MINECRAFTER VOL. 9 - BAB 29: NETHER, NOW OR NEVER

 

Bab 29: Nether, Now or Never

 

Kondisi cuaca, tidak diketahui.

Tidak bisa membedakan, antara pagi atau malam. Yang jelas, mau masuk pagi atau malam. Tetap saja suasananya mencekam.

Iruma. Ia menggunakan talenta utamanya, yang sekarang ia berhasil mencapai fase ketiga dari miner. Yakni Glare Hunter, pemburu kilauan kilatan.

Meski talenta yang ia gunakan merupakan aliran penambang, ia tidak menggunakan kapak beliung yang biasa digunakan untuk nambang. Pedang semampai tangan, ia selampirkan di balik punggungnya. Menemani barang kali ada situasi yang mendadak ia tinggal menarik dari punggung dan menebas seketika spontan.

Iruma di sini, ia tidak bertugas sebagai penyerang. Artinya pedang yang ia gunakan hanya sebatas untuk bersiaga jaga-jaga.

Role penyerang/attacker tetap jatuh pada si Yuki. Ia harus mau tidak mau, menunjukkan kelihaiannya dalam menggunakan pedang. Kali ini ia menggunakan dua pedang sekaligus, diselampirkan di punggung. Keduanya berwarna putih mengkilap, artinya dua bilah pedang tersebut terbuat dari besi.

...

“kaaaak!!!”

Yuki langsung menarik dua pedangnya, berdesing seketika dan mengambil pose bertahan sambil berujar “itu Ghast!”

*kreet

“yap Itu Ghast. Masalah ubur-ubur putih terbang tersebut, biar kami urus para archer!” Ian berujar sambil menarik senar panahnya. Bersiap.

Lenka dan Abdina mengikuti, ia langsung mengambil bidikan dan bersiap melepas tembakan.

“ingat, jangan serang zombie pigman! Jangan serang zombi pigma—“

*stuck!

“gawrr?”

“hurrmmm! Hurrm!!”

“hurrm hurmm!!!”

“siapa itu tadi!!” teriak Yuki pecah.

Dengan lugunya, Lenka berujar “eh. Itu nggak boleh ditembak ya?”

Desingan pedang langsung beriring, tidak hanya pedang, yang ahli menggunakan kapak atau barang seadannya langsung digunakan untuk bertarung bertahan.

Lenka memanah satu zombi pigmen, alhasil mereka langsung berubah sifat menjadi hostile/agresif.

Cara satu-satunya adalah melawan, dengan jumlah sebanyak ini. Harusnya mereka bisa bertahan sampai mereka berhasil membentuk benteng pertahanan sementara.

“aaaah!! Semuanya kacau!” Ujar Yuki kesal.

*splat! *splat!

“oi buddy. Apa ia benar-benar tidak tahu minecraft?” Terra/Termus menyahuti ketika kebetulan melakukan duet serangan.

“nggak, nggak tahu. Yang jelas sekarang jangan berpikir lainnya. Fokus bertahan!” Seru Iruma sambil meluruskan pedang besi mengambil pose bertahan.

*trang!

Parry berhasil. Yakni tindakan bersiap menangkis serangan lawan, karena zombi pigmen memakai pedang emas sebagai senjata utamanya. Ini memberikan kesempatan untuk menangkis serangannya dan memberondongnya saat mendapat stun.

“Yuki!”

“always.”

 

Dimensi nether memberikan kesan mencekam, hawa akan neraka terpampang jelas. Mereka yang belum terbiasa, mungkin menganggap ini semua nyata. Terlepas dari itu, dalam game aslinya ketika pemain tanda sengaja memicu satu zombi pigmen. Maka tamat sudah, ia harus siap tameng dan pedang untuk menangkis sekaligus membabat habis zombi pigmen.

Sampai kapan? Biasanya zombi pigmen akan bosan sendiri. Tapi untuk kali ini,

*bukk

Fardan menyeruduk tiga dari mereka, seketika ambruk dan mendapatkan stun. Ia mengambil kapak beliung yang biasa digunakannya untuk menambang untuk dihantamkannya pada mereka satu-satu.

“yang pake pedang tolong.. temani Fardan. Jangan pake kapak tambang. Damagenya nggak seberapa, tapi stamina yang kekuras berapa-berapa..” Keluh Yuki meminta personil untuk membantu Fardan menyerang.

“ooke. Otw otw!” Seru laki-laki bernama Ozbalu.

Talenta yang tidak sesuai, memberikan efek samping pengurasan stamina lebih banyak dibanding biasanya. Ibaratnya bakatmu adalah pemikir, tapi ditempatkan pada kegiatan yang cenderung menggunakan usaha angkat junjung, hasilnya?

 

“Irma, ini rencana untuk hunting Blaze.. beneran jadi?”

Sambil menangkis serangan panah, “sudah terlanjur di sini.. ya mau bagaimana lagi?”

Yuki menggertakkan gigi sambil berguman, “kalau kamu mati. Semuanya berakhir lho!”

 

“kaaaaak!”

Ghast menampakkan diri, wujud seperti ubur-ubur besar dengan kedua mata dan mulut warna merah. Memancarkan cahaya redup darah, mengeluarkan bola api panas.

“bola api! Pancing zombi pigmen!” Seru Ian mengoordinir.

“siap!” “ooke oke!”

Semuanya langsung menyingkir, sekumpulan zombi pigmen mengikuti. Al hasil bola api panas meledak ketika bertabrakan, memberikan suara ledakan keras menyisakan bongkahan api yang tersebar.

“api yang hidup di tanah nether, nggak bakal padam..” Guman Termus, ia merunduk dan mencoba memukulkan kapaknya pada tanah yang tersulut api.

Hasilnya, api berhasil padam. “bisa padam. Tapi harus cara manual..” Gumannya lagi.

“dengar.. serangan babi zombi menurun. Semangat mereka mengendor, sekarang jangan menyerang mereka apapun itu!” Ujar Termus.

“Balu.”

“ya?”

“Sambil bertahan, usahakan kamu membangun pelindung kayak tembok dinding pembatas. Jadi kita bila lewat tanpa harus berhadapan langsung ke para zombi.” Termus menjelaskan.

“tolong nanti Bowo dan kang Deden untuk membantu..” Ujarnya lagi menambahkan.

“Ter, bagaimana dengan timku?” Iruma menyahuti.

Termus berdiri setelah mengoordinir anak buahnya, “kawan-kawanku biar yang mengurus masalah mob, kamu sama temen-temenmu.. mencari tempat kastil dan blaze-nya.”

“eh tapi—“

Ian hendak menyahuti, tapi segera dipotong Iruma. “nggak, itu tidak apa-apa. Aku sudah mengenal Termus sejak lama. Ia tahu apa resikonya.”

“kalau begitu, ayo maju!”

“Lenka.”

“humu hm??” Ia menoleh.

“talenta kamu sudah sampai ke fase ketiga kan?”

Ia menggeleng sambil mencengkram panah dan busur, “eh nggak? Nggak. Aku masih talenta fase kedua. Sharpshooter!”

Ian menyipitkan mata, “di fase ketiga pada archer. Itu namanya juga sama, Sharpshooter! Nggak ada pergantian nama!”

“yeh.. nggak percaya. Aku masih sharpshooter kok!”

Ian menyerah, lalu kembali menggunakan kemampuan matanya untuk memandang jauh, mencari kastil nether.

“Lenka, tolong sorot sudut ini coba. Aku rasa ada bayangan fortress di situ.” Iruma memanggilnya sambil menunjukkan arah bayangan gelap merah.

“mana mana? Tunggu sebentar..”

Ia langsung merespon, dan meningkatkan pandangan mata untuk memandang jauh.

“bentuknya seperti benteng?” Ujar Lenka memicingkan mata.

“benteng? Ada pilar-pilar gedenya nggak?” Iruma menyahuti.

Ia memicingkan matanya, seolah memandang lebih dalam. Memindai lebih jelas, “… ada, ada. Menurutku ada..”

“arah sini! Arah sini!” Seru Iruma.

 

Tugas Ozbalu adalah membuat jalan dan dinding. Sehingga mob hostile seperti zombi, skeleton tidak dapat mendekat. Disamping ia bekerja keras pada ketrampilan buildingnya, Susilo dan Deden membantunya.

Kali ini, mereka bertiga seolah menjadi man of the hero karena memberikan istirahat pada para penyerang untuk menangkat senjata tajam. Bakat mereka dalam hal crafting/kerajinan tangan sangat cepat.

Mereka dengan mudah membangun jembatan selebar empat kaki dengan dinding setinggi tiga kaki. Ini memberikan akses mudah bila hendak kabur atau mengambil sumber daya nether.

“aku ingat minecraft akhir-akhir update, ada item namanya netherite. Ya kan?” Termus berujar.

Iruma menyahuti, “itu barang langka, rare banget Ter. Tapi yang punya armor dari netherite, sudah mesti overpowered tak terkalahkan.”

“maksudnya nggak terkalahkan?” Susan si penambang, satu bakat dengan Lenka. Ia menyahuti.

“armor dari netherite, itu kebal dari api. Otomatis lava juga dilibas trabas, nggak ngefek.” Iruma menjelaskan.

“tapi mendapatkannya saja.. aku belum pernah, selain pakai mode kreatif. Karena langka pol.” Terra menyahuti.

“kemungkinan.. ini benar-benar nether fortress. Jadi, siapkan peralatan!” Ujar Ian yang sedari tadi ia berusaha menembus pandangan dari kabut warna merah gelap yang menutupi.

“… dan juga, siapa tadi yang menembak babi zombi?! Seingatku tadi ia pemanah.”

“aku pemanah, tapi bukan aku Termus!” Seru Abdinamelakukan pembelaan.

Semua melirik Lenka, ia merupakan pemanah diantara mereka. Termus seketika menemukan jawaban, dan langsung menyikat.

“kalau ada babi zombi, jangan ditembak! Nanti kita bisa dikeroyok lagi!” Ketusnya.

Wajahnya memelas, “iya iya. Tadi, tadi.. aku kan nggak sengaja.. hu.”

“nggak sengaja.. tapi tadi sudah mau diperingatkan, kok malah sudah melepas pegas itu lo..” Termus menambahi.

Lenka kabur, ia merasa tidak kuat dari tekanan Termus yang setengah emosi.

“Iruma! Temenmu jahat banget, ia sampai marah-marah gitu..”

“tapi tadi itu memang tindakan bunuh diri Len. Semisal kamu sendirian di nether, melakukan itu. Sudah pasti dikeroyok sama babi zombi..” Iruma menambahi, tapi tekanan suaranya tidak sekeras kawannya.

“masalahnya zombi pigmen itu bawa pedang, damagenya sakit kalau kena pukulannya..” Yuki yang dari tadi diam, ia akhirnya ikut berujar.

“sudah aku bilang, aku nggak sengaja! Kenapa kalian pada serius gitu!? Lagian ini Cuma game kok. Akan kubunuh kalian semua!”

Ia merengut. Lalu berada di baris belakang, menyenggol Abdina yang juga pemanah penjaga bila ada serangan dari belakang.

“kak Lenka, formasinya kan—“

“kamu giliran di depan. Aku nggak mau depan, takut salah.”

 

***

“yap seperti biasanya. Iruma mesti benar dugaannya. Fortress akhirnya ditemukan.” Ujar Ian.

“benarkan, sahabatku itu punya insting yang super pokok e..”

“jembatan ada, sekarang tinggal atur basecamp-nya di mana.”

“pokoknya jangan bangun bed/ranjang di nether atau the end. Bakal meledak!” Seru Fardan.

Iruma terperanjat, lalu menyeru “ah iya. Ges, rapat sebentar!”

 

Kesempatan satu kali, mati tidak ada respawn di sini. Melainkan bangun dan menghadap para petugas perawat yang mengawasi tubuh kami.

Sepanjang ia berada dalam dunia minecraft vr, ia berpikir keras bagaimana ia bisa keluar tanpa harus mengorbankan kenangan. Meski ia sudah berusaha menulisnya pelan-pelan, melalui rentetan tinta dan buku yang dibuat Artes dan kawan-kawan.

Sebatas diary, mungkin bakal berguna nanti.

*sret *sret

Iruma menulis beberapa denah dan pembagian job, sesuai bakat masing-masing. Ia seolah dituntut untuk bisa memanajemen, mengatur kawan-kawannya agar pulang kembali selamat. Membawa hasil item loot yang diinginkan didapat, tanpa mengorbankan satu dua orang yang pulang.

Terkesan seperti menjebak, membiarkan tidak menyelamatkan? Ya mungkin.

“Ian, Abdina, Lenka. Atasi skeleton dan sanak saudaranya.” Ujar Iruma.

“wither skeleton?” Ian menyela.

“eh iya. Fardan, tanker kita!”

Yang disebut menyahut “oi, I’m always ready.” Sambil memperlihatkan tameng besinya.

“tugas para archer selain memanah mob yang bisa nembak seperti skeleton, itu kalau melihat blaze. Langsung kabari yo? Karena tujuan awal ke sini.. diantaranya hunting batang blaze. Drop item dari blaze.”

Blaze, mob hostile. Ia bisa terbang dan juga jalan, tapi cenderung terbang. Seperti Ghast, menembakkan proyektil berupa bola api kecil, tapi cukup sakit kalau kena. Salah satu cara mengalahkannya tanpa harus rela tubuhnya terbakar, adalah memanah dari jarak jauh.

Kali ini, para archer banyak dibutuhkan.

“Lenka, nanti aku minta tolong. Kalau ada Blaze.. jadi blaze itu wujudnya seperti ada sesosok tapi ada batang-batang api yang mengitarinya, itu dia bisa terbang. Kalau kamu lihat itu langsung kabari, dan ambil alih untuk nembak ya!”

Iruma mencoba menggambarkan sesosok ‘blaze’ tersebut pada si Lenka. Ia mungkin sama sekali belum pernah melihatnya, mengingat minecraft vr adalah game minecraft pertamanya. Artinya ia bisa jadi belum pernah memainkan minecraft versi aslinya.

“nanti kalau ada blaze, aku tunjukkan. Kita semua archer langsung memusatkan tembakan ke arah blaze!” Ian mencoba menyimpulkan.

 

“Tera— maksudku Termus, Artes, Reina. Kalian berada baris depan setelah aku, Fardan dan Yuki. Siapkan tenaga untuk menjebol dinding, tidak ada waktu untuk mengambil material dinding fortress.”

“bagian dinding kastil emang bisa dijebol?” Termus ragu.

“harusnya bisa. Dua Barbarian dan Satu Viking. Kau sudah sampai fase ketiga kan? Viking kan??”

Ia mengangguk, “ya iya, tapi nether fortress terbuat dari batuan khas nether.. apapun itu, laksanakan.”

“sekali jebol, mungkin durabilitas alat akan nurun drastis. Di saat itulah, kepepet pakai blacksmith akan terpakai.” Reina menyahuti sambil menimang-nimang kapak sebesar setengah tubuhnya.

“wait, kau Reina. Blacksmith??”

“iya, memangnya kenapa?”

“ini pasti suruhannya Irma, woi.. kau!” Termus menunjuk Iruma.

Sontak ia langsung mengangkat tangan, “eh nggak. Aku nggak tahu apa-apa, aku kenal Rei. Dia sudah punya talenta pandai besi!!”

“canda canda.. tapi jarang aku ketemu pemain cewek yang sengaja mengembangkan bakat blacksmith.”

“justru itu, makanya aku pilih bakat ini. Karena aku sempat tahu, pemain cewek kalau mau membenahi pedang atau alat miliknya, mesti harus ke pandai besi. Rata-rata cowok, kalau pemain cowok. Biasanya digodain atau gimana gitu. “

“jadi di saat itulah kamu ingin menekuni bakat mukul besi, nempa emas, hancurin item orang.. dengan niatan agar para cewek tidak harus melakukan hal tersebut?” Termus menyimpulkan.

“ya.. pasti makanya— eh aku nggak pernah menghancurkan item orang eh..”

Blacksmith diidentikkan dengan yang dapat meningkatkan level dari senjata, tapi konsekuensinya adalah alat hancur bila gagal.

“apapun itu. Nanti aku minta padukan kemampuan blacksmith.. ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan.”

 

“oke, yang belum dapat bagian. Tolong bantu tim builder, yang membangun tembok, dinding, jembatan. Sama menempati obor.”

Ozbalu, Deden, Susilo merespon “siap!”

“Irma. Wither Skeleton, itu.. kita punya susu? Aku ingat, kayaknya kita nggak sempat nge-stok baket susu banyak. Kalau ada yang kena efek wither, efeknya kamu tahu kan? Bagian ikon hati jadi hitam, nggak kelihatan berapa nyawa tersisa, dan terus berkurang.”

“yang itu.. wither skeleton tipikal mob hostile, yang jarak radius ia mengejar mayan jauh. Begitu tahu lokasi kita, mereka mungkin langsung mengerjar sampai kecekel..”

“Fardan belum sampai ke fase ketiga, pertahanannya mungkin memblok satu wither doang. Itu aja masih perkiraan. Belum ada yang tahu nether versi minecraft vr seperti apa.”

Si Yuki khawatir, belum ada satupun kabar pemain uji beta menembus sampai nether. Mayoritas mereka memilih untuk menikmati dunia overworld.

“tambah lagi, di sini dps-nya aku doang.”

 

“blaze! Ada blaze!”

Pemanah dari belakang, tapi penglihatannya melebihi baris terdepan. Ezbowo, Sharpshooter. Fase kedua.

“mana.. ah oke oke. Ada ada! Izin fokus menembak!” Seru Ian sambil meluruskan arah panah dan mulai membidik.

“dia nggak lagi terbangkan?” Termus bertanya.

“nggak. Nggak kok. Ia idle di pojok paling atas di fortress bagian kiri. Dari situ mungkin nggak begitu kelihatan.” Ian menjawab.

Fardan sedari tadi ia meraba sepanjang tembok, mencari celah ruang. Mengandalkan insting, akhirnya ia berujar “Iruma, di sini ada ruang. Jebol tembok sisi ini, kita bisa masuk.”

Para barbarian, dua cewek satu cowok langsung antusias. Gerakan mereka kompak, bahkan Artes pun mengikuti. Seolah-olah para barbarian dan keturunannya memiliki pemikiran yang sama.

*BRAKK!

Tembok yang dibangun dengan material nether, bebatuan warna merah gelap langsung hancur membentuk lubang setelah diberondong tiga hantaman kapak besar sekaligus.

Begitu berhasil jebol, penyerang termasuk Iruma, Yuki, dan Fardan masuk pertama kali. Mereka langsung menarik pedang, dagger, dan menyesuaikan tameng menggunakan kuda-kuda siaga.

“dari jauh ada wither skeleton. Aku nggak menyarankan untuk dilawan.. kita nggak punya persediaan baket susu cukup!” Bisik Yuki sambil menyilangkan dua pedang, pose siaga bertahan.

“tiga zombi pigmen, eh nggak. Ada lima.. lalu-lalang lewat di koridor kastil. Tapi mereka sepertinya netral, belum mode hostile. Jangan ada yang menyenggol atau nyerang. Biarin wae saja.” Fardan ikut melapor.

“sementara, fokus ke hunting blaze. Cari blaze, ambil drop item blaze rodnya..”

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.