MINECRAFTER VOL. 7 - BAB 22: NEW NORMAL

 

Bab 22: New Normal

 

(Kata siapa kalau tugas skripsi itu mudah? Sekalipun hanya berbekal masuk login doang lalu keluar dan menceritakan apa yang terjadi)

(Dari awal aku sudah curiga. Mengapa tugas skripsiku hanya se-ez (baca: easy) ini? Apa ada sesuatu yang disembunyikan? Atau mungkin ada maksud tersendiri?)

(Barulah aku menemukan jawabannya kemarin. Maksudku bukan kemarin waktu dunia, melainkan waktu dari game. Ya, sebut saya game online berbasis vr. Virtual reality)

“berapa orang yang tersingkir?”

*huff *huff “… lost count. Intinya banyak.”

(Apakah ini terbayarkan sama halnya mengerjakan skripsi yang dulu-dulu sering dijadikan momok hantu oleh kakak tingkat. Bahwa mengerjakan skripsi memerlukan jiwa raga sampai sprititual pun jadi problem antara sukses atau tidak)

“kalau modelnya kayak gini, mana bisa melawan sistem yang sudah mutlak!”

*takk!!

“Iruma?” Yuki menoleh kaget. Ia langsung merangkak menghampiri dan membelai pipi.

(ah aku terlalu terbawa suasana.)

 

Malam tadi, berasa seperti malam eliminasi. Siapa yang kuat dan rela menjadi garda terdepan, maka dia akan bertahan hidup. Siapa yang lemah, atau kuat tetapi tidak paham mekanisme minecraft mereka akan mati. Tereliminasi. Kami memberi istilah, tersingkir. Karena mati, sejujurnya hakikatnya mereka tidak mati. Hanya saja pulang, kembali terbangun.

Harusnya begitu.

“maksudnya, melawan sistem yang sudah mutlak?” Yuki bertanya.

Aku menggeleng cepat, “ah tidak-tidak. Aku terlalu terbawa suasana dan emosi. Karena aku merasakan kalau kesulitan di game ini kayak dinaikkan. Seolah-olah GM memang ingin kita keluar dari sini.”

Yuki menunduk, “ya.. gimana ya, namanya juga GM. Dia, tidak, maksudku mereka paling ada alasan tersendiri untuk melakukan itu.”

“kalau ia memang mengakui kalau itu bug, tidak bisa log out kecuali dengan kematian… setidaknya memo— maksudku..”

Yuki spontan langsung membelai dahi dan perlahan mendorong turun. Aku merunduk dalam dekapannya. “dah dah.. lagi pula kita juga beta tester di sini. Bukan siapa-siapa.”

(Aku tidak bisa bilang tentang memori yang hilang dihapus ketika log out. Bangun seperti lepas dari mimpi yang kabur)

“Iruma, tidak kembali ke basecamp? Sudah pagi, waktunya berburu seperti biasanya. Apa kamu mau sudah putus asa dan ingin segera log out?” Toreh salah seorang, mereka berjalan pulang menuju base camp.

Aku bangkit lepas dari dekapan si Yuki, “kalau aku sudah putus asa dari awal, buat apa aku membabat mereka-mereka dan kenapa tidak berdiam diri?”

Setelah aku berdiri, dia mendekat dan berbisik “ngomong-ngomong, dia itu satu party denganmu kan?”

Aku melirik Yuki, ia menyeka rambut dan bersiap berdiri. “Ya, dia Yukina. Kamu pasti sudah mengenalnya kan? Aku lihat ia sering join berburu sama para petarung.”

Ia mengangguk kecil, “dia dikenal pengiris binal. Ya, aku tahu kalau itu istilah yang tidak baik. Tapi kau tahu, pribadinya yang liar.. apa dia laki-laki?”

(Ok, persiapkan dirimu nak. Yuki kemungkinan besar mendengarnya. Ia akan membabatmu nanti)

“tidak.. aku kurang tahu tentang itu. Ya, kau tahu.. internet begitu unik.”

“kurang tahu? Tapi aku lihat, kalian begitu dekat.”

“itu karna kebetulan sedang war, battle. Ya harus kompak, namanya juga party. Juga harus saling bantu-membantu.”

“—Ditambah lagi, si Irma ini juga nggak mau log out sekarang. Ya kan? Kan?” Ujar Yuki seraya menepuk bahuku.

Yuki menerobos, ia langsung kaget bukan main. “ah ah.. ya ya, aku paham.. aku paham.. …kalau begitu, aku duluan sama kawan-kawanku. Mereka sepertinya ingin makan besar setelah bertahan tadi malam, hehe..” Ujarnya dan berusaha menyudahi percakapan.

 

Sesampai di basecamp, semua menimbrung dan diskusi. Ada yang langsung membuat circle, atau saling ngobrol sembari jalan, dan lain-lain. Karena tempat ini dibangun oleh para pemain, tidak ada kafe atau warung makan yang biasanya ada di villager. Mereka lebih memilih untuk membuat lingkaran, sesuai dengan anggota party atau random dan mulai mengobrol dan diskusi.

Apa yang mereka obrolkan? Entah, kemampuan fokus yang aku tujukan pada pendengaran sepertinya tidak berjalan dengan baik ketika di keramaian.

“Mereka berdiskusi, memikirkan cara lain untuk log out tanpa harus mati.” Yuki berujar.

Aku menoleh, “kamu ini. Tidak baik menguping pembicaraan orang.”

“tapi tadi sepertinya kamu penasaran, dan coba nguping pakai skill pasif fokusmu. Walaupun akhirnya gagal.”

“yep. Always.”

“ngomong-ngomong, di mana Artes? Aku mau lanjut kursus memasak!” Yuki bersemangat.

Menu aku buka, melihat statistik lengkap dari panel menu party. “Ia berada di kamar, ruangan kita. Nanti kita temui.”

Sekian orang yang berkerumun saling obrol, ada beberapa yang familiar. Mereka adalah yang pernah bertemu, mengobrol.

Di antaranya, Lenka. Pemanah cewek. Tapi, di mana Ian? Biasanya Lenka selalu runtang-runtung bersama kawan party-nya seperti Reina, Fardan atau Ian.

"Kalian semua ini pada bingung cara keluar dari sini... GM sudah mengumumkan caranya. Hanya ada satu, mati! Kenapa kalian pusing-pusing? Ada banyak cara untuk keluar dari sini."

Salah satu circle obrolan, ia berdiri tangguh mengeraskan suaranya. Karena ia laki-laki, suaranya menggelegar. Aku lupa apakah waktu awal main, tepatnya ketika pembuatan karakter/avatar ada pilihan untuk mengubah pitch suara atau hanya berbekal suara asli.

*sring

Ia menarik gagang pedang. Sepanjang tangan sampai siku, “Kalau kalian susah-susah... sini.. kamu!”

*grep

Tanpa izin langsung mencengkram salah satu anggota circle. Dan mataku familiar siapa yang ia incar.

Yakni Lenka.

“Ini, cara log out tanpa kalian harus merasa bersalah!” Ujarnya, ia menarik pedang dan mendekatkannya pada tubuh Lenka yang meronta-ronta ingin lepas.

“Lepas! Aku!” Lenka meronta namun tidak digubris.

*drap *bukk

“Irma!?”

 

Satu seruduk. Awak kekar langsung terpental beberapa meter. Lenka terlepas, dan jatuh berhasil ditangkap.

Debu terhempas sontak membuat mereka reflek menutup mulut dan terbatuk ringan.

Ia yang terlempar langsung berusaha bangkit. “Siapa tadi—“

Ia menjeda singkat, begitu mendapati aku yang menyeruduk. Raut muka berubah geram, “kau?! Kamu tadi yang—“

“--Ya ya ya. Aku itu.” Potongku cepat.

“Jahahhah. Kamu pikir, apa aku melakukan sesuatu yang salah?”

Semua orang terdiam. Tidak berkomentar. Saling pandang. Hening pun tercipta.

“Bukannya semua orang di sini pingin keluar? Apa kalian ingin terjebak di sini selamanya? Sampai GM memberikan informasi lagi?”

“Sudah jelas-jelas kalau mau keluar.. ya mati dulu! Apa susahnya sih. Lagi pula ini semua hanya game.” Tambah ia lagi.

“Aku yakin. Di benak pikiran cewek kecil itu. Pasti ingin keluar juga kan?”

Lenka menunduk, seraya membenahi leher bajunya yang sempat tertarik dan berantakan.

“Kalau kamu ingin terjebak di sini. Silahkan saja! Aku hanya berniat membantu untuk kawan-kawan mencari jalan keluar!”

Yuki masuk, ia bergabung dalam perdebatan. Ia maju dengan satu bilah pedang mengantung di pinggang.

“Kalau begitu. Bagaimana kalau kita duel? Maksudku, ayolah.. aku juga sudah bosan di sini. Tidak enak rasanya kalau log out hanya dengan mati karena suicide atau karena serangan mob.”

Ia merespon, “benar juga. Kalau begitu, kamu memilih lawan yang tepat. Nona muda.”

 

“Yukina?!” Lenka mencoba mencegah Yukina.

"Santai, dia memang seperti itu. Aku harap dia ngga bertingkah gegabah…”

(Sejujurnya aku khawatir)

 

*sring *klang

Mereka berdua mempersiapkan senjata masing-masing.

Kapak, dan Pedang.

(Barbarian?)

“Ho.. kau menggunakan pedang pasti seranganmu berbasis kombo.” Ujar si petarung kapak.

“Harusnya. Tapi aku sudah belajar banyak mengenal senjata ini.”

Ia menyanggul kapak di bahunya, “kalau begitu mari aku bantu menyelesaikan penderitaan ini.”

Yuki menyunggingkan senyum singkat dan bersiap memulai serangan.

Tidak ada hitungan mundur, tanda resmi duel atau semacamnya. Tampilan interface tidak menunjukkan adanya pertarungan/duel.

Kontak mata, tanpa mengucap sepatah kata. Sorotan titik mata jadi simbol isyarat mulai tidaknya permainan.

*drap *drap

Keduanya berlari. Masing-masing menyanggul senjata dan mulai mengeluarkan serangan.

*sring *chop!

...

[100%] Yukina, Assasin Lv.60

*splatt

“Cepet bet!”

Cahaya merah sekilas mencuat keluar, mereka bertabrakan dan papasan melintas. Efek cahaya dari skill muncul mengekor sekilas lalu sirna.

“Tunggu. Tunggu.. apa yang kau—“

Yuki menoleh, sembari menyarungkan pedang "kapak memberikan banyak beban tenaga dan stamina pada penggunanya."

“... Aku tadi nggak pakai skill. Hanya fokus sama dash dan miringkan pedang tinggal nunggu avatarmu teriris.” Yuki menjelaskan.

Ia geram, sembari mencengkram luka gores di perut.

Yuki menambahi, “ngomong-ngomong luka itu fatal loh kalau nggak segera kamu makan sesuatu. Hp-mu bakal turun terus.”

Ia sontak langsung melirik hp, dan kaget lalu buru-buru membuka menu.

Melihat lawan Yuki buru-buru membuka inventori, ia berujar “tunggu. Jangan bilang kamu mau ambil makanan terus mengisi hp?”

Ia kaget bercampur heran, “bagaimana dia bisa tahu—“

“Lah kok malah mau makan... sini aku bantu kamu biar bisa keluar dari sini..”

*sring

Yuki meluruskan pedangnya dan mendekat. Ia sontak langsung tersungkur jatuh dan merayap mundur.

“Ayo... sudah lama aku ingin nyoba skill serang yang baru aku dapat ini.. mumpung.” Ujar Yuki seraya melangkah maju perlahan sambil ujung pedangnya menggores tanah.

Ia tidak mengucapkan sepatah kata apapun, hanya merayap mundur dan menggigit bibir.

Yuki mengehela napas, “huff, kalau membantu. Yang kamu lakukan itu bagaimana pun termasuk keji. Tidak ada yang rela membunuh atau dibunuh di dunia yang realistis ini” Ujarnya seraya menyarungkan kembali pedang dalam pinggang.

Lantas ia, Yuki melangkahi lawan si kapak tadi dan menyapa “Artes di mana Irma? Aku sudah tidak sabar ingin memasak!” Seru ia semangat.

“ah dia.. berada di kamar, seperti biasanya.” Ujarku setelah mengecek lokasi Artes menggunakan fitur kawan party.

(Ini aneh, minecraft aslinya tidak ada fitur party atau pun track lokasi seperti gps. Bahkan duel pun sebenarnya tidak ada, untuk melakukannya tinggal baku hantam sampai salah satu di antara mereka tumbang. Tapi—)

“Memasak, memasak la la la..” Yuki bersenandung santai melewati duel lawan.

*drap

Dia bangkit, mengabaikan luka menyala di perut terus memercikkan cahaya redup berwarna merah. Sontak langsung melontarkan senjata berat yang dimilikinya. Yakni kapak.

*wung

Tidak ada waktu, langkah cepat/dash-ku ini tidak dapat menangkis.

“Yuki!”

*klang! *splat!

Lontaran yang seharusnya menjadi serangan kejutan agar lawan mendapatkan goresan yang sama sepertinya. Tapi menjadi salah sasaran.

Si Yuki, berhasil menangkisnya. Ia secepat kilat membalik badan dan langsung menahan lontaran kapak cukup besar yang mengarah padanya. Karena daya tekanan yang diberikan terlalu besar, Yuki tidak dapat menahan daya tekan yang ditimpakan. Akhirnya kapak tersebut terpantul mengarah acak.

“hiaaaaaaa!!!!”

Naasnya, area sekitar cukup banyak orang yang melihat atau nongkrong di sini. Sehingga arah pantulan dari kapak yang dilempar mengarah ke salah satu penguji beta, pemain.

Semua orang langsung berteriak kaget dan ada juga yang histeris.

Kapak yang disangga dengan dua tangan ini menancap cukup kuat pada penguji beta yang sedang bersandar di gubuk seraya melihat duel singkat terjadi. Ia terkena tikam cukup dalam di dada. Bagian vital.

“Tolong, seseorang! Yang punya minuman pemulih hp!” Yuki langsung menyarungkan dua pedang lalu menghampiri penguji beta yang terkena tikaman dari kapak melayang tadi.

“Yuki, Yuki. Bantu aku nyabut kapak yang nancep. Ini kalau nggak segera dilepas, efek paralisnya terus mengikis!” Seru aku buru-buru menghampiri dan berusaha memisahkan sisi tajam kapak dari belah luka.

Ia tidak berkomentar, si korban. Melihat kondisi seperti ini, Lenka langsung turut turun tangan. “Iruma, dia tidak bergerak atau berbicara apapun! Padahal luka tikamnya masih menyala..”

“Artinya hp miliknya masih tersisa, tapi—“

*bzzt pyar!

Semua terpana, tubuhnya pecah menjadi kepingan pecahan kaca poligon menyebar. Berbeda di versi minecraft aslinya, tubuh hancur menjadi kepulan asap singkat.

“dia, dia membunuhnya!”

“kau kau… kau membunuhnya! Hei apa yang kamu pikirkan!?”

Sebagian besar para penonton tadinya langsung menunjuk pada si lawan pengguna kapak tadi. Mereka langsung menuduh ia adalah pembunuh setelah melihat apa yang terjadi.

“Iruma..” Ujar Yuki pelan.

Aku meliriknya, ia terlihat marah. Kedua matanya, khususnya iris yang berwarna ungu tua mengecil.

“Yuki, Yukina. Jangan, tolong jangan. Melihat bekas luka yang kamu berikan. Aku rasa ia bakal mati kalau ia tidak segera memakan sesuatu untuk menambal stamina dan poin vital yang hilang.. jadi…”

Si Yuki tidak merespon, ia hanya menggigit bibirnya lalu merunduk. Meratapi beberapa perlengkapan dan item yang berserakan. Bekas dari penguji beta yang pecah jadi keingan kaca tadi.

Ia, si lawan, pelaku sontak kabur. Ia berusaha berlari sebisa mungkin. Anehnya semua orang yang melihatnya tadi tidak berusaha mengejarnya. Melihat dari ekspresi mereka, nampaknya masih tidak percaya apa yang terjadi, tidak terkira.

Lenka reflek menarik busurnya yang digantung di pundak, aku mencegah “Jangan.” Ia mengangguk cepat dan menyarungkan kembali panah di tabung yang ia gantung pula di pinggul.

Tragedi berlangsung sekilas, namun sepertinya mereka para penguji beta menanggapinya cukup beragam. Ada yang langsung menyebarkan desas-desus tentang pembunuhan tersebut, mengatakan kalau wanita yang berambut panjang warna biru gelap itu yang membunuhnya. Di samping itu ada juga yang membahas tentang keraguan akan hawa feminis dari si Yuki.

Karena ia terlihat agresif, tidak seperti wajarnya wanita biasanya. Ada saja para penguji beta ini.

“Artes! Apa ini sudah benar? Kayaknya gosong deh..”

“Yukina, kamu harus menambahkan ini juga.. kalau nggak ditambahkan, ya..”

“…Artes aja diem aja nggak ngerespon kok. Kamu kok sewot.”

“ye… diajarin malah..”

“ahaha bercanda Len. Jadi, gimana ini?”

Mereka bertiga. Artes, Yuki, dan Lenka. Saat ini sedang memasak, dua dari mereka menjadi mentor atau guru. Ya, bisa dibilang si Yuki saat ini sedang dihadapi oleh dua pengajar. Entah kenapa, apa yang menuntun ia untuk belajar memasak.

*ding

Beberapa panel menu terbuka, sembari melihat mereka sibuk memasak dan saling debat antara yang paling bagus aku membuka menu.

(Tidak ada, benar-benar tidak ada)

Yang harusnya aku cari dari awal, tapi baru mencarinya saat ini. Yakni tombol log out, keluar, pintu untuk keluar dan pulang.

Tapi ini semua sebenarnya mudah, tinggal mati atau kondisi hp berada di titik nol maka terbukalah pintu untuk pulang. Satu-satunya jalan untuk keluar, dari dunia yang penuh digital dan misteri. Mati, Dead, Suicide, atau Killed/Slain by.

(Pasti ada cara lain, untuk keluar tapi

Si Yuki melirik, aku sontak menyadarinya dan menyeru “hei, fokus ke dapur..”

Ia menyunggingkan senyum kecil, namun kelam. Kedua matanya tiba-tiba sayu, perlahan ia kembali melanjutkan prosesi memasak.

*klak

“Ok. Mushroom Stew sudah jadi!”

Ok. Prosesi makan-makan dimulai! Si Yuki ternyata mengumpulkan cukup banyak jamur/mushroom dan ingin mencoba merebusnya dengan resep yang temukan bersama Artes.

“um… ini enak sekali!”

Yuki menyeru, diikuti dengan Artes. Lenka turut berkomentar setelah mengambil beberapa suapan, “hm. Rasanya tidak berbeda jauh.”

“kamu pernah memasak mushroom stew?” Tanyaku.

“Belum, tapi pernah makan. Rasanya hampir mirip.”

(Bagaimana para teknisi merancang kode pemrograman untuk mengubah rasa menjadi kode yang dapat dibaca dan dirasakan langsung sama otak?)

Yuki melirik, “memang kamu sudah pernah makan?”

Aku menggeleng, “sejujurnya aku baru tahu kalau jamur itu bisa dimakan.”

Artes menyahuti, “Sepertinya Raden memandang jamur itu kebanyakan beracun yah?”

“ah ya ya, itu benar. Makanya itu aku sempat ragu.” Aku menyeru cepat.

Mereka bertiga tertawa. Lalu Artes memaparkan, “Jamur juga ada yang tidak beracun. Yang beracun itu gampang pertandanya..”

“yang warnanya merah terus ada bentol-bentolnya kan?” Si Yuki menyahuti.

“Nah itu. Yang paling kelihatan, jamur beracun itu seperti itu. Aku rasa di sini belum ada jenis jamur yang bermacam-macam, jadi cuma ada dua. Dan itu perbedaannya mencolok kok.” Artes menjelaskan.

 

***

Tempat fasilitas.

“Perlu berapa lama!?”

“masih work in progress. Tapi aku nggak bisa memastikan kapan. Ini saja aku masih mempelajari bagaimana sistemasi bahasanya.”

Ia terperanjat, karena tidak percaya ia langsung menghampiri teknisi dari personil yang melapor.

“di daftar sini tidak terlihat sistemasi pemrograman seperti perintah-perintah sewajarnya program. Aku bingung, mana yang perintah dan user-interfacenya. Seolah sistem ini tidak memiliki kode konsol..” Keluh teknisi personilnya,

Ia menggeleng mencari beberapa personil yang masih bertahan. Terlihat ada beberapa yang mengerang kecil, sebelumnya ia menetralkan area dengan menembakkan sekian dosis tranquilizer atau penenang. Sehingga mereka langsung ambruk karena kelelahan.

Namun sepertinya ada beberapa tembakan yang meleset, tidak mengenai titik vital sehingga penetralisasi hanya berlangsung tidak lama.

“kau… hei kau..” Seru ia mencoba berinteraksi pada salah satu operator yang ambruk.

Ia, operator tidak merespon sadar. Hanya mengangkat alis dan kelopak mata sekilas lalu kembali lemas dan mengantuk.

“aku lupa membawa serum yang bisa membuat mereka mengatakan sebenarnya..” Gumannya lalu berdiri dan mencari operator lain yang kesadarannya perlahan pulih.

Salah satu teknisi personilnya berbicara, “bagaimana kalau mister masuk?”

“maaf, maksudnya?!”

“masuk..”

“masuk?”

“iya masuk. Login, login..” Ujar teknisinya memperjelas.

“kau ingin aku masuk ke dalam dunia itu?”

Teknisinya mengangguk.

Ia segera menggeleng, “tidak-tidak. Aku tidak akan masuk ke jebakan yang sama. Dia di sana pasti sudah menyiapkan serangan untuk menghabisiku di dunia itu.”

“terlebih ia kondisinya pasti menjadi admin dan super-user.” Tambahnya lagi.

“aku harus mencari cara lain. Agar aku tidak langsung mengotori tanganku untuk masuk ke dunia itu. Apapun itu, tapi kalau masuk ke dunia yang ia buat.. skip!”

“kalian apa benar-benar kesulitan membobol sistem ini?”

Mereka mengangguk tapi tidak mengeluarkan sepatah kata apapun.

“kalau begitu, coba kalian cek para beta tester.”

“apa kamu ingin menyandra para penguji beta? Bukannya itu di luar kesepakatan?”

Ia memalingkan muka, menuju lorong tempat para penguji beta terlelap terbagi di beberapa koridor. “Lagi pula dia juga di luar rencana kita. Siapa yang mengira coba.”

“Tapi—“

“Jangan bertingkah, cepat laksanakan atau kamu mau kita tertangkap polisi? Waktu kita tidak banyak.”

Suara ia berusaha memberanikan diri, ternyata mewakili semua perasaan para teknisi. Namun, ia juga tidak ingin bila mereka diadili dan berakhir di sel-sel menderita.

“waktu kita tidak banyak, tapi di sana. Dia pasti punya banyak waktu untuk merencanakan sesuatu.”

“tapi, bagaimana ia bisa kabur kalau tubuh fisiknya ada di sini? Terlebih para operator loyalmu sudah ambruk dan mungkin terlelap lebih lama, paling lama.”

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.