MINECRAFTER VOL. 8 - BAB 24: SEBELUM TERBIT

 

Bab 24: Sebelum Terbit

 

“Pada pertemuan selanjutnya, saya ingin kalian membuat gambaran dan beberapa analisis pada materi yang saya ajarkan. Ini akan menjadi nilai tambahan, poinnya cukup besar. Jadi, seperti biasa. Kerjakan dengan sungguh-sungguh.”

“baik Pak.”

“siap Pak.”

 

Beliau berlalu setelah berdiri dan menerangkan apa isi presentasinya yang berbobot selama kurang lebih 2 jam.

“Irma. Untuk materi ini, kemarin kamu sudah mencari catatan yang hilang?”

“yang itu, belum. Ntar setelah ini aku cari beberapa informasi di internet. Ez.”

 

(Ia sudah selesai. Apa aku bisa masuk?)

“Tapi kemarin-kemarin aku cari di internet. Ndak nemu informasi yang valid kok.”

“Ndak valid? Maksudnya?”

(Dia sudah selesai bukan? Aku boleh menghampirinya bukan?)

“Iyaa. Tapi mungkin aja kalau Irma yang cari bakal ketemu. Biasanya kan ya, kalian pahamlah.. hehe.” Ia berujar sambil mencari dukungan beberapa kawan lainnya. Merujuk pada lawan bicara.

“Irma. Ada yang cari kamu.”

“heh? ya ya?”

(Eh, apa tidak apa-apa minta orang lain untuk memanggilnya? Tapi—)

“oh. —Ono opo?”

Akhirnya mau tidak mau, ia harus terbuka. Sebelumnya bisa terbilang ia buruk ketika berkomunikasi, terlebih ketika berada di depan orang asing. Bahkan pada posisi ini ia berada di bawah derajat komunitas masing-masing.

“…Yang kemarin—“

“…! Oiyo, aku lupa aku lali!! Ya wis, langsung ae ke lokasi.”

Ia langsung paham, tidak perlu menjelaskan kompleks.

“Mau kemana Irma?”

“Itu, ada kewajiban yang belum terselesaikan.. asekk.” Ujarnya sambil menenteng tas.

“kewajiban…” Salah satu kawannya berujar, lalu melirik dan melanjutkan “…wah wah wah!”

“hei hei. Ini agak ndadak karena aku juga lupa. Kalo gitu aku pamit dulu yo. Semisal ada yang belum paham, tinggal kirim dm!”

Salah satunya tertawa, “haha, anjir Kalau ada ditanyakan bisa ditanyakan.”

“ya kan kali aja. Biasanya juga gitu.”

Sebagian tertawa, lalu berujar “hehehe, oke oke siap Irma.”

Ini tidak pertama kalinya, sebelumnya ia juga pernah meminta waktu dari kakak tingkat. Bukan karena alasan euforia atau mencari waktu untuk berdua dan menjalin asmara.

Ia juga tidak mengenal siapa Iruma sebelumnya. Namun karena ketidakpahamannya pada satu dua mata kuliah, penasehat akademik yang menjembatani sehingga mereka bisa bertemu dan belajar mengulas kembali.

“Yang mana kemarin? Yang belum selesai?”

“ini, dan juga kemarin Pak Alan meminta untuk menjelaskan bagian ini dan ini..” Ujarnya sambil menunjuk beberapa file presentasi yang ada di laptop miliknya.

Ia mengambil napas fokus, “oke oke. Coba lihat, mau lihat ppt-nya aku.”

Memutar dan membaca sekilas. Hampir mirip seperti memindai. “ah yang ini. Ok oke, jadi gini. Untuk materi yang itu maka..”

 

***

“Dia ke mana Pak?”

“Iruma belakangan ini, dia mulai menggarap tugas akhir. Ada apa?”

“Tugas akhir? Skripsinya?”

“Ya.”

“Loh bukannya Kak Irma masih belum dapat materi itu?”

“Ia mengambil kredit semester banyak, jadi Ia loncat banyak.”

“Kalau boleh tahu, Kak Iruma, dia mengambil judul apa?”

“Dia… seingatku, Dia model tugas akhirnya agak berbeda dibanding lainnya.”

“maksud Bapak?”

“keputusan rapat membahas tugas akhir kemarin lalu, Iruma mendapatkan tugas untuk menganalisis suatu proyek..”

Dia, Bapak mengambil ponsel pintar dan mencari sesuatu. Lalu melanjutkan “…proyek newgen vr.”

“newgen vr? Maksudnya?”

“kamu belum tahu? Itu proyek uji coba game yang menggunakan platform berbasis virtual reality. Ya, mungkin kamu kurang familiar sama istilah tersebut. Tapi itu sudah banyak dinanti-nanti oleh kalangan gamer.”

(Sebentar lagi kampus akan mengadakan libur untuk perawatan. Proses perkuliahan daring sebagian besar akan dilakukan. Apa aku ikut join saja ya?)

“Ini nanti kan kampus mau libur. Kenapa nggak ikut saja? Lumayan buat hiburan.” Beliau menambahi.

“Iya juga ya Pak.”

“Gimana? Mau ikut juga? Lumayan buat nambah pengalaman, hitung-hitung bisa main game full kontrol.”

(game full kontrol? Maksudnya?)

“nanti saya kirimkan detil brosur file pdf-nya dan alamat untuk pendaftaran seleksi. Ini ada rapat mendadak.”

“Oke oke siap Bapak”

 

***

Beberapa saat kemudian, pesat diterima. Di dalamnya tertera brosur dalam bentuk PDF dan koordinat lokasi tempat pendaftaran sekaligus seleksi. Ia menerimanya langsung dan membuka.

Membaca seksama lalu dalam benak ia berpikir,

“game full kontrol maksudnya?”

Karena sebelumnya ia belum pernah mendalami dunia game, bahkan tidak sedikitpun. Ia berhasil lolos ke jurusan yang berhubungan dengan perkomputeran karena keputusan darinya untuk keluar zona aman.

“apa mungkin maksudnya game yang bebas kali ya? yang bisa berbuat apa-apa tanpa adanya aturan?”

“tapi kata Pak Alan. Iruma ikut situ dan sedang mengerjakan skripsi.”

“aku rasa lebih baik aku tidak ikut campur.”

Minecraft VR Beta.

(Minecraft. Aku pernah membaca ini sebelumnya. Tapi di mana ya?)

Pengalaman VR yang luar biasa. Menggunakan tubuh utama sebagai main control. Proyek masa depan untuk berkembangnya teknologi VR menjadi lebih baik.

Alat yang digunakan, simulator vr dan..

(Tapi kalau aku ikut. Tidak ada salahnya kan? Lagian ini kan bebas boleh ikut boleh tidak.)

Terbatas. Hanya 1000 gamer setia.

(Seribu? Itu kan terlalu banyak. Mana ada 1000 orang bakal berani mendaftarkan diri untuk produk asing?)

Napas tersengal-sengal.

Setelah mendapati kabar di sosmed kalau pendaftaran akan segera ditutup karena kapasitas peserta hampir penuh.

“benar gila. Ini baru dibuka kemarin. Tapi sudah penuh sore ini juga.”

Bisa terbilang, dia merupakan orang yang beruntung karena berhasil menerobos keramaian dan mendaftarkan dirinya. Secara tidak langsung, ia memenangkan battle royale antara dia dan sekitar ribuan orang yang mendaftar secara langsung.

“rupanya banyak yang tertarik untuk ikut uji coba ini. Memangnya sekeren apa sih game ini?”

Sambil keluar dari gedung tempat pendaftaran yang dimaksud, ia merogoh saku mengeluarkan ponsel pintar. Memulai browsing.

Pertama-tama ia mencari dengan kata kunci ‘Minecraft’. Karena ini menjadi poin penting utama ketika melihat browsur. Kata ‘minecraft’ ini dicetak/ditulis dalam font yang berbeda. Ini menandakan adanya hal yang spesial dan menjadi titik penting utama karenanya.

“game sandbox ternyata. Ini dibuat pakai bahasa apa? bisa seleluasa ini?”

Setelah cukup banyak menggali informasi tentang minecraft. Ia menyimpulkan, “kalau begitu, nanti berarti modelnya kotak-kotak dong! Wadoh.”

“ah bodo ah. Yang penting bisa ketemu nanti.”

Kebimbangan.

Momentum singkat tidak terasa. Sampai akhirnya namanya dipanggil untuk melakukan tes seleksi. Mulai dari kondisi fisik, dan psikis. Tujuannya untuk menyiapkan raga dan mental untuk mendapatkan pengalaman menyelam lintas dunia.

“kenapa tes seleksinya seperti ini? Aku kira tes-nya hanya soal-soal IQ atau—“

“karena ini ditujukan untuk siap tidaknya penguji untuk melakukan dive.”

“melakukan, melakukan apa?”

dive.

“dive? Maksudnya?”

“Kamu tadi tidak memperhatikan waktu acara presentasi pembukaan yah. Jadi nanti penguji beta, kamu kalian semua itu melakukan dive lintas dunia.”

(lintas dunia? Maksudnya?)

Ia semakin tidak paham.

“mak-maksudnya lintas dunia?”

“ya.. lintas dunia. Jadi ibaratnya kamu nanti masuk ke dunia minecraft gitu.”

“masuk? Masuk? Berarti aku bakal jadi kotak-kotak dong!?”

Si pemeriksa vital tertawa kecil, “hehe, minecraft yang ini beda. Sudah disamakan seperti kayak dunia biasa. Hanya saja nanti kamu bisa melihat kondisi vital, berinteraksi dengan lingkungan seperti game biasa.”

Karena ia tidak pernah mendalami serius dalam masalah game terapan. Ia semakin bingung dan panik.

“maksudnya? Berarti nanti mainnya pakai apa?”

“Pakai alat simulasi. Untuk gambaran alatnya ada di brosur kok. Alat tersebut menstimulan kesadaran untuk melakukan dive secara penuh. Sehingga kesadaran berada dalam game tersebut menyeluruh.”

“tapi-tapi aman kan?”

“aman kok. Sudah mendapat sertifikasi halal, tidak, maksudku sertifikasi aman. Untuk memastikan, makanya dilakukan proses seleksi lagi, barang kali ada beberapa orang yang tidak kuat.”

“Nggak kuat, maksudnya?”

“nggak kuat paparan sinyal.”

“heh? sinyal. Sinyal apaan?” Responnya seketika. Semakin panik, logika seolah terurai kocar-kacir seperti manik-manik.

“gini gini. Ini seleksinya akan dilakukan simulasi sekilas. Jadi, nanti kamu bisa merasakan sendiri. Sebentar saja, sekitar 1 sampai 2 menitan doang. Itu adalah gambaran sekilas. Jadi, sementara berbaring sebentar dan biar alat ini bekerja.”

Ia harus menahan rasa panik. Karena khawatir yang berlebihan memberi efek detak jantung meningkat. Tentu saja hal ini menjadi masalah dan penghalang utama dalam prosesi dive/menyelam.

(tahan, tahan. Harus tenang. Harus tenang)

“kak. Ambil napas, keluar kan… Rileks kak. Ini kalau kakak masih deg-deg an. Alat ini ndak bakal mau jalan.”

(Iruma. Iruma. Aku ingin ketemu sama Dia. Ingin banget. Ketemu, lalu mengobrol, bercerita. dan—)

(jadi istrinya)

(tapi bukannya itu sedikit berlebihan?)

(tapi kan emang sudah wajar kan di usia seperti ini?)

(apa nanti saja ya? nunggu dia yang bilang atau—)

 

***

Hari kedua ketiga, bioma pedesaan.

(Aku lupa kalau minecraft itu game open world)

(aku lupa kalau ini game open world)

(gimana ini, gimana ini, gimana ini, gimana ini?)

“Kamu yang di sana.”

Ia merasa terpanggil. Mendapati tidak ada orang sekitar yang duduk sambil merenungi nasib. Lalu menoleh, “..? Aku?”

“iya kamu. Apa kamu sudah bergabung party? Sebentar lagi teman-teman party-ku di sini mau meninggalkan tempat ini karena sumber daya habis.”

“ah itu..” (Aku pemain solo) “…nanti. Aku masih nanti, di sini dulu.”

“oke kalau begitu. Aku dan kawan-kawanku mau berangkat dulu. Explore jalan-jalan.” Ujarnya sambil menyanggul kapak cukup besar di punggung.

Dari perawakannya sekilas, orang langsung tahu kalau ia laki-laki dari luar dan dalam. Rasa khawatirnya tambah ketika mendapati ada fitur kustomisasi avatar. Sehingga pemain bisa merubah wajah atau tampilan luar tubuh avatarnya di dunia ini.

(apa dia bakal meng-kustom avatarnya tidak ya?)           

(tidak, ia bukan tipikal orang yang mencoba hal yang aneh-aneh)

(ia juga pasti ikut terlibat pada uji coba ini karena untuk menggarap tugas akhir)

 

Beberapa hari sebelumnya. Pedesaan ini rindang dan tenang. Sebelum segerombolan orang tak dikenal masuk dan menjarah sumber daya di desa yang tentram ini.

Karena agar tetap bertahan hidup, menghunus pedang atau belati untuk merampok adalah hal yang biasa. Tidak ada pilihan lain selain tersebut. Berbedanya sistem game aslinya dengan adaptasi VR di sini membuat sebagian para penguji memilih untuk merampas dan mengambil sumber daya yang sudah dikumpulkan oleh para villager.

“loh dibunuh?” Ia kaget melihat beberapa orang melesatkan tinjunya menyerang penduduk desa yang innocent.

“di sini villager-nya harus negosiasi untuk ambil sumber daya di sini. Beda kayak di minecraft aslinya. Tinggal masuk, cari kotak/chest lalu pergi.” Ujar salah satu memberi alasan logis.

“lagi pula, kalau nggak gini. Nanti avatar kita bisa mati kelaparan. Sepertinya kalau mati di sini, nggak bakal respawn hidup lagi.”

(apa? kalau mati, nggak bakal re-re apa?)

“sepertinya gitu sih. Tambah lagi beta test ini ndak bakal terulang, mati ya sudah keluar/log out. Jadi, puas-puasin aja. Mumpung kan ya..”

(re-respawn. Maksudnya hidup lagi? Jadi kalau mati, nanti nggak bisa hidup lagi? Maksudnya log out?)

*splat

“tapi di sini realistisnya masuk banget. Kadang juga iba, tapi kalau nggak gini bisa mati kelaparan ntar” Ujarnya sambil menyayat belati kecil menggores bagian vital salah satu villager yang sudah kewalahan.

(mati? Mati apa?)

---[19%] Poin Wareg

<Poin Wareg adalah indikator untuk mengetahui energi makanan dan minuman yang terisi. Poin wareg akan terus terkuras meskipun tidak beraktifitas. Layaknya makhluk hidup, butuh makan dan minum.>

Ia bisa dikatakan baru menyadari kalau tidak makan dan minum selama hampir 3 hari. Ia terlalu sibuk mencari seseorang di dunia yang luas nyaris tidak ada batas.

(aku nggak mau mati. Aku harus bertahan hidup sampai aku menemukannya!)

*splat

 

***

Satu pekan berikutnya.

*splat

Tunggu, jangan hancurkan kios kami! Hey jangan!—

*blunt *brakk

Tidak berkomentar. Tidak mengucapkan sepatah kata apapun. Hanya menatapnya dengan tatapan datar. Sambil mengayunkan tongkat usang yang sudah jadi senjata mematikan olehnya.

Dia nggak ada di sini.

Kalau dia nggak ada di sini di sana. Terus di mana!?

*brakk *splatt

Satu hentakan. Mengenai area vital. Karena tekanan cukup keras. Hal ini membuat kerusakan pada objek menjadi berlipat-lipat.

Siratan cahaya merah terpancar keluar. Mewarnai bagian betis, kedua kakinya. Warna merah.

Oi Kuda trojan. Berapa kali sudah kamu membabat habis villager?

Ia memungut beberapa makanan yang tercecer, kedua matanya tertutup oleh poni nggak tahu. Aku dari awal nggak menghitungnya.

Tadi kau sempat menyeru kalau tidak salah. Apa kau sedang cari sesuatu?

Hum. Hum. Ya aku mencari. Sedang mencari.

Sambil berdiri lalu menyarungkan pedang kembali ia bertanya, mencari siapa? Kalau boleh tahu.

Yang disebutnya Kuda Trojan, ia menoleh tajam. Sontak membuat si penanya kaget bukan main, tunggu-tunggu. Kalau kamu nggak mau menjawab. Jangan menjawab, apalagi mendekat lalu mencekik dari belakang!” Potongnya segera.

Konon, ia dikenal dengan panggilan Kuda Trojan karena kemampuan berbaurnya yang bukan main.

Di komunitas para perampok desa. Ia sering ditugaskan untuk memancing para penduduk desa agar memberikan apa yang diminta.

Sebagian besar menerima dan terpikat oleh perangkap. Sebagian kecil menolak, dan berakhir mengenaskan karenanya.

Seperti halnya Kuda Trojan pada masa Yunani kala itu. Terlihat seperti patung, diam dan innocent. Namun sebenarnya di dalam diri patung tersebut tertanam proyektil dan hasrat mengerikan.

Entah. Nama Kuda Trojan sudah cukup terkenal di kalangan para perampok.

Hum. Aku lagi nyari orang. Ia akhirnya menjawab.

“Siapa?”

Ia menyeka poni dan menyibakkan kuncir rambut, berujar dengan kedua mata nge-blush dan menyunggingkan senyum sekilas sambil melirik si penanya.

Ooh. Apa kamu sedang jatuh cinta ya? Kuda trojan?

Mudah ditebak. Bila dilihat dari luar.

Oi. Apa ini artinya kau benar-benar perempuan? Tanya lagi.

Iya. Aku perempuan. Memangnya kenapa? Apa aku terlihat seperti laki-laki? Ujarnya melihat pantulan cermin yang retak.

Kamu bilang kamu terlihat seperti perempuan setelah menunjukkan caramu menumbukkan tongkat tepat pada kepala mereka!? Ujarnya berguman pelan. Cukup pelan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.