MINECRAFTER VOL. 6 - BAB 18: BARU
Bab 18: Baru
“Irma mesum
banget. Nempelin tag namanya di deket dadanya juga!” Seru Yuki.
“loh
maksudnya?”
Yuki
merenggut, ia memalingkan muka.
“ditempel
selain tempat itu kan bisa. Lagian kenapa coba di situ!” Bentak Yuki.
“tapi
biasanya di beberapa film, itu tato segelnya itu biasanya..”
Yuki
menoleh cepat, melirik tajam. Melihat tatapannya yang seolah bengis, aku
memalingkan muka cepat.
“ya…
mungkin kedepannya bisa diganti. Tapi yang terpenting, proses penamaan tag
namanya berhasil. Namanya tertera di bagian status hp, party kan?” Torehku.
“jangan
ngalihkan pembah— eh iya ya. Langsung ada hehe.”
[100%]
Iruma, Ore Seeker Lv. 52
> [100%]
Yukina, Warrior Lv. 56
>
[100%] Artes, Lv. 30
“harusnya
dia sudah bisa melihat ID kita. Dia otomatis langsung jadi satu party..” Ujarku
seraya melihat kondisi vital milik Artes.
“dia nggak
punya talenta, tapi ia pakai kapak. Staminanya terkuras banyak pasti,” Yuki
berkomentar.
“karena itu
juga damage yang diberikan juga nggak seberapa. Karena ia tidak punya bakat
yang terpasang.” Ujarku menambahi.
Damage yang
dihasilkan oleh kapak, aslinya cukup sakit dan menyebabkan luka tersebut terus
mengeluarkan darah berbentuk semu cahaya redup. Tiap detiknya mengikis hp
sedikit demi sedikit.
“ok Yuki,
saatnya kamu untuk melati—“
“Raden
Iruma. Yukina.”
Artes
berujar, nampaknya momentumnya sesuai dengan habisnya efek pelumpuh yang
terpaksa aku berikan tadi.
“aaah..
Artes menyebut nama— ek, tunggu. Raden?”
“Raden.”
Ujar Artes memperjelas.
“maksudnya?”
Tanya Yuki bingung.
(ok, ini
gila. Minecraft ini ternodai dengan suasana servant & master. Pembawaan
dengan nuansana kearifan lokal.)
“Raden.
Raden Iruma.”
“Raden?
Maksudnya apa Irma?”
Aku
memotong, “yaa itu tidak penting. Iruma atau Irma saja.”
“Kok cuma
Iruma doang yang ada. Aku kok nggak?”
Artes
melirik, “Entah. Tapi di sini tulisannya Raden. Apa mungkin ini artinya dia itu
master-ku kali ya?”
Dia
sepertinya bisa logat yang mirip seperti mengobrol sama orang biasa.
Yuki
menoleh tegas. “Good good. Nice, padahal yang menciduk dia itu siapa? Yang
ngasih makan kamu itu siapa? Kok bisa di Irma yang ngasih name tag di deket
dadamu itu bisa jadi mastermu coba. Heran aku.”
Artes
sontak melirik sekujur tubuhnya, mencari simbol tag yang dimaksud. “memangnya
kenapa?”
“itu..
itu.. ah Artes! Kamu itu nggak paham tentang—“ Yuki menjelaskan, tapi
terpotong.
Kami
mengobrol sekilas dengan kawan baru yang tadinya dilabeli tawanan sekarang jadi
kawan nan teman.
“Irma.
Kenapa nggak Iruma?” Tanya Artes heran kenapa si Yuki memperkenalkan aku dengan
panggilan Irma.
Menurutnya,
hal tersebut berbeda meskipun sekilas hanya kecil. Mengingat Artes bagaimana
pun tetap mempunyai logika yang berjalan sebagai mana mestinya. Menganggap hal
yang berbeda, ia langsung protes.
“biasanya
kalau mengatakan Iruma, itu terlalu sulit ketika situasi yang mendesak. Makanya
Yukina menyingkatnya dengan Irma. Sebetulnya sama saja kok.”
Artes
berguman sekilas, lalu berujar “Jadi, kalau begitu. Aku memanggil Raden berarti
boleh.”
(Ok. Sistem
logikanya jalan, kalau ini boleh maka itu boleh. Sebaliknya, jika ini begini
maka yang itu begini. Dan seterusnya. Rumit.)
“kalau aku
kalau aku?” Tanya Yuki seraya menunjuk dirinya.
Artes
menjawab, “Yukina. Yuki.” Sembari menyunggingkan senyum.
Artes,
Lv. 30
“Artes.
Mengenai ini…”
Dia, Artes.
Tidak memiliki talenta. Entah apa memang settingan default oleh sistem sehingga
menonaktifkan sistem bakat/talenta pada mob atau dia memang belum
mempelajarinya.
“Raden?”
Artes merespon.
“ah tidak
apa-apa. Mengenai ini biar si Yuki yang mengurus.”
Artes merajuk,
“tidak! aku tidak mau diurus Yukina dalam hal bertarung! Tidak mau!” Ujarnya
dengan nada tinggi.
Yuki tentu
saja mendengarnya dengan jelas. Ia menghampiri lalu meliriknya, pandangannya
semu gelap, “Ar-tes..”
Ia sontak
langsung menangkupkan kedua tangan, membelai menutupi leher. “tidak! aku tidak
mau. Aku masih ingat dia yang menyeretku!”
“Dia sadar
waktu kuseret. Artinya kamu berontak dan lain-lain itu kamu sadar berarti?!”
Artes
terkejut, ia sedikit bingung.
“Artes
mungkin tidak bermaksud ingin menyerang waktu itu. Tapi karena, kamu tahu..
seperti terbelit perintah atau semacamnya..” Aku berusaha memaparkan. Meskipun
sebelumnya aku belum pernah mempelajari tentang pemrograman kecerdasan buatan
yang modern seperti ini.
Sebelumnya
aku pernah mencoba mempelajari sistematika ai (artifisial intelejen), di mana
pada skema logikanya tetap tertuju pada satu titik perintah utama. Yang mungkin
awalnya punya banyak cabang alternatif, tapi pada akhirnya tetap merujuk pada
satu titik.
Mungkin di
sini si Artes mempunyai logika yang jalan, ia bisa membedakan mana yang benar
atau mana yang salah. Ketika ia berada di sisi pillager, ia merasa perbuatan
yang dilakukannya (seperti mengacungkan kapak pada warga penduduk, sewajarnya
para pillager lakukan) itu adalah perbuatan yang benar, tidak menyalahi aturan.
Namun
setelah ia ditangkap, ditawan. Aku berspekulasi kalau si Artes ini mungkin
tidak bermaksud ingin menyerang atau memberontak. Tetapi karena merujuk ke
perintah awal yang mungkin bersifat absolut, sulit untuk dilanggar.
Tapi
setelah lumayan lama ia berada di sini, semenjak ia ditangkap Yuki. Mindsetnya
berubah, di mana ia memposisikan sebagai mob yang passive atau netral. Ya, aku
harap begitu. Aku yakin npc atau ai disini spesial. Mereka punya pribadi yang
unik.
“Raden?”
“ya?”
“ada apa?
apa Raden memikirkan sesuatu?” Tanya Artes heran. Ia mungkin membaca ekspresi
wajah yang terlihat seperti memikirkan sesuatu yang dalam.
“ah tidak
tidak…”
“…Yuki, Ian
mengirimiku pesan. Isinya sepertinya malam ini kita dibebaskan tugas untuk
shift jaga malam.”
“dibebaskan?
Berarti yang jaga malam, party-nya Ian?”
“kayaknya
gitu, dia juga bilang terima kasih ke.. Yukina. Ya kamu berarti.”
“terimakasih,
kenapa?”
“mungkin
tentang bantuan backup pas ada endermen kemarin… Ya, kamu tahulah dps gitu
loh.”
Yuki
tersipu,
“dps doang,
nambang atau masak ya beban.” Aku tertawa.
Yuki
merajuk, ia menoleh. Melirik Artes, sontak ia kaget.
“Aku tahu
kamu itu bisa masak. Kapan-kapan aku ajari trik masak ya!” Bisik Yuki.
“oi, aku
bisa mendengarnya. Ore Seeker punya kemampuan fokus dan ketepatan.
Ditambah lagi kamu bisik-bisik di ruangan tertutup gini.” Ujarny memotong
keseruan gibah mereka.
Mereka
langsung buyar menyudahi bisik-bisikannya.
“Jadi,
nanti sore sampai malam. Ngapain?”
“aku mau
jalan-jalan.”
“maksudmu
lanjut mengembara?” Torehku cepat.
“bukan..
jalan-jalan sini aja. Sampai sekarang aku belum mengenal betul desa ini.
Sepertinya luas deh, aku nge-sprint saja staminaku nyaris separuh berkurang.”
“Tunggu,
kamu nge-sprint sampai stamina trobos tinggal separuh?” Potongku cepat.
“itu waktu
kemarin! Nyari kamu waktu jaga malam, tiba-tiba hp bar mu drop!” Yuki
menyeruak.
“ah ok ok.
Iya iya, aku paham aku paham.” Ujarku cepat.
Hening
sejenak, sontak aku mengembalikan topik pembicaraan. “Jadi, jalan-jalan?
Explore daerah sini?”
“lah kamu
rencana mau apa? mau nambang?” Tanya Yuki balik.
Lantas aku
mengecek inventori/storage yang ada. Mengecek, apa stok sumber daya masih ada
atau tidak.
“Kalau ini
hidup di tengah hutan. Mungkin hanya bertahan dua hari. Tapi karena sekarang
lagi di desa. Mungkin bisa cukup sampai lima hari.” Ujarku setelah mengecek,
memperkirakan berapa lama tersisa stok bahan makanan, dan perlengkapan untuk
bertahan hidup.
Seperti
biasanya, permasalahan logistik saat ini masih dibebankan kepada ketua party.
Ya, itu bukan suatu kesepakatan resmi. Melainkan sebuah toleransi.
Yukina yang
memegang bagian dalam hal tarung menarung, sedangkan aku mungkin membantu dalam
hal logistik atau tambang menambang. Kerja sama kami kebetulan berlangsung lancar
dan tidak ada halangan atau perbedaan pendapat.
Kalau pun
sesekali kami berdebat, itu berlangsung sementara. Si Yuki nampaknya ia tetap
bersikeras agar party ini terus berlangsung, walaupun awalnya lebih menyukai
sistem bermain nge-solo. Yukina menebas pemikiran tersebut, mengubah mindset
kalau bermain dengan party itu lebih seru.
***
Semua
berlangsung singkat, cepat rasanya seperti biasa. Mungkin terlihat berbeda
semenjak adanya member baru dalam party kecil kami. Jadi bertiga.
Artes. Dia
seorang mob, mungkin aku bisa menyebutnya npc (non-player character atau
non-playable character). Dia punya pengetahuan yang luas tentang hal masak
memasak, mulai tadi siang si Yuki memulai kelas memasak dengan Artes.
“Cara
memotongnya tidak seperti itu, jangan memakai skill pedang yang kamu gunakan
untuk bertarung. Dagingnya akan tercincang hancur!” Ujar Artes, seraya menuntun
tangan Yuki mengiris daging.
Artinya AI
di sini, memiliki pribadi yang unik. Ia mungkin diperbolehkan oleh sistem atau
admin, semacamnya untuk mengakses segudang informasi. Entah itu di internet
atau pengetahuan yang disajikan oleh server.
Awalnya aku
mengira Artes memiliki pengetahuan yang mendalam dalam hal tarung-bertarung
karena ia awalnya pillager, mob hostile.
Tapi
setelah ia bercerita kala itu, sepasang makanan tersedia pagi kemarin. Dia yang
membuatnya dengan bumbu dan bahan seadanya. Tapi bagaimana ia bisa mendapatkan
daging? Selagi ia tidak pernah berburu? Bukannya dia punya perintah untuk jadi hostile,
bersifat agresif nyaris kepada semua objek.
“Artes.”
“Ya Raden?”
“berarti
kemarin itu, yang ada dua mangkuk daging sapi. Kamu yang bikin?”
Artes
mengangguk kecil.
“dari mana
kamu dapat daging sapi? Maksudku, sifat hostile pasti masih melekat. Sedangkan
di tempat ini banyak sekali villager yang tinggal dan hidup di sini.”
“Sifat
hostile berlaku pada objek yang aktif Raden. Sepertinya villager yang terlelap
tidur, sistem tidak menganggapnya sebagai objek. Karena itu aku bisa leluasa
keluar waktu itu.”
Yuki dan
Aku reflek mengangguk, menyimak penjelasan Artes.
“apa saat
ini perasaan hostile itu masih ada?” Tanya Yuki penasaran.
Artes
melirik, “aku harap tidak. Aku sudah punya Raden, dia bisa mencegahku bila
hasrat hostile tiba-tiba kambuh.”
“apa?
kambuh?”
“sudah
punya Raden?” Ujar Yuki bersamaan.
“ya.. aku
tidak tahu. Tapi, untuk jaga-jaga bila sifat hostile tiba-tiba mencuat. Gunakan
perintahmu Raden, maka perjanjian ini akan mencegahnya.” Artes menjawab, ia
melonggarkan lingkar leher kaosnya, memperlihatkan tato dengan logo ikonik
berukir huruf grafiti, Artes.
“heh? heh?
kok bisa gitu? Kok hanya tag nama bisa jadi perjanjian?” Yuki sontak kaget.
“aku tidak
tahu istilahnya, tapi sebelumnya aku pernah membaca informasi tentang pelayan
dan tuan. Nampaknya sistem penanaman name tag memberikan hubungan kuat
kepada yang memberikan nama dengan yang diberi nama.”
“kami
menyebutnya perjanjian. Semacam ikatan yang kuat.” Tambah Artes lagi.
(perjanjian,
ikatan name tag?)
*ding
[Daftar
tag yang dimiliki]
Artes,
Lv. 30 (100%)
“ok ini
gila. Minecraft ini tercampur dengan hawa-hawa perang dengan suasana servant
dan master. Aku tidak bisa membayangkan nanti kalau sampai di fase melawan
Ender Dragon.” Ujarku spontan.
“Nanti
bakal seru lah ya.. Lawan Ender Dragon, terus suasana magis fantasi terasa
banget.” Yuki tertawa.
“kalian mau
melawan Ender Dragon?” Artes menanya, ia memahami percakapan kami menjurus ke
hal yang berhubungan dengan akhir game.
“bukan aku
yang bilang Artes. Tapi si Yuki itu.”
Yuki
menyahut, “yep. Kami punya mimpi untuk melihat sisi dunia The End.”
“Tapi itu—“
“Tidak ada
halangan. Pasti ada jalan. Hehe, kalau pun ndak sampai naga Ender. Setidaknya
sudah mengeksplor banyak tempat dan bioma di minecraft yang penuh campuran
ini.” Yuki memotong cepat.
“Raden?”
Artes tiba-tiba bertanya.
“ya?”
Artes tidak
menjelaskan pertanyaan. Sepertinya ia meminta konfirmasi atas impian yang
dipresentasikan oleh si Yuki.
Ah tidak
ada pilihan lain. Lagi pula kalau semisal benar-benar sampai ke dunia The End,
tempat di mana Shulker, Endermen, dan Ender Dragon bersarang, ini akan menjadi
cerita yang epik.
Tapi
sepertinya aku perlu membuat rangkaian ceritanya sebelum semuanya terlampau
lupa.
“Yuki
bilang itu mimpi. Karena ini, kita semua juga bermimpi. Kenapa tidak?” Sahutku
menjawab.
Tidak ada komentar: