MINECRAFTER VOL. 6 - BAB 19: ROTI COKELAT

 

Bab 19: Roti Cokelat

 

“Dua roti cokelat Bu.”

“Baik, untuk minumnya?”

Aku menoleh, “Yuki, minumnya susu?”

“nggak nggak. Aku milih air perasan beri.” Yuki menjawab cepat.

“ok ok. Minumnya susu dan perasan beri.”

“baik. Silahkan duduk, nanti kami antarkan pesanan kakak.” Ujarnya.

 

Ok. Sore menjelang malam ini, kami jalan-jalan.

Bukan mengembara, pergi keluar desa melanjutkan bertualang. Melainkan jalan-jalan hanya sekedar dalam lingkup desa/village.

“Irma Irma!”

“ya, Irma di sini.”

“Mulai besok, aku yang mengolah dagingnya ya!” Seru Yuki semangat.

“ah akhirnya kamu mempelajari cara memasak.” Ujarku lega.

“mengolah, mengolah doang. Nanti masaknya ya tetep kamu Irma…” Gerutu Yuki.

Sembari menyadarkan dagu, “ah ok ok. Itu lebih baik. Work in Progress.”

“Tadi kenapa Artes tidak ikut sekalian?” Tanya Yuki.

“dia bilang, khawatir kalau tiba-tiba hawa hostilenya kambuh karena di luar nanti ia akan merasakan banyak mob passiv. Sistem mengatur gerakan reflek agresif bila ada objek yang diperbolehkan untuk diserang. Jadi, untuk jaga-jaga. Ia belum berani.” Jawabku panjang.

Mungkin ini yang kedua kalinya aku jalan dengan Yukina. Kali ini ia tampil berbeda, ia mengikat rambutnya dan menyandarkan panjang rambutnya di dada. Gimana cara menjelaskannya? Intinya dia mengikat rambutnya, dikepang untuk dapat disandarkan di dada.

Biasanya ia menggerai rambutnya yang sepanjang pinggang. Kali ini ia mengikat rambutnya dan diselampirkan di dada.

“Yuki, ide dari mana kamu mengepang rambutmu seperti itu?” Tanyaku.

“ide dari mana? Ya aku sendiri lah.” Ketus Yuki.

“oalah, aku kira dibantu sama Artes.”

Yuki menggeleng cepat, “nggak, kamu ini. Di kira aku cuma bisa pake pedang doang. Wajarnya perempuan ya bisa mengikat rambut lah, apalagi yang punya rambut panjang..” Celoteh Yuki.

Aku mengangguk, menyimak. Tidak membalas komentar.

“ada apa memangnya Irma? Nggak biasanya kamu komentar masalah fashion.” Yuki berujar, ia mengaitkan kembali topik.

“nggak. Cuma heran aja. Tumben ganti model rambut.” Ujarku singkat.

Yuki merayap maju, dia setengah berdiri hendak melompati meja tempat kami duduk. “apa kamu tertarik sama model rambut kayak gini?”

Aku menggeleng cepat.

“hm.. aku ragu feti—“

Mendapati pelayan villager menghampiri sembari membawa nampan dengan hidangan yang kami pesan tadi, Aku segera memotong “Oke oke.. pesanan datang, waktunya makan..”

Yuki menoleh kaget, seolah ia tidak merasakan hawa-hawa pelayan datang. Biasanya kemampuan fokus Yuki lebih peka, namun kali ini ia lengah.

 

“nom. Umm! Adonan cokelatnya terasa banget!” Celetuk Yuki ditengah ia mengunyah.

“makan yang banyak. Di sini kalori ndak bakal ngaruh di dunia nyata nantinya.” Ujarku sebelum menggigit roti isi cokelat.

Yuki terkekeh, “ah iya dong… kesempatan. Mumpung…” Lalu melanjutkan santapannya.

(Cokelat ini, mungkin bisa didapat cokelat kokoa yang biasanya ada di hutan belantara. Rotinya, adonannya terasa. Benar-benar terasa. Berapa banyak line code untuk dapat merumuskannya menjadi sebuah data yang dapat dibaca dan dirasa?)

“ada apa Iruma?” Tanya Yuki.

“hm..? Ini, aku berpikir. Berapa banyak baris kode untuk menjabarkan rasa manis khas cokelat.”

“baris kode?”

“yap. Baris kode.”

Yuki melanjutkan gigitan roti. Aku menambahi, “program pasti ada rentetan perintah atau kode untuk membuatnya berjalan lancar, rentetan perintahnya ditulis dalam baris. Biasanya disebut line code. Aku tidak bisa membayangkan betapa banyaknya line code untuk menjabarkan rasa cokelat untuk nanti diterjemahkan ke dalam dunia maya seperti ini”

“ah mungkin pembahasan tadi hanya untuk orang yang emang ndak bisa merasakan sensasi nge-game.. hehe.” Tambahku mencairkan suasana yang tadi sempat tengah serius sedikit.

Yuki masih mengunyah roti, “um. Nom.. nggak papa, lanjutin. Aku setia mendengarkan kok. Itung-itung dapat ilmu baru. Hihi.”

(Kamu masih mengunyah roti itu?)

“Iruma.”

“hm?”

“kamu masih ingat yang dibicarakan sama kang blacksmith? Tentang desa yang hancur karena pahlawan—“

“ah ya ya.. aku tahu.”

Yuki menyeka rambut dahi, “tentang pahlawan itu, artinya orang kan? Maksudku pemain seperti beta tester, kita ini..”

“yep. Mereka, para villager menganggap kita sebagai pahlawan atau hero. Terlebih semenjak raid berhasil dipukul mundur, hal itu menjadi cikal bakal pahlawan tiba di mata para villager.” Aku memaparkan pendapat.

“kalau melihat ceritanya si pandai besi. Desa kalau ada orang asing, itu kemungkinan musuh datang itu tinggi. Artinya,”

Aku menambahi, “…artinya bila ada orang asing masuk ke dalam desa. Itu sudah menjadi konsekuensi untuk melindungi desa tersebut atau ia harus melanjutkan mengembara mencari tempat lapang baru.”

“orang asing ini yang dimaksud adalah player. Pemain. Penguji beta, karena ini masih tahap beta. Belum dirilis bebas.” Tambahku lagi.

“apa di minecraft juga kayak gitu?”

Aku menggeleng, “kayaknya tidak. Menemukan villager terus menjarah item yang ada di tiap rumah mereka, sudah jadi kebiasaan. Kalau masalah raid, itu biasanya dipicu karena nge-bunuh pillager.”

Yuki tertawa, “ahahah. Kriminal, mana boleh gitu..”

“kalau di sini, ndak tega aku. Villager di sini bener-bener innocent, kind-hearted. Tapi berbeda kalau ada yang punya prinsip, bagaimanapun mereka tetap aja npc.”

“npc di sini rasanya sudah nggak kayak npc lagi. Malah seperti ngobrol sama orang beneran.” Tambah Yuki.

Perasaan Yuki sama. Aku merasa kalau npc di sini mungkin tidak bisa dinilai npc. Maksudku lebih dari npc. Biasanya npc/non-player character memiliki ciri khas, di mana dialog atau perilakunya bisa ditebak. Logikanya statis dan cenderung kaku tidak elastis.

Berbeda dengan npc yang ada di sini. Entah itu npc atau tidak, aku ragu kalau perusahaan newgen sampai payah-payah memperkerjakan sampai ratusan ribu orang hanya untuk jadi figuran alias npc. Mereka pasti sudah merancang program yang super-power, membuat npc menjadi sesuatu yang unik. Berbeda dengan npc dalam program lainnya.

 

Artes. Adalah teman pertama kami. Yuki dan Aku. Dia adalah seorang mob. Maksudku mob hostile yang pada dasarnya ia memiliki sifat agresif karena merujuk ia sebagai hostile.

Berbeda dengan si pandai besi. Ia mungkin terlihat kekar dan kuat tahan banting segala bidang. Tapi bagaimana pun ia tetap saja villager. Sebagai mob, dengan tipe passive. Artinya mau bagaimana pun ia tidak akan menyerang, dan bertingkah pasif sesuai alur dan tidak agresif.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.