MINECRAFTER VOL. 6 - BAB 20: SHOUT/SERUAN
Bab 20: Shout/Seruan
“kamu habis
ngimpi atau gimana?”
“kamu
presentasi kayak gitu, mikir apa nggak?”
Semua orang
memandang rendah. Sekian jam ia berusaha memaparkan apa yang ia utarakan,
pikirkan rencanakan. Dalam cetakan berwarna biru.
“konsep
yang kamu presentasikan, bapak belum paham.” Ujarnya.
“tapi
mungkin yang dimaksud olehnya itu seperti ini,”
“seperti
ini bagaimana? Memang dari dulu, pikirannya selalu fantasi. Awang-awangnya
terlalu tinggi.”
Dia hanya
terdiam. Mengatur napas setelah berbicara panjang lebar.
Salah satu
penguji memberanikan diri, ia berdiri dan memulai “presentasi yang bagus.
Konsep ini, mungkin tidak bisa diterapkan sekarang. Ya, hanya sebatas teori.
Tapi untuk penerapannya, saya menantikan hal itu.”
Mendengar
salah satu penguji memberi pendapat positif, seketika langsung dihujat oleh
penguji yang lain.
Akhirnya ia
lulus dengan predikat memuaskan, tapi mayoritas orang meragukan akan prestasi
tersebut.
***
“Iruma,
hati-hati. Gua di situ ada pilar yang pondasinya dari gravel. Hati-hati, jangan
menancapkan obor!”
“Ok ok. Aku
paham. Terima kasih!”
“as
always.”
Berapa hari
sudah berlalu?
Semua
berlangsung cepat, tidak terasa dan akhirnya menemukan pemain lain yang
memiliki bakat/talenta yang sama.
“Irma,
bagian sini.”
“baik.”
Saat ini
aku sedang menambang, mencari bijih besi atau material tambang yang bisa
dimanfaatkan. Tentu saja tidak seorang atau solo mining. Melainkan bersama
puluhan orang penambang.
Jadi,
akhirnya kami menemukan komunitas baru. Mereka bukan npc atau ai, 100% yakin
kalau mereka pemain uji beta. Beta tester, sama seperti aku, Yuki, Lenka, Ian,
dan kawan-kawan lainnya.
Semenjak
aku mengatakan tentang rumor yang diberitahukan oleh si pandai besi kala itu.
Tentang desa yang hancur karena pahlawan gagal melindungi. Pahlawan di sini
memiliki arti yang kuat, pemain, beta tester.
Party-nya
Ian lama-lama tidak kuat kalau harus tiap hari menjaga malam. Maksudnya shift
jaga malam. Walaupun bergilir, tetapi lambat laun musuhnya semakin kuat. Bukan
berarti perlahan terus muncul mob tingkat A seperti Endermen atau Phantom.
Tetapi rasio lawan semakin meningkat.
Akhirnya
kami bereksperimen untuk meninggalkan desa sementara waktu.
Berkisar 3
hari berlangsung. Aku, Yuki, Artes dan Party-nya Ian tinggal sementara di luar
desa. Sejauh kurang lebih 3 kilometer. Tolong jangan tanyakan lebih lanjut
tentang presisi jarak. Aku hanya mengira-ngira saja.
Al hasil,
aku & Ian kembali mengunjungi desa. Menanyakan si pandai besi tentang
keadaan desa. Kang Blacksmith mengabarkan kalau situasi desa aman-aman saja.
Tidak ada ancaman. Artinya rumor kalau ada orang asing yang menginap atau
tinggal di desa, kemungkinan desa terancam akan meningkat.
Hal ini memberikan
keputusan mutlak untuk mengembara bersama.
“Artes.”
“ya Raden?”
Ujarnya sembari memasak daging sapi.
Ah iya, si
Artes. Ia kini menjadi asistenku dalam hal logistik. Lebih tepatnya dalam hal
makanan, masak-memasak. Ia rupanya mempunyai pengetahuan yang luas tentang
masakan. Aku berprasangka kalau AI, tiap individu mempunyai pribadi yang unik.
Buktinya
Artes. Dia awalnya mob hostile. Sebagai pillager, namun ditangkap dan
ditawan Yuki. Wajarnya, pillager biasanya pengetahuannya mungkin kaku hanya menjurus
ke petarungan. Karena pillager yang aku kenal, mereka membuat kerusuhan yang
dapat memicu raid. Di minecraft aslinya.
“dalam
waktu dekat. Aku, Yuki dan teman-teman mau lanjut mengembara—“
Artes
segera memotong, “apapun itu Raden. Aku ikut menganut.”
Jadi,
setelah mengembara sampai 5 hari lamanya, tanpa kompas. Keberuntungan memihak
pada kami.
“beta
tester?” Seru salah seorang yang memancing di sungai. Kebetulan kami sedang
melintas sungai dan rehat sejenak untuk melepas dahaga.
Yuki
menoleh, “fix, dia bukan npc.” Ujarnya berbisik.
Ian
menyahut, “beta tester?”
Al hasil,
kami bertemu dengan para beta tester. Penguji beta lainnya.
Sebuah
kampung, tidak. Mungkin lebih tepat seperti kompleks kecil. Arsitektur rumahnya
terlihat jelas kalau ini dibangun bukan murni oleh sistem. Melainkan para beta
tester yang membangun rumah-rumah ini.
“Iruma,
tolong pisahkan bebatuan di bijih emas ini..” Pinta seorang sembari menunjukkan
bongkahan emas yang tercampur dengan batu.
“batu-batu
ini, aku tidak bisa memisahkannya dengan kapak tambang batu ini. Apa kau punya
pickaxe yang terbuat dari besi?”
Ia
mengambil pickaxe yang menggantung di pinggang, “ini, coba pakai punyaku.”
“ok ok. Aku
pinjam sebentar,”
Proses
memisahkan batu di antara emas dimulai. Ketelitian dan ketepatan
dipertimbangkan betul, hal ini karena dapat memengaruhi kualitas emas yang
dihasilkan.
“Apa kamu
nggak punya besi?” Celetuknya.
Aku menoleh
sekilas, “apa? ah punya, cukup banyak.”
“kenapa
kamu nggak buat pickaxe besi? Pickaxe besi itu vital sekali untuk para
penambang.” Ujarnya.
*tak! *tak!
“aku nggak
punya cukup kemampuan untuk membuatnya.” Torehku seraya mencungkil beberapa
batu yang menempel kuat di bongkahan emas.
“kau ini.
Di basecamp, ada beberapa orang yang pandai buat senjata atau peralatan. Kenapa
kamu nggak minta saja pada mereka?”
“ada?”
“ada. Cuman
talentanya nggak kelihatan karena tidak bergabung party.”
“kalau
begitu, tolong tunjukkan aku orangnya. Mungkin sudah saatnya aku upgrade ke
kapak besi…”
*trakk
Setengah
hari kami menambang. Material yang didapat lebih banyak dari biasanya aku
menambang solo. Meskipun pada akhirnya nanti dibagi rata. Tapi mereka sering
memberi bonus kepada pemain yang memiliki kemampuan memisahkan batu atau
material asing yang menempel di emas atau bijih besi.
Malam tiba.
Biasanya ketika matahari tenggelam, identik dengan hawa-hawa mencekam karena
mob hostile akan bermunculan. Tapi di sini, seolah tidak ada apanya.
Mereka yang
ingin fokus leveling atau mencari drop item yang berharga, memilih untuk jaga
malam. Dan biasanya slot untuk jadwal jaga malam selalu penuh. Karena banyak
yang semangat untuk melakukan grinding item dan leveling.
“Fais, slot
jaga malam??” Tanyaku.
Ia, Fais.
Pemain laki-laki yang biasa mengatur jadwal jaga malam. Ia berujar “hm..
sepertinya malam ini sudah penuh. Mungkin..”
“…besok?”
Yuki menyahut.
Ia
menggeleng, “sepertinya nggak kayaknya Mbak. Mungkin lusa atau tiban..”
Yuki
terengah, “yah..”
Fais
menyunggingkan senyum, “coba lagi besok mbak. Mungkin ada pemain yang ingin
rehat, bisa kamu gantikan.”
Melakukan
shift jaga malam adalah suatu kehormatan. Karena mob hostile banyak
berkeliaran, terlebih di sini banyak pemain yang berkerumun. Sistem mendeteksi
dan meresponnya dengan memunculkan banyak mob hostile ketika malam hari.
Banyak mob
hostile, meski begitu diimbangi dengan yang banyaknya yang melakukan shift jaga
malam. Mereka mengacungkan pedang, kapak, belati, peralatan mereka bersiap
meraup poin pengalaman dan drop item.
Malam ini
belum beruntung. Proses grinding untuk memburu item drop atau farming
poin experience (untuk naik level) nampaknya tertunda. Si Yuki buru-buru masuk
ke camp.
Camp/tenda,
tapi aku menyebutnya semacam shelter. Karena sudah beberapa hari ini, aku belum
sempat merenovasi shelter atau tenda yang masih terbilang mungil sempit ini.
Artes menawarkan jasa untuk membantu, aku menolak. Alasannya karena bahan
material tidak cukup.
“Berapa
hari sekarang?” Tanya Yuki tiba-tiba.
“berapa
hari?”
“maksudnya
semenjak pindah di sini..” Yuki memperjelas.
Artes
menoleh, ia berujar “mungkin ini… hari keempat.” Ujarnya seraya membawakan
hidangan daging ayam masak.
“empat
hari?? Ah nggak terasa banget.” Yuki menyahut cepat.
Aku
terkekeh, lalu tanpa basa-basi memulai menyantap masakan Artes. Rasanya berbeda
dibandingkan aku yang masak.
“Artes,
bumbu apa yang kamu gunakan?”
“seperti
biasanya. Tapi aku menambahkan beberapa rempah-rempah yang aku dapat ketika
mengembara kemarin.” Ujar Artes menjelaskan.
Kebetulan
Yuki melirik, aku berujar “Yuki. Kamu harus belajar banyak sama Artes… rasanya
malu banget kalau cewek nggak bisa masak haha”
Yuki
merengut, “hum hum.. belum tahu dia. Belum tahu dia Artes..”
Artes
tertawa, “haha, kapan kakak mau menunjukkannya ke Raden?”
“tunggu..
tunggu saja.”
***
Cahaya
masuk, partikel berkumpul membentuk semacam sosok replika orang. Kemudian
terpecah terlahir sesosok manusia dari cahaya yang terkumpul pecah.
Rambut
panjang, mata yang elok almond, gaun mempesona. Siapa pun yang melihatnya pasti
segera tahu kalau itu wanita. Mungkin wanita. Semoga saja wanita. Karena di
dunia ini, sulit membedakan antara wanita dan laki-laki kalau hanya
mengandalkan sampul saja.
Yang
menjadi kontras adalah cara berkomunikasi, antara kaum lelaki dan perempuan
pasti ada perbedaan dari cara mereka berkomunikasi.
“hutan oak.
Seperti biasanya.”
Langsung
membuka menu, muncul panel-panel mengelilingi. Ia melirik singkat, membaca
skiming lalu menyimpulkan.
“…yang
tersisa tinggal.. sekitar 600-an orang. Lah yang 400-an kemana?”
“kebanyakan
mati karena creeper, kelaparan.. dan bertarung? Maksudnya?”
Ia terkejut
mendapati ada sebagian kecil yang mati karena bertarung, tapi bukan bertarung
melawan monster atau mob. Melainkan player versus player atau PvP.
“Berarti di
sini, mereka langsung mempraktekkan kebiasaan main skyblock.”
Setelah
membaca daftar riwayat yang dikirimkan oleh para pengamat, Ia berujar “Ok.
Saatnya merubah beberapa statemen dan settingan!”
Mula-mula
ia mengubah otoritas akun. Mengubahnya menjadi mode creative. Hal ini
membuatnya dapat memunculkan objek apapun, terbang, mengambang. Apapun yang
berhubungan dengan batasan fisik, dilampaui.
“beberapa
dari mereka masih ada yang nge-solo. Berkomplot dengan beberapa orang,
membentuk party, aku tidak mungkin memutus hubungan mereka langsung. Harus ada
statemen. Kira-kira apakah mereka bisa bertahan?”
Kemudian
mengaktifkan mode pengembang, pada fase ini ia tidak hanya dapat melihat
histori/riwayat pemain yang aktif dan keluar. Melainkan dapat memantau
aktifitas pada mob, mulai dari main frame sampai main logic.
“oh ada beberapa yang berhasil mengubah main
logic mob. Hm… aku sendiri butuh waktu lama untuk mengubahnya. Mungkin mereka
banyak belajar dan mengetahui kenyataan. Ini membuat mindset mereka berubah
melihat apa yang terjadi.”
Fase
selanjutnya, ia tidak hanya dapat melihat aktifitas mob beserta mindset.
Melainkan juga dapat membaca rangkaian logika semua objek.
“ok. This
is beginning.”
***
Sore
hari, basecamp.
“Bagaimana
kamu bisa berparty dengan cewek pengguna pedang? Bukannya ntar kalau pas
bertarung, itu lebih berguna kau? Hahaahha!”
“iya. Aku
yakin, di party-ku. Hanya aku penambang, itu saja kalau ada yang mau
menggantikan posisi penambang, aku bersedia. Karena talent penambang cenderung
bertahan dan nge-dig gali terus!” Tambah mereka lagi.
Salah satu
juga menyahut, “Tapi kamu nggak berfokus ke talenta miner doang kan? Maksudku
kamu juga mempelajari talenta lain juga kan? Soalnya nanti bakal repot di saat
tertentu..”
Aku membuka
menu, mengecek.
Slot
Talenta:
[Miner]-[Miner]-[Belum
dipakai]-[Terkunci]-[Terkunci]
Talenta
saat ini: [Ore Seeker]
(Slot
ketiga sudah terbuka. Kalau diisi sama miner juga, artinya—)
Talenta [Glare Hunter]
Andil
karena kebiasaan. Bukan karena bantuan skill, melainkan hasrat dan semangat
yang luar biasa untuk menyelam dalam gelap berbekal obor jadi penerang. Mencari
secercah bijih material, kombinasi antara mencari, bertahan, dan menyerang.
Multitasking. Pemburu cahaya, Glare Hunter.
(—ah Glare
Hunter, nice.)
“aku juga
mempelajari talenta yang lain juga, seperti pedang dan—“
“apa?
pedang? Tunggu, apa kamu bilang?”
“ya,
memangnya kenapa?”
Salah satu
menyahut, “apa kamu sudah dapat talenta swordman?”
Aku
mengangguk sekilas, “yap..”
“aneh, aku
sudah berkali-kali pakai pedang. Berharap biar dapat talenta swordman. Tapi tak
kunjung muncul.”
(apa kamu
pakai pedang? Itu bukannya malah menurunkan kualitas serang?)
Seorang
ikut menyahuti, “mungkin itu karena kamu niatannya untuk dapet badge. Coba
diganti niatnya agar pengen bisa pakai pedang. Mungkin berhasil.”
Itu masuk
akal, meskipun rasanya masa depan berlalu cepat. Seolah adanya teknologi yang
dapat membaca pikiran, hasrat, sampai potensi pun terlihat. Tetapi nyatanya
bila niatan awal memang seperti itu, biasanya poin pengalaman susah didapatkan.
“masa?”
“aku rasa
itu benar, waktu itu. Aku hanya pakai belati, dagger. Niatan awalku bukan untuk
dapat talenta swordman. Hanya untuk, supaya aku bisa membantu menyerang.
Tahu-tahu, ada notifikasi kalau talenta swordman didapatkan..” Aku
menyahut, menceritakan masa ketika aku mendapatkan bakat itu.
Ia
mengangguk-angguk, lalu melanjutkan pembicaraan. Sepertinya berganti topik.
“ngomong-ngomong.
Di sini kebanyakan sudah pada pernah main minecraft sebelumnya?”
Sebagian
besar mengangguk spontan, berujar “ah tentu saja.”, “aku ikut join beta tester
itu karena ingin tahu gimana minecraft versi virtual reality.”
Namun ada
sebagian kecil yang menggeleng. “Ini mungkin game minecraft pertama.”
Ia
memaklumi, karena tidak semua orang tahu game yang legenda itu. Kotak-kotak,
terlihat tidak berharga. Namun begitu diterapkan di ranah virtual reality
terlihat berbeda. Begitu kontras.
Tengah
berdiskusi, teks muncul di tengah perspektif/pandangan.
<GM:
Selamat Datang!>
(Selamat
datang? Apa maksudnya ini? Maksudku, ini sudah hari ke berapa?)
“hei, apa
kamu dapat notifikasi pesan… gm?” Tanya seorang.
Beberapa
dari mereka mengangguk, “yo. Di sini tertulis… selamat datang? Apa maksudnya?”
“mungkin GM
login dan menyapa selamat datang! Gitu.”
“tapi, ini
sudah hari keberapa? Maksudku, bukannya ini terlalu telat?”
Aku melirik
mereka tanpa ikut berkontribusi komentar. Menunggu adanya notifikasi dari GM
kembali,
<GM:
Sebelumnya kami belum menginformasikan ini. Bila kalian mati, maka proses uji
beta selesai. Tidak ada respawn.>
(sebagian
besar sudah tahu itu)
<GM:
dan lagi, mungkin kalian baru menyadari. Ini hari ke berapa?>
(ini hari
ke, wait—)
<GM:
kalian berada di dunia ini sudah terhitung 30 Hari>
<GM:
secara tidak sadar, kalian hidup di sini dan nyaris lupa keadaan kalian di
dunia nyata>
Saat yang
bersamaan, ada semrawut orang yang menyeru “bagaimana dengan tubuh kita?”
kemudian diikuti dengan seruan yang bersahutan. Mereka langsung teringat kalau
selama 30 hari, tubuh kita tertidur pulas dengan alat simulator yang menempel
di kepala.
Kesadaran
mengambang menyelam dalam dunia ini, makan ataupun minum semuanya tidak mungkin
masuk ke diri tubuh yang telentang pulas.
Beberapa
dari mereka mulai menyibak sesuatu. Gestur tersebut pertanda mereka membuka menu.
Dan mencoba mengusap, menekan sesuatu. Mereka pasti mencari tombol log out.
(apakah uji
beta ini berakhir seperti game kematian? Di mana ndak bisa log out kecuali mati
atau—)
<GM:
Jangan berpikir ini uji beta berujung seperti sesuatu yang menakutkan. Bila
kalian ingin keluar dari dunia ini. Cukup dengan melakukan suicide. Kamu tahu,
di minecraft. Banyak sekali cara untuk suicide, seperti tenggelam, jatuh dari
ketinggian, atau menawarkan diri pada Creeper.>
<GM:
Fitur log out tidak ada di menu. Ini hal yang ketidak sengajaan. Kami lupa
mengecek kembali pada panel menu. Tetapi kami dapat memastikan, salah satu cara
log out adalah dengan suicide atau kematian.>
Suara panik
bergemuruh. Mereka seolah ribut menyeru,
“aku tidak
bisa melakukannya”
“mana mungkin
aku menodongkan pedang ke awakku sendiri?”
“memakakke
creeper, apa kau sudah gila?”
Yuki
mengirim pesan. Ia pasti mendapat notifikasi yang sama, namanya GM pasti punya
fitur yell yang dapat mengirim pesan untuk dapat di broadcast ke seluruh
pengguna.
<GM:
Bila hendak logout, lakukan dengan cara yang baik. Maksudku, jangan langsung
berinsiatif liar. Membunuh sana sini, dengan niatan membantu log out. Lakukan
dengan prosedur yang seksama.>
“prosedur
yang seksama? Maksudnya? Apa ini sidang hukuman mati?!” Seru salah seorang.
Mereka
menyahuti, dengan tema pembicaraan yang sama.
<GM:
Karena ini pengalaman beta. Maka ketika kalian mati, kalian log out. Data
kalian akan dihapus menyeluruh. Mulai dari pengalaman, kemampuan, memori sampai
apapun yang berhubungan dengan game. Mengingat privasi data pada masa beta
sangat berharga untuk keberlangsungan game di masa mendatang.>
Maka ketika
kalian mati,
Kalian log
out.
Data kalian
akan dihapus.
Dihapus.
Menyeluruh.
Pengalaman,
kemampuan..
“memori.”
Gumanku pelan. Membaca berkali-kali pesan cukup panjang yang baru saja dikirim
oleh GM.
<GM:
Ah iya, aku lupa memberi tahu. Di sini, kalian belum ada yang mencapai ranah
nether kan? Semoga setelah aku mengumumkan ini, masih ada yang berjuang sampai
ke nether. Akan ada kejutan.>
<GM:
So, have fun with that>
Notifikasi
pesan tidak berlanjut. GM berhenti mengirim pesan. Ia mungkin kembali bersandar
santai-santai seperti layaknya tuhan di dunia ini.
“Dunia
ini..”
“KITA AKAN
MATI!!”
“AKU TIDAK
BISA MELAKUKANNYA!!!”
“KITA TERJEBAK!!”
Semua orang
menyeru ketakutan. Beberapa dari mereka terlihat depresi atau lemas. Seolah
tidak percaya dan baru menyadari.
Tanpa sadar
rasa takut juga menjalar, entah kenapa aku ikut membayangkan diriku. Avatar ini
dengan suka rela keluar kala malam hari tanpa adanya armor atau senjata.
Menawarkan diri, jadi santapan para zombi.
(Wait, this
is wrong..)
<Yukina:
Iruma, di mana kamu?>
Si Yuki
mengirim pesan, Bagaimana dengan dia? apa ia— tidak, ia mungkin berpikir
gampang dan tidak terlalu berpikir susah. Tapi, bagaimana pun si Yuki itu
perempuan. Mungkin aku harus segera mengeceknya.
***
“Irma. Kita
duel yu”
“moh.”
Dia sudah
gila, mengajak duel, PvP. Warrior lawan penambang, sudah jelas siapa yang
menang.
“Kau ini
ngajak PvP, hasilnya aku keluar duluan.”
Yuki
berguman sekilas, lalu menjawab “ah iya ya.. kalau begitu kita nambang.
Sama-sama nambang, sendiri-sendiri. Terus lomba cari diamond la—“
“moh. Kamu
bakal ceroboh. Belum sampai ketemu diamond, kekubur gravel.”
“hehe..
tahu banget kamu Irma.” Ujar Yuki meringkik.
Aku membuka
menu, “ikon bakatmu tertera di tim party.”
“ah.. masa
nggak ada cara lain selain log out pakai cara bunuh diri sih.. Nggak epic
rasanya.” Keluh Yuki seraya menggulung dirinya di ranjang/bed.
“masa main
lama-lama, terus berakhir dengan jatuh dari ketinggian.. atau kena blow up oleh
creeper… dan…” Yuki menyebut satu per satu cara suicide yang biasanya
dilakukan di minecraft.
Kalau
dipikir-pikir, rasanya aneh kalau mainnya serius bener tapi berakhir memalukan.
Bagi kalangan para gamer, mungkin akan jadi aib tersendiri rasanya.
“Artes..”
“ya kak?”
“pusing
aku!” Keluh Yuki.
Ia, Artes
menghampiri Yukina lalu memulai bercengkrama khas seperti kalangan wanita. Di
samping itu, aku membaca rentetan monolog yang dikirimkan oleh GM kepada para
pemain.
—ketika
kalian mati, kalian log out. Data kalian akan dihapus menyeluruh. Mulai dari
pengalaman, kemampuan, memori sampai apapun yang berhubungan dengan game—
(pengalaman,
kemampuan, memori.. bagaimana cara mereka menghapus memori? Tunggu—)
Secercah
ingatan sebelum masuk/login muncul tiba-tiba, setelah 30 hari katanya di
sini. Alat ini dapat membaca gestur, pergerakan yang memicu aktifnya skill,
sampai dapat menebak apa yang ingin dibuka sebelum membuka menu.
Kalau
membaca gestur pun bisa, memprediksi pergerakan yang memicu aktifnya skill, dan
apapun yang seolah apa yang aku lakukan ini seolah ada asistennya. Maka membaca
dan menghapus memori tidak hal yang mustahil.
Lalu apa
yang terjadi bila aku mati, log out.
Keluar dan
terbangun. Dalam keadaan seperti aku bangun tidur, mimpi yang kabur dan semakin
kabur nge-blur. Tanggungan untuk mengerjakan skrpsi pun terbengkalai hancur.
“Drop Out.”
***
Malam,
Basecamp
“kamu aja
yang jaga!”
“kemarin
aku sudah berkali-kali, sekali-kali kalian. Kamu kamu lah!”
“nggak. Aku
sudah berkali-kali, lihat jadwalnya. Aku ngambil banyak banget.”
Ia
berguman, “padahal kamu sendiri yang meminta untuk ambil shift jaganya orang
lain.”
Semenjak
seruan umum tadi, hampir semua pemain menjadi takut. Mereka baru menyadari bahwa
satu-satunya cara untuk log out adalah dengan bunuh diri. Tapi melakukan
tersebut di dunia ini, di mana semua terlihat seperti nyata nan realistik.
Rasanya seperti eman dan reflek psikis seolah menolak.
“Yuki.”
“hum?”
“aku
sebenarnya ragu untuk mengambil jaga ini, tapi aku belum pernah jaga malam
semenjak pindah di sini. Jadi..”
Yuki
membuka menu, memunculkan bilah pedang. Ia tidak merespon berkata, melainkan
hanya dengan anggukkan. Aku langsung paham, dan berujar “aku dan Yuki
bersedia!”
Semua orang
sempat kaget, mereka yang berkerumun sontak langsung menoleh melirik aku dan
Yuki.
“dia
bukannya anggota baru—“
“yes. He
is.”
“Penambang
seharusnya tidak ikut terjun di lapangan peperangan…” Bisik seorang. Aku tidak
tahu siapa, tapi suaranya terdengar kecil.
“dua… dua
orang kan?” Tanya Fais. Laki-laki yang biasanya ia menyortir siapa yang jaga
malam di basecamp ini.
(Jaga malam
artinya tidak tidur. Ini sudah seperti biasanya kami lakukan ketika di
perkampungan villager kemarin)
Fais
menengok kanan-kiri, barang kali ada beberapa yang masih mau mengajukan atau
mengacungkan tangan. Menyodorkan diri untuk ikut jaga malam.
(Setelah
pengumuman tadi, biasanya mob mungkin lebih agresif. Jaga malam ini mungkin
sedikit lebih sulit dibanding biasanya… apalagi yang memberitahu GM langsung.
Ia mungkin menaikkan sedikit tingkat kesulitan dalam bertarung melawan para mob
hostile)
“apa tidak,
tidak ada?” Seru Fais lagi.
Kondisi
seperti ini, tidak mungkin hanya aku berdua melakukan shift jaga malam.
Terlebih si Yuki—
[100%] Yukina,
Assasin Lv. 60
(Dari mana
dia melakukan farming experience sampai ia skip ke level 60?)
Sontak aku
melirik Yuki, ia terlihat membuka menu, mengatur beberapa settingan
perlengkapan yang ia pakai. Tidak memperdulikan kerumunan yang masih kurang
anggota untuk jaga malam.
“oi Yuki?”
Celetukku tanya.
Ia menoleh
dengan lugu, “Hum? Ada apa?” Dengan logat yang khas seperti biasanya.
Aku
memalingkan muka, “hah. Nggak bisa membayangkan kalau kau jadi villain.”
Gumanku pelan.
Yuki
menoleh, “hm? Villa apa?”
“ndak,
tidak apa-apa. Lalu apa dua orang saja cukup?” Ujarku melupakan tadi dan
kembali ke permasalahan.
Yuki
mengangguk cepat, “siap. As always.”
(Ia berkata
seperti itu, artinya ia siap. Apapun yang terjadi, entah apa yang ia rencanakan
kali ini. Tahu-tahu ia membuka talenta slot ketiga, lalu memakainya untuk naik
tingkat ke fase ketiga dari talenta pedang. Swordman.)
“um.. ada
orang lagi? Helo?” Fais berujar.
“Fais,
untuk sementara dua dulu. Nanti kalau ada yang mau join, langsung masuk aja. Gimana?”
Ujarku menyela.
Fais
sedikit kikuk, ia kembali mengecek daftar.
“maksudku
kalau masih nunggu-nunggu. Matahari sudah mulai tenggelam, mob hostile sudah
pada persiapan sana..” Ujarku menambahi.
Ia sedikit
ragu, tapi kalau ini tidak segera ditentukan hari semakin gelap dan menjelang
malam. Ia lantas memutuskan “Ok Ok. Tim jaga malam pada hari ini, Iruma dan
Yukina. Tim lain boleh gabung, item drop sepenuhnya berada di keputusan tim
Iruma!”
Mereka
langsung menyeru tenang, dan berangsur meninggalkan kerumunan. Sedangkan aku
dan Yuki menuju keluar area basecamp.
Sesampai di
lokasi. Belati metalik terselip keluar dan berada dalam genggam. Yuki membuka
menu cepat, lalu memunculkan bilah pedangnya untuk mengisi pinggang di sisi
kanan.
“Dual
Wielding.. seperti biasanya..” Gumanku.
Yuki
menyeka jendela menu, “Ore Seeker sepertinya ada kemampuan dual wielding,
kenapa nggak kamu pakai?”
“oi. Mana
mungkin aku pakai dua kapak tambang ketika jaga malam seperti ini?” Ujarku.
Senyum tawa
Yuki sontak pecah.
Beberapa
zombi dari kejauhan terlahir muncul dari secercah cahaya redup yang entah dari
mana. Yuki melirik, “Irma. Formasi.”
Aku menarik
belati, “Always tho.” Seraya langsung menyergap.
*drap *drap
“Yuki. Satu
zombi yang ini, aku habisi. Kamu yang di samping dan sekitarnya.” Ujarku
menyeru seraya berlari.
Si Yuki
mengikuti dari belakang, menjawab “Objection Killed. OK!”
Menunggu
momentum yang pas, dua zombi di depan kebetulan berbaris. Radar serang mereka
mungkin belum mendeteksi adanya object yang mendekat.
(Harusnya
ini selesai dalam sekali serang. Slice Edge)
Para zombi
yang langsung tahu keberadaan Yuki, sontak mengerumuninya. Ia saat ini
menggunakan talenta ‘Assasin’ entah kemampuan apa yang ditingkatkannya,
tetapi pergerakannya bertambah gesit cepat. Bahkan ia hanya menggunakan satu
pedang untuk menghabisi tiga sampai empat zombi yang mengerumun.
*slash
“Dua zombi
terlibas. Sekali hit.” Gumanku setelah melakukan dash dan irisan tepi/slice
edge. Kebetulan mengenai kepala, kombo serangan memberikan damage/kerusakan
berlipat.
Kombo
seranganku hanya satu kali hit, kemudian mundur sejenak menunggu momentum yang
pas nan tepat, namun Yukina si petarung pedang, tidak, saat ini ia seolah
pembunuh berdarah dingin. Ia melakukan kombo serangan yang kompleks.
Hanya
dengan satu bilah pedang, pergerakan yang terbaca olehku seolah ia menggunakan
dua pedang sekaligus. Efek cahaya sekilas yang muncul karena skill diaktifkan
mengiris, mengekor, dan menari tiap kali ia melintasi para zombi yang berusaha
mengerumuninya.
“Delapan
serangan, satu kali dash” Guman Yuki setengah terengah setelah ia melesat maju,
menebas kiranya delapan zombi yang bermunculan.
*klang!
“Skeleton!
Yuki!” Seruku seraya terus menebas bilamana zombi berada di dekat.
Ia merespon
dengan baik, reflek siaganya meningkat drastis. Aku bahkan tidak sempat melihat
ia bersiap untuk menepis arah panah yang melesat entah dari mana, tahu-tahu
suara
*tang!
Berdenging
sekilas, satu dan dua panah perlahan ia tepis tanpa memperlihatkan posisi
siaganya.
Yuki mundur,
ia kembali mengatur posisi. Begitu pula aku, kami mendekat dan saling bersandar
dengan pandangan mata awas. Bila ada panah yang melesat, Yuki segera bergerak
untuk menepis. Di saat yang sama, aku maju sembari nge-dash untuk
membabat skeleton yang melepas panah tadi.
(Perlu
waktu untuk menembakkan kembali. Apalagi kalau—)
*jlep!
“ohok!”
Tanpa
basa-basi, skeleton membatalkan gestur untuk menarik panah dan langsung
melemparkan tombak anak panahnya mengenaiku di bagian dada.
Mengetahui
hal itu, Yuki menyeru “Irma?!”
Dada kanan tertusuk. Pergerakan bisa jadi melamban atau
gagal sama sekali
(Aku sudah tahu itu)
Langsung lanjut menyerang. Memberikan serangan final, irisan
tepi/slice edge. Serangan andalan.
Tubuh tiba-tiba lemas dan ambruk setelah menikam. Walau tidak
ada sensasi rasa sakit. Tapi aku tidak bisa bergerak, bila dipaksakan poin hp
berkurang drastis.
Yuki menghampiri, "Irma! Jangan banyak gerak..
telentang!"
Terlihat batang anak panah menancap di dada. Bagian ini
termasuk vital, bila terkena serangan yang menembus ke dalam. Bisa jadi terkena
damage/kerusakan yang fatal.
"Kamu ini..." Gerutu Yuki seraya mulai menangani
panah yang menancap.
*kreet
*spang *klang!
Yuki menepis proyektil panah. Gerakan tiba-tiba, aku tidak
sempat melihatnya ia hendak berdiri untuk menebas arah panah.
Ia menjeda, "Irma. Tunggu sebentar. Ada beberapa
skeleton. Biar aku urus dulu,"
Aku mengangguk kecil, "ok ok. Tolong ya "
Sontak Yuki langsung melesat maju. Ia menggunakan dash, dan
mulai menarik bilah yang satunya. Artinya ia kini menggunakan dua pedangnya
sekaligus dan mulai merangsek maju menikam mereka satu-satu.
Pergerakan Yuki benar cekatan, ia mengakomodir dua pedangnya
dengan optimal. Layaknya pendekar pedang yang sudah andil, ia seakan sudah
biasa. Padahal menggunakan dua pedang tidaklah hal yang mudah.
Namun di dunia ini tiada sesuatu yang tidak mungkin. Apalagi
bila pergerakan Yuki memicu untuk mengaktifkan skill, sistem akan membantu dan
memandu pergerakan Yuki untuk tepat mengenai sasaran.
*splat *slash *splat
Berkali-kali ia terpeleset sekilas karena kaget ada panah
yang melesat mengarahnya dan harus ia hindar spontan. Namun secepat kilat ia
bangkit dan kembali menata formasinya lalu lanjut menyerang.
Al hasil ia membabat delapan skeleton dalam radius 5 meter.
"Telentang telentang Irma! Jangan banyak gerak!"
Seru Yuki menghampiri.
Aku diam tidak berkomentar. Nampaknya anggukan kecil
menambah kecepatan turunnya baris nyawa/hp.
Ia mulai menyeka rambut dan mulai menarik pelan batang panah
tipis yang menancap dada.
"Yuki! Skeleto--"
"Aku tahu!"
*trang!
Yuki menepisnya, satu bilah pedang. Panah yang melesat
berhasil terpental, namun proses melepas panah yang menancap gagal. Mulai dari
awal.
Iruma, Ore Seeker Lv. 54
HP: 87% (paralyzed by stucking arrow)
“…uh tunggu
sebentar Irma.” Ujar Yuki
“always.”
Kondisi
ini, tidak memungkinkan Yuki membantu melepas panah yang menancap di dada ini.
Kalau dipaksakan, pertahanan Yuki bisa terbobol. Ia termasuk penyerang utama,
bahkan bertahan. Tapi lemah dalam hal vitalitas.
Tidak ada
pilihan lain, Yuki memilih untuk membabat sekian mob hostile yang bermunculan
dan sebagian dari mereka merayap menuju basecamp.
Entah itu
disengaja atau pun tidak, mungkin pergerakan yang random. Tapi kebetulan
mengarah ke basecamp. Bila dibiarkan bisa kacau.
*slash
*slash
“Irma?”
Seru Yuki ditengah ia menebas sana-sini
Aku menoleh
sekilas dengan tubuh telentang, “hm?”
“masih kuat
lama?” Seru Yuki
HP: 85% (paralyzed by stucking arrow)
(kalau
nggak banyak gerak, persentase berkurangnya ndak begitu banyak. Mungkin aku
bisa melepas panah ini seorang diri)
“Yep. Fokus
sama hostile, ini biar aku urus sendiri!” Balasku seraya berusaha keras untuk
memutar posisi, melawan berat tubuh avatar.
Yuki sempat
khawatir, tapi rasa kekhawatirannya menyebabkan kesiagaannya berkurang. Ia
harus tetap fokus dan siaga bila beberapa panah melesat mengarahnya. Karena
saat ini, bisa dibilang Yuki menjadi titik perhatian karena berlalu-lalang
memicu beberapa mob yang mendeteksi adanya objek yang melintas.
“sudah
kubilang, fokus sama musuh yang ada! Ini biar aku urus sendiri!” Ujarku menyeru
ketika mendapati Yuki lengah dan nyaris anak panah mengenai tubuhnya.
“efek
paralis dari… mana..”
*clep!
*kling klang
Panah
berhasil terlepas, tertera lubang berwarna merah menyala redup. Bekas luka.
Tidak berwujud darah, melainkan cercahan cahaya redup.
(efek
paralisnya langsung berhenti)
Yuki masih
sibuk menebas dan spam serangan sana-sini, melihat kondisi mob yang kian
menyebar banyak, prasangka kalau mob semakin agresif sepertinya benar.
(ini baru
area sini, belum area yang lain. Sekelas Yuki mungkin hanya bisa menangani satu
area, tapi..)
(tapi kalau
aku mengganti semua slot dan merubahnya ke warrior, apakah mungkin?)
*klang!
“Irma!!
Finish him!” Seru Yuki spontan.
Imajinasi
terhapus sirna dan langsung spontan bangkit menarik belati mulai melesat maju.
Yuki kaget,
ia reflek mengucapkan kata-kata switch/gantian. Di mana ketika ia menyelesaikan
kombo, tapi hp lawan belum sirna. Maka Aku menggantikan Yuki dan
mengeluarkan satu serangan namun fatal untuk menyelesaikannya.
“luka mu?”
“dah aku
copot.”
Beberapa
raungan terdengar, Yuki langsung menyeru “itu anjing.”
“apa?
anjing?”
“ya,
anjing.”
Aku menoleh
kanan-kiri, mendapati raungan itu muncul terdengar kembali “eh iya e, anjing
lek!”
“persiapkan
belatimu Irma. Kita akan membunuh banyak puppy malam ini.” Ujar Yuki
menyilangkan kedua pedang.
“kaing!”
“kaing!”
Apapun itu,
ini termasuk kedua kalinya di mana jaga malam berasa apokaliptik.
Tiga atau
empat anjing yang entah dari mana, muncul. Begitu aku dan Yuki melihat mereka,
hilang rasa belas kasih.
“nggak
biasanya anjing jadi hostile langsung..” Keluh Yuki.
“biasanya
anjing menjadi hostile ketika diserang sebelum dijinakkan. Tapi kalau tadi,
belum aja kenal langsung tahu-tahu nerobos.”
Yuki
mengayunkan pedang siaganya kembali, “ok. Kita diskusikan keanehan itu nanti.
Masih ada puluhan mob di depan!”
Aku tidak
berkomentar, hanya menjawab dengan anggukan kecil seraya menggenggam belati
dalam posisi siaga.
***
“Di mana
mereka? Sepertinya mereka tidak pulang malam ini.. uuhh”
Tungku
pengapian dibuka, asap mengepul sekilas.
“Padahal
aku sudah mempersiapkan ini.”
Panel
jendela muncul tiba-tiba, matanya langsung awas. Ia sudah lama tidak menerima
pesan seperti itu semenjak diluncurkannya versi beta.
“Dia
kembali?”
Pertemuan,
Cluster.
Ranah ini,
hanya bisa dimasuki oleh objek non-fisik. Maksudnya adalah mereka yang
hakikatnya tidak mempunyai tubuh atau awak secara fisik. Kesadaran mereka
tersusun oleh sekumpulan algoritma yang sewaktu-waktu dapat berubah sesuai
perkembangan dan keadaan.
“Yo. Apa
kabar kalian semua?”
Mereka
saling pandang, perasaan mungkin bercampur aduk. Bingung dan terkejut, mereka
tidak menyangka akan mengalami pertemuan setelah kiranya lama sekali tidak
bertemu.
Kali ini,
mereka semua memiliki wujud secara fisik. Di dunia ini.
“Kalian
sudah punya pekerjaan masing-masing. Ditambah lagi, aku dengar ada yang merusak
main frame-nya sendiri ya?”
Beberapa terkejut,
ketakutan.
Ia
menunjukkan senyumnya, semua langsung cair. Awalnya mereka mengira kalau ia
akan marah atau kecewa karena perintah miliknya diabaikan. Namun, nyatanya ia
menyunggingkan senyum santai.
“apa? Dia
tersenyum. Apa itu artinya..”
Ia memotong,
“tidak-tidak. Jangan berpikir kalau aku marah kepada kalian. Aku datang masuk
ke sini karena aku mau cerita..”
Mereka
saling pandang, tidak berujar atau berdiskusi. Meski mencoba untuk mengobrol,
tidak ada suara yang terucap atau terdengar. Sepertinya ia sudah mengatur
dimensi ini agar ia sendiri yang menyuarakan seorang diri.
Tidak ada komentar: