medan perang wo!” Seru aku seraya merangsek maju sembari memukul mundur pillager yang kebetulan terlihat maju berada di dekat.

Archer ini laki-laki. Rambutnya terkesiap belakang. Aku sudah berkenalan sebelumnya. Namanya Ian.

“yan!” Aku memanggil.

Ia merespon setelah melepas anak panah yang sudah ia tarik dengan busurnya mengincar target.

“Iruma?”

“kamu archer kenapa malah di sini? Harusnya kamu nge-arc di watchtower!” Aku berseru sembari memukul mundur pillager yang berada di dekat areal Ian. Ia terlihat kepayahan, apalagi ia menggunakan busur panah di pertarungan jarak dekat.

“tadi yang jaga di sini hanya Yuki! Kalau aku jaga di watch tower. Kalau pillager banyak yang lolos, sulit nanti untuk nge-basminya..”

Si Yuki itu.. ia tidak menggunakan kemampuan dua pedangnya. Entah apa maksudnya, kalau ia menggunakan dua pedang, kemungkinan ia bisa membabat menjaga jalur ini seorang diri.

“kalau gitu, kamu kembali ke posisimu seperti biasanya. Garda depan, biar aku sama Yuki yang ngurus!” Pintaku seraya terus menyempatkan waktu untuk menebas dagger, memukul mundur.

Ian tidak banyak berkomentar, ia langsung mengangguk setuju lalu meninggalkan zona peperangan.

Raid (10%)

“tinggal sepuluh persen… ini kalau masih lanjut ke wave selanjutnya.. nggak kebayang..” melihat status raid, mengingat ini masih raid wave pertama.

Sistemasi minecraft aslinya, raid terbagi menjadi lima gelombang/wave. Di mana tiap wave-nya kemunculan pillager dan antek-anteknya bertahap. Tapi aku menghitung, sudah puluhan pillager yang datang.

“Irma! Ada badak ngamuk!” Seru Yuki di tengah-tengah aku memukul mundur pillager yang tersisa.

Yuki menyeru setelah pillager tersapu bersih yang berada disekitar. Pedang mengkilap masih digenggamnya dengan lentik lentur mahir dan tangan kiri masih mencengkram satu pillager cewek yang ditawannya.

“wih. Banyak banget.. kamu punya kemampuan untuk nge-summon teman-teman sesama pillagermu ya?” Tanya Yuki pada si pillager tawanannya. Ia tidak berkomentar, diam, mulutnya terkatup rapat. Rambut poninya dibiarkan terurai sesekali menutupi kedua matanya.

“jadi gitu.. sistemasinya.. oke oke aku paham…” Ujarku mendekati Yuki. Melihat gerombolan pillager dan beberapa mob hostile lainnya, aku menebak yang muncul setipe seperti evoker, penyihir, dan lainnya.

“Yuki. Dengar. Aku mau mengubah settingan talenta. Ini akan makan waktu. Jadi...”

Yuki memotong, “siap. Serahkan padaku.. tapi eh bentar.. aku nggak bisa!”

“nggak bisa, maksudnya?”

Yuki menarik cengkraman tangan kiri, di mana ia mengunci kedua tangan si pillager cewek. “Ini.. gimana? Eman banget kalau dia lepas…”

“Heh? pillager ini belum ia bunuh? Ini bisa jadi masalah besar ini…” Gumanku kaget.

“kamu mau pegang dia sebentar.. tapi jangan sampai ia kabur atau kamu malah yang babak belur..”

Aku melirik pillager cewek yang ditawan Yuki. Tatapannya dingin, ia melirik tajam dengan poni panjangnya yang terurai sampai nyaris menutupi kedua matanya.

“nggak nggak. Kenapa kamu ndak dihabisi sekalian?” Tanyaku kaget.

Yuki menarik bilah tajamnya, tersirat cahaya mengkilap sekilas “kamu mau aku membunuhnya? Aku lakukan ini lho..”

Ia, Yuki sontak menarik cewek bertato ini mengatakan “tadinya aku ndak ada niatan untuk menggal. Tapi partnerku bilang gitu.. gimana dong?”

Mendengar tersebut, ia langsung menutup kedua matanya. Terlihat raut wajahnya mulai pasrah.

Karena sesosok pillager ini seperti manusia pada umumnya, ekspresi yang begitu emosional terlihat jelas atau smooth. Bahkan kalau ada pemain yang membaur jadi villager, mungkin bakal sulit membedakan. Rasa belas kasihan tentu saja muncul.

“heh? jangan jangan! Ya sudah gini aja.. sebentar..” Teriakku menghentikan Yuki yang mulai mengiris lehernya di depan mata.

 

Membuka menu, memilih menu crafting. Mencari beberapa benda yang bisa aku buat dengan sumber material seadanya.

“ini.. harusnya bisa buat nahan sebentar..” Gumanku seraya memunculkan tabel meja crafting dan memulai atraksi kerajinan super cepat yang pernah ada.

Ia melirik, kali ini aku lihat wajahnya yang tadi terlihat pucat pasi, berubah sedikit terang. Seolah ia ada harapan.

Crafting berhasil! String didapatkan!

“Yuki, perlihatkan pergelangan tangannya.” Ujarku seraya meluruskan string atau uluran tali yang aku buat dengan memecah wool kemudian dipintal dengan ajaib menjadi tali. Tolong jangan heran, meskipun ini minecraft vr, bukan berarti physic minecraft dihapuskan.

Bekas pergelangan tangannya memerah. Yuki pasti mencengkramnya cukup kuat, sampai membekas. Lantas aku mulai memutar ulur tali ini untuk mengikat pergelangannya. Harus aku lakukan setenang mungkin. Meskipun sebentar lagi pillager dengan badaknya sudah mulai terlihat dan terdengar raungan terompet dan badaknya.

*sret! “kuhh!” Ia mengerang. Entah itu reflek disengaja atau gimana. Ndak paham aku. Bagaimanapun ia tetap mob berjenis hostile. Ia dapat suatu saat menyerang.

 

Dua ikatan mengikat. Satu di tangan, satunya lagi di kaki. Pillager wanita ini hanya bisa berlutut, tidak dapat berdiri ataupun lari. Harusnya ikatan tali itu tahan sampai beberapa jam. Kalau ia punya pasif skill yang bisa mengeluarkan energi atau semacamnya, aku angkat tangan.

“tambahan rencana. Lindungi villager dan juga tawanan!” Seru Yuki. Ia menarik dua pedangnya sekaligus dengan dua tangannya. Hal ini artinya ia mengaktifkan kemampuan penggunaan dua pedang. Dual wielding.

 *voonggg!!

Terompet ditiup. Gemuruh teriakan para pillager terdengar menggelegar. Mereka seolah siap maju atau mati mulai merangsek mengangkat kapak mini.

Mereka tidak sendiri, beberapa ada yang terlihat berbeda. Ada yang memakai senjata semacam busur panah yang tadi kami lawan. Beberapa ada yang terlihat mengangkat kedua tangan, kepalan tangannya memunculkan cahaya aneh.

“itu, itu mob yang bisa munculin kayak minionkan?” Tanyaku heran mendapati ada beberapa yang terlihat berbeda.

“kayaknya itu Evoker. Mob yang bisa munculin Vex. Mob kecil bisa terbang kayak kelelawar, damagenya lumayan gede kalau pemainnya ndak pakai armor.” Yuki menjawab, ia tetap posisi siaga. Dua bilah pedangnya ia sandarkan kanan kiri.

Kamu benar ingin mengganti talenta Ore Seeker (Miner-Miner) dengan Swordman?

Catatan: Proses penggantian talenta memakan waktu sampai lima menit. Untuk proses adaptasi serta penerapan skill talenta pada avatar.

“lima menit.. lima menit.. beri aku waktu lima menit!” Ujarku.

“lima menit? Pas momennya ini nanti…” Respon Yuki.

Tanpa ragu, menekan tombol ‘Ya’. Seketika muncul tulisan progresif pada perspektif.

Proses penggantian talenta, selama pemain tidak dapat menggunakan skill. (Waktu tersisa: 5 menit).

Aku bangkit, kemudian mengambil belati. Maju berada sebelah Yuki. “lima menit. Ndak bisa pakai skil— hah?”

Yuki menoleh, “hah? Hah apa?”

Penglihatanku terasa kabur sejenak. Semangat bertarung nyaris turun. Bahkan adanya perasaan kalau aku tidak akan selamat begitu melihat banyaknya pasukan yang maju bermacam-macam.

*klang!

Belati jatuh. Tangan gemetar. Rasa ketakutan seolah menggerayang.

“Iruma! Iruma!” Yuki berteriak. Ia menyarungkan kedua pedangnya. Merunduk, berlutut.

“ah.. hah hah…”

Napasku tidak beraturan. Pikiran sumpek. Aku melihat Yuki, wajahnya panik.

Proses penggantian talenta... (Waktu tersisa: 5 menit).

“Iruma! Irma!” Teriak Yuki lagi. Ia menepuk bahu, muka. Memaksa agar pandanganku sadar melihat dirinya.

“ini, jadi gini rasanya… rasanya kayak aku kehilangan separuh nyawa…” Ujarku pelan dengan suara parau.

“Iruma?” Yuki terus mengucap namaku berkali-kali.

“hum. Aku nggak apa-apa.. hanya aja, tadi down.. mungkin ini efek mengganti slot talenta..” Ujarku seraya berusaha bangkit berdiri.

Yuki masih tidak percaya, ia membantu aku berdiri. Aku menolak, “biar aku berdiri sendiri.. fokus sama raid! Kurang 10 persen!”

“ah oke oke.. aku, kaget apa ada apa-apa mendadak… ok. Aku akan fokus ke raid..” Yuki mengangguk, kemudian mulai kembali menarik dua bilah pedang dengan gaya menyilang. Suara desing bebarengan melengking karena dua bilah metal bergesekan.

*spang! *spang!

Busur panah yang dipengang pillager melepas proyektil panah. Tidak satu-satu, melainkan dua-dua. Panah ini mengarah kepada objek terdekat. Tidak lain hanyalah Aku dan Yuki. Harusnya nggak mungkin pillager dengan sengaja mengincar pillager yang ditawan.

Penglihatan Yuki, fokus meningkat seolah ia adalah superhuman. Panah dilontar dengan dekat lima meter. Refleknya langsung menepis empat panah beruntun yang melesat mengarah padanya.

“jangan terlalu rakus. Nanti aku ndak dapet title hero of the village..” Ujarku pelan.

Yuki menunjukkan senyuman tawa kecilnya. “hihi. Siap!” Ia mulai mengambil posisi, nampaknya ia mau melakukan dash.

“hei. Jangan nge-dash! Ntar siapa yang ngecover ini? Aku ndak bisa makai skill!” Aku mencegahnya.

Yuki membatalkan dash. Ia cekikikan.

“ada apa Yuki? Ini cekikikan pasti ada maunya ini.”

*crek

Ia meluruskan pedangnya. Berpose seolah ia men-twist badannya. “jangan menggantungkan skill. Pakai skill kreasi sendiri ajahh…”

“Ini kalau aku udah selesai proses ganti talenta.. ndak tak bagi kill...”

Yuki tertawa, begitu pula aku. Ia melempar kembali ucapanku ketika kejadian Yuki kehabisan stamina karena kebanyakan pakai skill.

 

“vooooooongggg!

Terompet kerucut ditiup. Pillager membunyikannya pertanda mereka memulai penyerangan. Nampaknya ini pasukan terakhir. Dari kejauhan tidak ada pasukan yang tersisa.

Pillager archer, pengguna senjata busur panah. Begitu mendeteksi adanya objek di zona radius serang, ia menarik menarik beberapa batang di busur yang dimodifikasi. Mengincar tiga objek, maksudku dua objek.

“semoga aja nggak ada yang miss..” Guman Yuki pelan, tapi terdengar olehku.

 

“ada tiga ravager, sama witch.. Kamu punya berapa milk?”

“hum hum. Aku sudah nge-stok di inventori. Harusnya cukup sampai 10 persen terakhir ini…”

Aku menoleh, mendengar ada seorang berdiskusi. Langkahnya terdengar.

“kami ndak bisa membiarkan hanya dua pemain yang berada di garda terdepan…” Ujarnya. Ia menghampiri.

Menarik tali semacam senar, yang biasa ia gunakan untuk meluncurkan proyektil arrow “Sepuluh persen ini harusnya bisa dilalui dengan mudah..”

“Rei, Len, Dan! Ambil posisi!” Seru ia seraya menarik gaya pegas, mulai membidik.

Mereka menarik peralatan masing-masing, kemudian mengambil pose. Di mana hal ini menyesuaikan dengan bakat/talenta yang dimilikinya.

“baik!” Ujar mereka bersamaan.

 

*trang! *trang! *tang!

Yuki berhasil menepis semua proyektil panah. Ia menoleh, melihat tim Ian datang kemudian melambaikan tangan. Pertanda sambutan.

“Aku Archer. Jadi aku jaga di sini.” Lenka berujar seraya menarik busurnya mulai membidik.

“yap. Kali ini. Hero of the village harus dapet!” Respon Ian, ia ikut menarik busurnya seirama dengan Lenka.

Fardan datang mendekati, ia mendirikan tameng yang sedari tadi ia genggam di depanku yang sedang payah untuk berdiri tegap. “aku akan menahan serangan sampai Iruma pulih!”.

“hah… kalau gini, rasanya aku jadi beban nantinya..” Ujarku.

*spang! *spang!

“Lenka!”, “baik!”

Sontak mereka berdua langsung merapal mantra, menarik busur dengan anak panahnya yang mulai bergelimang cahaya.

Piercing arrow/panah penembus!” Ujar Mereka bersamaan.

Pillager lain terlihat, mereka seperti biasanya. Mengangkat kapak mini dengan tinggi semangat menghabisi. Tatapan mereka seolah melihat kami hanya segelintir kecil.

“barbarian… aku datang!” Seru Reina seraya merangsek maju menerobos apapun yang menghalangi. Bahkan beberapa Pillager belum sempat menyerang, sudah lebih dulu ditabok sama kapak sepanjang lengan.

 

*spang! *trang!

Kesekian kalinya, Yuki menepis panah. Ia masih berdiam diri, belum memulai aksi bar-bar seperti Reina.

“Irma. Itu siapa namanya? Aku lupa e.” Bisik Fardan yang kini berada tepat di depan sambil bersiaga kalau ada proyektil panah yang melesat mengarahnya.

“namanya Yuki.” Jawabku pelan.

Karena Yuki, ia menggunakan bakat/talenta warrior. Tingkat fokusnya seolah superhuman. Ia mendengar apa yang ditanya Fardan dan jawabanku. Sontak ia langsung menoleh, “Yuki… waktu itu aku juga belum kenalan.. salken ya..”

“heh?? ah ya ya. Salken.” Gagap Fardan kaget.

 

Inti peperangan raid ini dimulai sebenarnya. Di mana semua antek-antek pillager seperti witch, evoker, ravager si badak yang bisa menyeruduk. Semuanya berkumpul dan mulai merangsek maju. Saat ini enam orang pemain, penguji beta atau beta tester memulai aksinya.

Paling depan. Aku, Yuki, Reina, dan Fardan. Namun saat ini yang paling aktif menyerang adalah si pengguna kapak Reina. Kalau Yuki, ia hanya mengayunkan pedangnya kalau ada musuh yang berada areal tertentu. Seolah ia punya zona radius serang. Sedangkan Fardan, ia nampaknya memang mendedikasikan dirinya untuk bertahan sampai menunggu aku pulih.

Sedangkan Lenka dan Ian, mereka berada di garda terdepan pula tetapi paling belakang. Mereka terus melontarkan proyektil panah. Pillager yang menggunakan busur panah, ia tidak akan menembak Ian dan Lenka. Zona radius tembaknya bahkan tidak sampai, bagaimana mau nge-attack?

“kak Yuki ndak ikut maju?” Ucap Fardan pelan.

Ia menjawab, “tunggu sebentar..”. Pandangannya terkunci melihat kedepan.

Meskipun Yuki tidak maju, ia tetap menyerang kalau ada beberapa pillager yang kebetulan lolos sampai ke areal serang Yuki. Bahkan tidak hanya pillager, proyektil panahpun ia tepis. Jadi, sejujurnya Yuki dengan dua pedangnya sudah cukup untuk nge-deff sekaligus nge-attack.

“Ndak enak rasanya kalau maju sendiri.. aku maju nanti setelah partnerku pulih.” Ujar Yuki tanpa menoleh melihat belakang.

 

Proses penggantian talenta... (Waktu tersisa: 2 menit).

“dua menit harusnya sebentar. Kalau gini situasinya.. kapan selesainya?” Gumanku pelan.

Yuki menoleh, “gimana? Sudah?”. Nah kan? Padahal aku berbisik mengomel diriku sendiri loh. Ia bisa dengar.

“tunggu, dua menit lagi..” Ujarku.

 

“witch! Witch muncul!” Seru Reina seraya terus memutar kapaknya seirama semua tubuh seperti tornado.

Setelah para pillager mulai terbabat, barisan backup datang. Para witch. Memiliki wujud sama seperti villager ataupun pillager. Hanya saja mereka memakai outfit atau pakaian yang gelap. Kalian yang pernah main game rpg atau apapun yang berhubungan dengan sihir-menyihir, pasti tahu witch itu gambarannya seperti apa.

Mereka mengenakan kostum serba gelap. Beberapa ada yang mengenakan topi kerucut dengan ujung yang bengkok. Ya, seperti witch biasanya. Ternyata di minecraft ini pun wujud witch tidak terjadi perubahan.

*pyar! *pyar!

“Reina mundur dulu! fokus ke yang pillager aja!” Seru Ian melihat beberapa witch mulai melempar botol berisi air yang dicampur sesuatu.

Di minecraft, witch cara menyerangnya memang seperti itu. Tapi apa di sini, witch hanya segitu doang nge-attack-nya? Hanya lempar-lempar botol yang diisi ramuan khusus (harusnya ramuannya menimbulkan efek negatif).

“Lenka, fokuskan serangan ke para witch!”

“baik!”

Bila melawan witch, disarankan untuk melawan dengan senjata jarak jauh. Seperti memakai busur panah, atau trisula, atau apapun itu yang berhubungan dengan serangan jarak jauh.

Kalau memang terpaksa harus dihadapi jarak dekat, maka resiko akan terkena lemparan botol mudah pecah dari witch sangat tinggi. Belum lagi bila witch terkena serangan, ia akan meminum ramuan miliknya. Di mana hal ini kemungkinan besar, ia meminum ramuan semacam pemulih nyawa.

 

“Pillagernya nyampur sama witch, aku nggak bisa nyerang bar-bar!!” Seru Reina lari berpapasan Yuki, Fardan, Aku.

Salah satu pillager nampaknya sudah mengincar cewek kapak ini dari tadi. Ia melepas proyektil panah, cahaya kilatan keluar mengekor. Artinya pillager ini menembakkan panahnya dengan skill yang dipancing dengan mengucapkan mantra.

Panah melintas, Yuki reflek mengayun hendak menebas. Tapi telat sepersekian detik, sontak ia relfek mengucap “gawat. Miss!”

Persenan proses mengubah talen baru saja selesai. Tidak ada waktu ragu, belati metalik ini semoga bisa menepis!

*klang!

Agility ditingkatkan. Aku maju berdiri, kemudian menarik belati untuk menepis panah yang dilontar tadi rasanya seolah melamban. Mungkin yang aku rasakan lamban, tapi bagi yang melihat seolah superhuman.

Aku berhasil menepisnya. Serangan reflek ini rasanya meningkat. Swordman berhasil diterapkan.

 

Yuki melihat, penglihatan fokusnya pasti ia melihat pergerakanku bagaimana menepis panah yang melesat hendak mengenai Reina. Ia berujar “widih sudah bisa nepis panah. Artinya sudah dong ini?”

Aku mengangguk singkat, seraya berujar “hm.. harusnya ini sudah cukup..”

“kalau begitu, langsung ayo!” Seru Yuki seraya meluruskan kedua pedangnya.

“ooke!”

Proses perubahan talenta benar rasanya seolah nyata. Maksudku rasanya ada sesuatu yang berubah aku rasakan. Seperti kelincahan/agility, penglihatan, dan lainnya. Padahal ini aku hanya menggunakan satu slot talenta, swordman. Talenta basic untuk pengguna pedang.

“Fardan. Aku sudah baikan. Kamu bantu Reina saja…” Ujarku seraya menekuk belati dalam kepalan tangan.

“oke oke. Jangan mati Iruma!” Ia mengatakannya seraya meninggalkan kami.

 

Jarak sudah dekat, para pillager yang tersisa mulai mendeteksi adanya objek yang berada di zona radius serang miliknya. Sontak mereka langsung menyerang. Sebagian besar menggunakan kapak mini andalannya, sedangkan pillager yang membawa busur panah mereka berhenti untuk menarik beberapa batang panah untuk siap dilontarkan.

“formasinya seperti biasanya ya?” Yuki berujar seraya menebas pedang, menangkis panah. Berapa banyak panah yang sudah ia tepis?

“aku manut.” Ujarku singkat.

“kalau gitu, langsung saja! Maju!” Seru Yuki mulai mengambil langkah lari, melakukan dash.

 

Kami langsung maju di tengah formasi lawan. Pergerakan kami yang langsung datang mendekat dan mulai mengayunkan bilah pedang. Memberikan beberapa tebasan fatal, sebagian besar mereka terjatuh/knockdown namun beberapa ada yang masih hidup dengan nyawa sisa-sia.

Formasi menyerang kami seperti biasanya. Di mana Yuki berada paling depan, sedangkan aku berada di belakang. Yuki mulai menyerang, mengukir irisan di beberapa lawan yang ada di dekatnya. Sisanya aku yang memberikan final attack.

Namun, serangan final yang aku berikan sepertinya kurang tepat. Slice edge yang biasanya aku pakai, ketika menggunakan talenta swordman, skill ini berevolusi. Menjadi Cutting Edge. Entah bagaimana prosedur skill ini. Sistem belum mendeteksi pergerakanku yang dapat memicu skill Cutting Edge ini.

Di minecraft ini, proses mengeluarkan skill adalah dengan melakukan sesuatu yang dapat memicu muncul/keluarnya skill. Semisal, aku ingin menggunakan Slice Edge/Irisan Tepi maka pergerakanku harus sesuai dengan syarat sebagai mana Slice Edge. Yakni menebas dengan lurus horizontal.

Tapi untuk yang satu ini, Cutting Edge/Memotong tepi aku belum sempat mempelajari bagaimana prosedur gerakannya. Hanya membacanya singkat dalam pop-up yang muncul di perspektif pandangan. Yang aku ingat, gerakannya mirip seperti slice edge karena skill ini adalah evolusi dari slice edge.

“kamu tadi nebas, kayaknya damagenya nggak fatal ya?” Tanya Yuki menoleh. Saat ini kami masih berlari sana-sini. Mengayunkan pedang dan belati. Menghindari beberapa panah atau lemparan botol oleh para witch.

“evolusinya nggak paham cara keluarinnya!”

Yuki berhenti mendadak. Untung saja aku dapat menge-rem langkah dash. Sehingga tidak bertabrakan olehnya. Ia berhenti karena menghindar lemparan botol mudah pecah dari si witch. Karena ia tidak mungkin menangkis pakai pedang, Yuki tidak mau mendapat efek negatif dari pecahan ramuan witch.

“caranya sama kayak slice edge!” Ujar Yuki.

*trang!

Karena bingung. Yuki menepis rentetan panah yang melesat mengarahku. “lupakan skill. Maju aja, deffend jangan sampai terbobol!”

 

Beberapa saat kemudian, Reina cewek pengguna kapak berlari satu baris dengan Fardan si tameng. Mereka nampaknya mulai memadukan skill dan talenta mereka agar serasi. Perangsek maju dengan bertahan, formasi ini cocok untuk menerobos pertahanan musuh.

“Seruduk!! Siapkan tamengmu!” Seru Reina.

Fardan mulai bersiap menangkis apapun yang ada di depannya. Berlari cepat.

Formasi mereka lantas roboh, Mereka berdua berhasil menembus formasi raid. Begitu berhasil masuk, Reina mengangkat kapak yang biasa digunakan untuk menebang pohon. Ia memutar kapak bersamaan tubuh avatarnya, seperti tornado.

Hal ini membuat lawan tidak dapat mendekat untuk sementara waktu. Tujuannya adalah untuk memukul mundur dan memberi ruang untuk maju.

“pertahanan raid hancur.. maju, Irma!” Seru Yuki. Aku mengangguk mengikuti.

 

*voooooonggg!!

Tiupan terompet untuk ketiga kalinya mungkin. Badak mulai bergerak, mereka berjumlah kurang lebih lima ekor.

“badak ngamuk!! Fardan tameng!!” Seru Reina begitu mendapati ada badak maju mengarah mereka berdua.

Fardan kaget, ia sontak berujar “aku nggak tahu apa tamengku kuat apa ndak.. tapi…” ia tidak menyelesaikan ucapannya. Langsung mengambil pose bertahan. Tubuh avatarnya memancarkan cahaya redup. Mungkin Fardan menggunakan kemampuan khususnya, seorang shielder.

*klangg!!

Seruan melengking nyaris memekakan telinga. Percikan api mencuat sekilas. Ujung tanduk, posisi Fardan kala itu dengan tamengnya berada di depan.

Ia langsung terpental beberapa meter ke belakang. Terpukul mundur, ia tetap mempertahankan posisi bertahan, tidak terlempar jatuh.

“Irma!”

“ok!”

*splat!

Setelah menyeruduk, badak memerlukan waktu untuk dapat menyeruduk kembali. Ini bisa aku katakan, badak ini terkena stun setelah menyeruduk Fardan. Kesempatan ini aku & Yuki gunakan untuk menyerang badak.

Yuki dengan dua pedangnya menebas. Gerakan tebasannya seolah-olah ia menari melinasi badak dengan indah. Tariannya memberikan efek cahaya mengekor seperti mengiris. Sedangkan aku, memberi tato irisan lurus dengan deep straight.

Al hasil, badak mendapatkan enam tebasan dan satu tebasan serangan finalnya. Satu badak berhasil disingkirkan.

 

Dari jarak cukup jauh, dua pemanah terus meluncurkan serangan. Sebagian besar mereka jarang mendapat miss. Mereka berdua hanya mengincar musuh yang berpotensi dapat menyerang jarak jauh. Seperti pillager pemanah (yang menggunakan busur panah), witch.

Mereka tidak menghiraukan berapa banyak bilah panah yang dilontar. Sebelumnya si pemanah cewek, Lenka sudah mendapatkan stok dari penduduk. Sehingga masalah amunisi, dapat diatasi.

 

Pemanah tetap berada di posisi, namun pemain dengan bakat atau talenta berbasis serangan jarak dekat dan merusuh harus tetap bergerak, tidak boleh diam. Seperti Reina, ia menggunakan kapak tebang pohon seperti biasanya. Berlari dan menyeruduk apapun yang menghalangi. Sesekali ia menggunakan Fardan sebagai tameng, ia berlari memberikan boost atau dorongan kepada Fardan untuk menyeruduk dengan tamengnya.

*trang!

Yuki untuk kesekian kalinya, ia menepis dua panah beruntun seraya menyeru “ada dua pillager yang pakai crossbow sambil menunggangi badak. Aku nggak bisa nyerang pillagernya karena badaknya tinggi banget. Lompatanku ndak sampai.”

“nunggu tim pemanah biar menghabisi itu dulu?”

Yuki menggeleng, “kali ini Irma maju duluan. Tahan badaknya, nanti kamu berlutut biar aku nantinya lompat untuk menyerang pillager yang menunggangi badaknya..”

Aku mengangguk.

“Irma. Ini kamu pakai bakat swordman. Nyawamu tidak sekebal biasanya. Jadi, usahakan untuk tidak menahan serangan badak. Tapi menahan badaknya agar nggak lari kemana-mana.”

“heh apa?” Toleh aku kaget.

Baru sadar kalau baris nyawa yang aku miliki ternyata tidak sepanjang biasanya. Ibaratnya kalau aku pakai talenta Ore Seeker, baris nyawanya bisa melebihi sampai 130% tapi begitu pakai talenta Swordman, baris nyawa drop menjadi 80%.

hp swordman berkurang tapi dibayar lunas sama tambahan damage untuk pedang dan anak turunannya.” Ujar Yuki.

 

Waktu diskusi selesai. Yuki mulai mengambil aba-aba maju, aku mengikuti. Sesuai rencana aku memimpin maju terdepan, memulai serangan pemicu sampai badak mulai teralihkan perhatiannya.

“cula badaknya hati-hati. Sakit banget kalau kena. Mungkin bisa jadi fatal.” Ujar Yuki lagi. Aku mengangguk setuju.

Berada di depan badak. Penunggang dan yang ditunggangi langsung mendeteksi lawan, masing-masing langsung memberikan respon. Pillager yang menunggangi badak, ia menarik crossbow-nya. Sedangkan si badak langsung menendang tanah mulai menyeruduk.

Hentakan kaki badak mengakibatkan tanah tersepak sekilas. Dedebuan tanah mulai berterbangan. Serangan tiba. Saatnya menguji agility.

“Yuki!” Seru aku berlutut di kala badak sudah mengambil langkah seruduk.

Ia langsung mengangguk paham, dan mulai melompat.

Dua meter lagi. Kaki ini harus menendang tanah, melakukan dash atau aku akan terpental.

Step. Loncatan Yuki tepat. Ujung tumitnya memancat pundak, kini saatnya ia melanjutkan loncatannya agar lebih tinggi. Saat ini bisa dikatakan aku sebagai kursi untuk membantu Yuki loncat agar pedangnya dapat mengenai pillager yang menunggangi badak.

Yuki berhasil lompat, ia melayang di udara. Satu garis lurus antara tinggi lompatan Yuki dengan pillager yang sedang menunggangi badak.

“Yuki sudah lompat.. sekarang tinggal nge-dash.” Gumanku seraya menolak hindar serudukan badak.

*sring!

Satu badak terjatuh. Dilanjutkan dengan penunggangnya ambruk tersungkur.

Yuki menari diatas awang-awang selagi aku melakukan deep straight/lurus dalam saat menghindar dengan memadukan skill dash. Dua bilah pedangnya mengenai semua bagian tubuh pillager. Hal ini memberikan damage yang fatal terlebih sebagian besar Yuki memang sengaja mengincar titik vital.

 

“formasi sukses! Lanjut!” Seru Yuki seraya kembali mengatur posisi untuk bangkit dan mulai menebas kembali.

 

Tanah getar, rasa atau insting adanya serangan terasa. “Dan. Rei! Minggir dari situ!” Seru aku.

Mereka langsung menjauh memecah formasi. Tanah yang mereka injak bergetar sampai muncul beberapa gigi tajam mencuat keluar.

*skrap! *skrap! *skrap!

“Evoker.” Ujar Yuki pelan.

“Ya evoker.” Jawabku pelan juga.

 

“Ian. Apa itu tadi?”

Laki-laki ini melepas bidikannya. “Evoker. Akhirnya muncul setelah pillager pada mati.”

Dia adalah mob berjenis hostile. Wujudnya hampir sama seperti villager, pillager bila grafik di dunia ini sama seperti minecraft aslinya(kotak-kotak). Evoker dalam minecraft ini diwujudkan dalam bentuk rupa seperti pendeta dengan pakaian lurus panjang seolah memakai jubah.

Ia jalan dengan tangan menggenggam menjabat tangannya sendiri. Tertutup pergelangan baju tangannya yang lebar. Namun ketika menyerang atau mengeluarkan serangan, ia mengangkat kedua tangannya tinggi. Seolah berdoa atau mengucapkan mantra sesuatu.

“nggak ada yang berubah.” Ujar Yuki.

Aku menggeleng, “ada.. itu grafiknya. Gimana kamu ini.”

“ya.. maksudku cara menyerangnya ya gitu-gitu aja. Nggak ada perubahan yang benar-benar intens..” Yuki menyahuti.

“apapun itu, kalau evoker munculin vex. Butuh banyak makan daging ini..” Ujarku.

Vex, minecarft aslinya diwujudkan seperti kelelawar/bat. Namun tak bersayap, tak cemerlang, nyaris tak terlihat. Tapi serangan damage-nya setara seperti kena piso/pedang. Ia mob hostile yang hanya dapat muncul oleh Evoker (dimunculkan). Ia dapat terbang melayang, gravitasi tidak berpengaruh.

 

Ia muncul seraya menginjak beberapa mayat pillager yang gugur. Beberapa ada yang menyeringai. Aku menghitung sekilas, ada sekitar 4 evoker. Posisi mereka tersebar rata.

“mereka nggak muncul. Baru muncul sekarang. Artinya mereka emang sengaja menjebak.” Yuki berujar.

“si Reina dan Fardan, mereka tipikal serangannya maju berhadapan langsung. Evoker pasti sudah menebak. Ia berencana untuk mengepung dua petarung ini dengan skill-nya yang berdamage besar tak terkalahkan.” Tambah Yuki lagi.

Kenapa tidak terkalahkan? Karena cukup mustahil mengalahkan evoker tanpa menggunakan armor lengkap. Kalaupun bisa, biasanya memerlukan dua atau tiga kali respawn untuk kemudian come back mengalahkannya.

Tapi kalau sampai mati di minecraft ini. Bisa jadi nggak respawn di sini, tapi respawn-nya langsung melek menghadap langit-langit kamar.

“ini pertarungan seru. Jangan mati.” Gumanku menyulut semangat.

“hm?” Yuki menoleh. Seperti biasa, kemampuan pendengarannya benar-benar superhuman.

 

Satu evoker mengangkat tangan. Sontak Yuki berujar, “datang. Ia datang! Siap-siap!”

Dari kepalan tangan Evoker, muncul objek terbang. Tidak salah lagi, vex muncul.

“vex!” Seru Yuki.

“kenapa baru awalan malah munculin vex?” Ujar Reina.

“Rei. Minta pemanah itu untuk fokus serangan ke evokernya. Biar nanti kita yang mengalihkan perhatiannya!” Yuki berujar. Ia mengambil alih komando. Tidak ada waktu untuk diam, beberapa vex berwujud minion bersayap dengan pedang kecil digenggam sudah terbang.

Reina segera merespon, ia mengangguk setuju. Lantas ia membuka menu, memulai mengetik sesuatu.

“Yuki, dengar. Ini kalau ngumpul begini. Ntar yang kena bisa satu tim garda depan. Harus menyebar!” Bisikku pelan.

“sementara, ini biar begini aja. Reina dengan Fardan yang bisa nge-deff, kamu punya Aku yang bisa nepis.” Jawab Yuki seraya meluruskan kedua pedang, bersiap.

“ok ok.” Tidak ada bantahan. Langsung mengiyakan seraya menarik belati kembali mengambil posisi.

 

“mereka datang! Mereka datang!” Bisik Yuki pelan. Mungkin hanya terdengar olehku saja.

[94%] Iruma, Swordman Lv. 52

[81%] Yukina, Warrior Lv. 55

“kamu udah makan?”

“sudah. Kenapa emangnya?”

“nyawamu belum penuh woi.”

Mata Yuki melirik bawah, membaca beberapa statistik vital miliknya. “nanti juga penuh sendiri.”

 

Vex terbang. Mulai menyebar, muncul entah dari mana. Intinya keluar di balik tubuhnya salah satu evoker yang tadi mengangkat tangan.

Mereka memulai analisis. Menghitung berapa banyak objek, mengingat ia sebagai mob hostile di mana semua objek yang bergerak, kemungkinan besar bisa menjadi sasaran serangnya.

“kaaak!!”

Itu adalah suara ambient dari Vex. Suaranya nyaris mirip seperti elang. Hanya saja diselip suara tawa yang samar.

Yuki, Aku mengambil posisi siaga. Begitu juga Reina dan Fardan. Sedangkan mereka pemanah berdua mulai menarik pegas busur, berharap salah satu tembakan mereka mengenai Vex atau Evoker.

 

“kaaak kaaak!”

Yuki terkejut, ia sontak kaget dan mulai menendang tanah. Berlari. “yang diincar kita! Cepat ikuti aku!”

Aku mengangguk sekilas. Lalu mengikuti pergerakan lari si Yuki.

Vex menyebar terbang, mereka mulai terbang mengarah ke satu objek. Yuki langsung menyadari, entah apa karena ia punya insting yang memang superhuman atau hanya sekedar perkiraan. Ternyata benar, para vex yang berwujud kecil ini terbang melayang menuju kita berdua.

“nanti kalau sudah cukup jauh, kita bunuh mereka satu-satu.” Ujar Yuki berlari.

“bunuh mereka?”

“ya.. setidaknya bertahan sampai para archer membunuh Evoker yang mengendalikan vex ini.”

Evoker bila sudah mengeluarkan satu jurus/skill, mereka harusnya tidak dapat mengeluarkan skill lain. Ibaratnya hanya fokus sama skill itu saja. Setelah satu evoker memunculkan vex dan mengincar kami. Maka Evoker ini punya celah untuk diserang.

Fardan dan Reina saat ini mereka masih teguh pada posisi bertahan. Mereka tidak berkomentar atau mengeluarkan suara teriakan khawatir. Mereka yakin yang aku dan Yuki lakukan adalah taktik, bukan suatu kecerobohan.

 

Dari kejauhan, Lenka dan Ian memusatkan panahnya untuk mengenai salah satu evoker yang menadahkan tangan ke langit.

*vwung!

Dua Panah dilontarkan. Mereka menggabungkan skill untuk satu target.

*klang!

“apa?” Sontak Ian kaget. Melihat anak panah yang dilontarkan mereka berdua, ditangkis oleh makhluk kecil dengan sayap nyaris transparan. Mereka menangkis panah yang dilontarkan dengan skill.

Melihat hal tersebut, Yuki menggigit bibirnya seraya berguman “Evoker di sini, bener-bener OP. Mungkin nggak ada cara lain selain menyibukkan mereka berempat.”

Yuki berhenti mendadak, “stop. Ambil dagger, mulai bertahan di sini!” seraya mengambil posisi bertahan dengan dua pedangnya.

Aku mengikuti. Saat ini aku hanya dapat mengandalkan komando dari Yuki. Terlebih kemampuan dan bakat swordman belum sempurna tertanam di avatar ini. Lagi pula setelah ini aku berencana untuk mengembalikannya lagi, ke formasi talenta awal. Ore Seeker.

*srat! “kuh!”

Vex melintas cepat. Mereka berkerumun seperti lebah. Menyengat tiba-tiba, tidak tahu pelakunya yang mana.

[92%] Iruma, Swordman Lv. 52

“sekali sayat. Minus dua persen..” Gumanku seraya berusaha menepis beberapa vex yang melintas mengitari kami berdua.

*trang!

“hati-hati. Di minecraft aslinya, vex sakit banget kalau nyerang. Untung di sini bisa nepis serangan..” Ujar Yuki. Ia mendengar apa yang aku guman. Lagi-lagi pendengaran superhuman.

“jangan mikir kalau aku pakai mode dual itu lebih mudah nangkisnya loh!”

“nggak. Aku nggak mikir gitu!” Tukasku seraya mengayunkan belati. Sedikitnya belatiku mengenai vex, tapi karena aku menyerangnya ndak pakai skill, jadi damage-nya ndak terlalu gede.

“itu evoker ada empat. Mereka harus dibuat sibuk semua. Untuk nanti mempasrahkan si archer untuk manah!”

Aku mengangguk, “pendapat yang bagus pendekar.. Sekarang kembali fokus nge-deff ini vex terbang..”

Yuki menarik senyumnya, kali ini cenderung menyeringai. Ia melebarkan kedua tangannya, seraya berujar “skill ini harusnya mau tak keluarin ketika menghancurkan pertahanan musuh.. tapi ya sudahlah, nanti juga cooldown sendiri..”

“heh apa?”

Full Crescent/Sabit Sempurna…”

Yuki mengguman sesuatu, kemudian memulai ayunan tari pedang gandanya. Menebas sana sini, kanan-kiri-atas. Semua sudut kiranya terkena. Aku berada di sampingnya, Yuki tidak memintaku untuk pergi menghindar. Ia tetap asyik mengayunkan dua pedangnya, meliuk tubuh seolah menari.

Al hasil, semua vex langsung ia basmi dalam sekali serang.

“total hit.. 16. Full Crescent.” Ujar Yuki mengambil posisi terakhir, di mana ia berpose huruf ‘T’ dengan tubuh merunduk.

Aku meringis, “ini cewek kalau jadi villain, bisa bunuh satu desa!”

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.