MINECRAFTER VOL. 9 - BAB 30: BACK-END

 

Bab 30: Back-end

 

Bioma pegunungan. Villager.

“jadi pernah ada orang yang membunuh semua villager? Kira-kira bagaimana fisiknya? Laki-laki atau perempuan?”

“kami.. kurang tahu masalah itu.. semenjak itu, kami melarang orang asing yang masuk ke desa.”

“lockdown ya?”

“mungkin, artinya kurang lebih seperti itu.”

 

*beep *beep

[aktifitas log]

.Koordinat diperbarui, memulai proses analisa

.Sinyal telepati ditemukan, proses dijalankan

.Cuaca diubah menjadi berawan, alokasi rotasi sistem

.Ranah Nether berhasil ditembus oleh 12 pemain, detail

.2 pemain log out, detail

 

“nether berhasil ditembus.. tiga belas orang, ini siapa saja? Mereka benar-benar—“

Reina, Fardan, Termus, Ozbalu, Susilo, Deden, Abdina, Ian, Lenka, Iruma, Yukina, Susan—

“aku merasa tidak enak pada mereka yang masih bertahan di sini.”

“mereka memilih untuk bertahan dan berjuang, meski pada akhirnya apa yang mereka sulam tenunkan harus hilang sirna.”

.Sinyal telepati ditemukan, proses dijalankan

“semenjak pengumuman dadakan, semuanya jadi kacau. Kondisi mental—“

Telepati.

“—?? Telepati? Siapa yang mengaktifkan telepati?”

… Server pusat

“—?? Telepati.. ini gawat.”

 

Menyibak udara, membuat gestur gesekan vertikal hampa. Memunculkan beberapa panel penting, deretan yang selalu di-update tiap detiknya.

“kalau kondisinya stabil, nggak ada konflik atau huru-hara.. telepati hanya berfungsi sebagai komunikasi antar server dan pengguna. Biasanya untuk mengomunikasi bila ada sesuatu..”

*beep

“tapi.. kalau sekarang, apalagi mereka. Ini pasti ulah mereka..”

>Filter: berdasarkan mental status

 “.. karena kontrol utama sudah kekunci mutlak, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Dunia baru akan aman dan tidak tersentuh oleh tangan dan ide kotor mereka..”

“… tapi telepati nggak termasuk. Ia bukan termasuk proyek, hanya sekedar alat untuk berkomunikasi. Seperti telepon genggam atau semacamnya”

 

Bahasa manusia yang sedemikian rumitnya, dapat dibaca dan ditebak. Termasuk penemuan yang luar biasa, memicu perubahan global. Khususnya era industri dan teknologi lainnya, menjadi lebih maju.

Hati, adalah suatu yang unik. Kemampuan mesin masa kini, meski bisa membaca dan mengolah pikiran untuk dapat menyentuh suatu yang harusnya virtual namun jadi nyata, tapi hati tidak.

Perasaan yang fluktuatif sering berkembang, berubah, bolak-balik tidak menentu. Mesin bahkan tidak dapat mengolahnya, sampai akhirnya mencoba memahami tapi berakhir gagal.

Hati tersebut merusak mesin yang hendak membaca, ia menolak dan melawan. Karena mesin sudah jadi satu bagian, nyaris seperti satu bahasa. Ia menguasai, ia mengambil alih dan merusak.

“ini sudah percobaan yang nggak itungan setelah akhirnya lahir program yang dapat berdiri sendiri. Mandiri. Namun ia tidak mau diperintah dipaksa.”

“apa yang kurang ya kayaknya?”

“nggak tahu, setahu aku. Ini sudah kompleks, ia meminta apa.. kebanyakan sudah dituruti kabulkan.”

“apa yang kurang ya? padahal programnya itu yang buat kita-kita, tapi kok diterapkan ke sana-sini nggak mau?”

“tunggu-tunggu, coba aku yang atur coba..”

 

Telepati bisa diartikan komunikasi tanpa adanya media kabel atau media lainnya. Komunikasi secara langsung, dari hati ke hati.

Namun proses komunikasi ini hanya sebatas untuk memberikan informasi, atau sesuatu yang mendesak. Karena telepati akan berfungsi dengan baik bila berkomunikasi dengan objek yang memiliki kesadaran/stabilitas yang labil.

“kau tahu, seperti orang yang bengong, pasti mudah dirasuki kan?”

“ya.. namanya nggak lagi telepati ini. Malah seperti hipnotis!”

“… nggak, komunikan tetap bisa paham apa yang dibicarakan, kalau komunikan sudah tahu ada yang berbicara langsung di pikirannya. Telepati berjalan lancar..”

“.. beda kalau nggak tahu ada hubungan koneksi dan sadar. Ia mesti preventif nolak, karena ada bisikan asing..”

Semakin orang labil, mulai dari kesadarannya sampai mental. Ini memberikan luang untuk dapat dirasuki. Semenjak itulah kenapa mayoritas orang tua dulu melarang anaknya untuk melamun terlalu lama.

Ini menyebabkan pikiran kosong, dan peluang dirasuki sesuatu pasti mungkin dan mudah.

 

“ini gawat, kalau dibiarkan.. ia bisa melampaui sistem dan merusak!”

 

***

Pertaruhan mencari drop item untuk selangkah menuju dimensi ‘The End’ berlangsung heroik.

Iruma yang statusnya ia menjadi penyerang dan ketua party, harus memberikan komando perintah agar tidak ada satu dari party-nya pulang dengan tidak hormat.

*trang!

“ia kabur! Terbang!” Seru Fardan setelah menahan serangan bola api untuk kesekian kalinya.

“Lenka!” Iruma menyeru.

Tanpa berkomentar, pemanah berkuncir kuda sudah mempersiapkan bidikannya sedari tadi.

Panah diluncurkan. Diikuti Ezbowo, Abdina, dan juga Ian. Mereka harus men-sinkronkan serangan satu mob hostile yang dituju mendapat serangan bertubi-tubi dan menemui titik HP menjadi nol.

“Blaze Rod! Dapat Blaze Rod!—“

*spang

“Fardan, awas!”

Masih sempat. Begitu mendengar lucutan panah, ia mengira ada skeleton yang sudah sedari tadi membidik Fardan ketika hendak memungut batang blaze atau blaze rod yang merupakan item drop dari Blaze.

Baris depan seperti Yuki, Fardan. Diikuti Reina, Artes kawan-kawan lainnya sontak melirik belakang. Untuk mengecek arah mana skeleton tersebut berada.

“ada skeleton yang bersembunyi, aku sedari tadi jaga arah belakang. Nggak nemu mob hostile kecuali zombi pigmen dan sanak saudaranya.” Ezbowo memaparkan. Ia dan kawan-kawan pemanah lainnya berada di formasi belakang.

“yang terpenting, ambil drop itemnya dulu! keburu hilang ntar!” Ujar Yuki segera memungut batang blaze berwarna oranye menyala.

“ini nanti dipecah jadi blaze powder.. lalu habis ini hunting endermen..” Ujar Iruma sambil mengurutkan beberapa item yang didapat.

“Raden! Raden!”

“hm?”

Artes sambil bersemangat berujar, “hasilnya ini sudah cukup untuk nanti membuat eye of ender!”

“beneran? Totalnya kan delapan kan? Setelah ini hunting endermen..”

“hei hei hei.. mau lebihpun, tetep harus bikin lebih dari delapan! Proses melacak tempat stronghold-nya butuh puluhan eye of ender!” Ketus Yuki sambil menyenggol Iruma.

“ah iya. Nanti Eye of Ender-nya dilempar lalu kita mencari tempatnya pelan-pelan..”

“buat jaga-jaga, pasti sering hilang atau nggak ketemu spot jatuhnya di mana. Maka dari itu..”

“kaaaak!”

“itu Ghast! Yuki, seperti biasa!” Bisik Iruma cepat.

Sebelumnya mereka memutuskan untuk membagi anggota party menjadi lebih kecil dan lebih banyak. Meski ini beresiko, tapi mempercepat proses hunting batang blaze.

Iruma memecah party menjadi empat kelompok. Di mana perkelompok tiga orang. Kali ini Iruma bersama Yukina dan Artes.

Maka serangan Ghast ini, Yuki bertugas untuk menangkisnya.

“Yuki”

“hm..?”

“jangan mati.”

Ia membalas dengan sunggingan senyum pede.

Harusnya nggak logis, karena serangan bola api yang besar diameternya lebih besar dibandingkan yang nangkis. Tapi walaupun begitu, bola api berhasil ditangkis dengan dua bilah pedang.

Yuki menangkisnya bagai menampol bola ping-pong, hanya saja ini berukuran besar dan merah.

“yes, did you see that? Nampol bola api pakai pedang tipis, bagai nampol bola bisbol!” Seru Yuki.

*blarr!

Bola api yang dipantulkan Yuki menabrak salah satu pilar dari fortress/kastil. Ini memberikan ruang keluar untuk para hostile yang sedang bercengkrama lalu tahu-tahu ada ledakan yang menghancurkan markas mereka.

*klontang *klontang

“Irma gimana ini!?!” Yuki menyeru ketakutan.

Yang ia lakukan barusan hampir sama seperti Lenka. Bedanya kali ini ia bukan hanya memancing zombi pigmen, tapi juga wither dan blaze. Ini dikarenakan bola api dari ghast yang ditepis Yuki mengenai salah satu pilar utama di kastil nether.

Ini memberikan ledakan cukup besar, dan otomatis para mob hostile langsung agresif melihat markasnya hancur.

“Ter, tolong pandu in temen-temen lainnya untuk balik ke overworld!” Pinta Iruma seketika.

Ini bukan masalah zombi pigmen yang maju mengeroyok. Melainkan Skeleton hitam gelap dengan pedang batu hitam meneror mereka semua. Wither Skeleton, pendekar pedang hanya saja tulang belulang.

Sambil menyanggulkan kapak seperti biasanya, ia menjawab “oke! Reina ayo ikut!”

“nggak perlu dibilang juga aku sudah tahu..” Gerutu Reina sendiri sambil bangkit dan mencari jalan keluar.

“Iruma gimana ini..” Yuki panik. Ia benar-benar tidak menyangka, pantulan bola api yang dilakukannya ternyata memancing bencana.

“Yuki, kamu pernah main minecraft kan?”

“ahh jangan tanya itu itu terus! Ini gimana!?” Yuki muak mendapat pertanyaan yang sama selama ia berpartner bersama Iruma.

Iruma menggeleng, “nggak.. maksudku.. Wither itu. Efeknya kalau kena, baris nyawanya jadi hitam kan?”

Yuki mengangguk.

“ini nggak masalah mereka kena serangan. Keingat kalau di sini, minecraftnya beda. Apa yang terjadi kalau pemain terkena serangan skeleton hitam—“

*sring

Yuki menarik satu pedangnya lagi, sambil geram ia berujar “Firasatmu itu mesti benar. Jangan berkata seperti itu, cepat berikan komando apa yang harus aku lakukan..”

“aku nggak begitu suka memerintah. Perempuan itu dijaga, bukan disuruh apa-apa..” Ujar Iruma sambil membuka menu.

Ia nampaknya mengganti beberapa statistik. Di samping mereka berdua bercekcok saling bacot, Termus yang andil berhasil memandu sebagian besar para personil untuk segera kabur kembali ke portal menuju rumah.

“oi yang lagi nge-date di sana. Aku nggak tahu apa kalian mau mati bareng-bareng dengan hawa romantis heroik gitu. Tapi aku nggak terima harus hidup berjuang tanpa orang ber-IQ tinggi!” Termus menyeru.

*klontang *klang

Itu skeleton, pantulan suara hasil tulang belulang terbentur bersama. Mereka tipikal undead, berjalan tanpa daging, hanya murni tulang saja. Ada yang putih dan lagi hitam. Jumlah mereka tidak banyak, totalnya sekitar delapan.

“delapan, tapi..”

Yang jadi masalah, delapan sekelompok skeleton yang keluar dari markas. Empat diantaranya berwarna hitam. Masing-masing menyanggul pedang di tangan kanan belulangnya.

“empat.. di sini ada yang bisa pakai pedang!?” Seru Iruma menyeru.

“aku!” Yuki jawab semangat.

Iruma menggeleng sambil menyibak, “nggak.. bukan itu. Selain si Yuki!”

Dari kejauhan, ia berusaha menyeru meski Termus dan Reina memaksa untuk segera pulang karena mereka yang didorong untuk segera masuk ke portal adalah mereka yang tidak memiliki cukup talenta untuk menghadapi.

Berdasarkan apa? perasaan dan insting.

“aku! aku bisa Iruma!”

Ia adalah Ozbalu yang memiliki kemampuan crafting bangun-membangun. Ia memiliki talenta swordman disamping juga menjadi penggali yang andil atau dirt solver.

“Fardan?”

*bukk

Ia membanting tameng besi, dengan gagah berujar “Shielder di sini.”

 

*klontang *klontang

Salah satu dari mereka melihat Iruma dan sekawanannya. Langsung kluster logika yang terprogram menyebar informasi akan target yang akan dituju. Sontak delapan skeleton campur tersebut menarik anak panah dan menyanggul pedang tinggi.

Mereka yang bertulang putih keabu-abuan, khas warna tulang, seperti biasa. Menjalan tugasnya sebagai pemanah. Meski dengan jarak seperti itu, kemungkinan kena mungkin antara 2-3 tembakan. Tapi bila empat dari mereka mengenai satu target semua. Bisa dibayangkan berapa damage/kerusakan yang diterima.

“Yuki!”

“oke!”

Seperti biasanya. Iruma dan Yukina, mereka meskipun sudah bergabung pada party orang banyak tapi tetap ketika main rusuh. Mereka berdua mesti couple dalam memadukan serangan.

*klang klang!

Si Yuki sebagai tameng sekaligus penyerang. Ia sudah mencapai assasin, talenta fase ketiga dari bakat dasar pedang. Swordman.

Kemampuannya menepis panah seolah terlatih biasa. Entah belajar dari mana, padahal realitanya menepis anak panah itu disamping ketepatan.. tapi juga keberuntungan untuk dapat mengenainya.

“bisa ketepis semua?!” Ozbalu kagum kaget. Ia tidak pernah melihat pertunjukan atraksi yang mempertaruhkan kenangan seperti ini secara langsung.

“Yuki akan mengurus pemanah tersebut sementara skeleton hitam itu maju..”

*klang *klontang

“…Fardan!”

Iruma menyeru sambil membantu Yuki menepis beberapa panah yang terlewat. Ini ibarat tameng yang tipis nyaris tidak terkalahkan. Kalau terdapat miss, mereka tinggal menghindar. Karena saat ini Iruma dan Yuki, keduanya menggunakan talenta dasar turunan dari swordman.

Yuki, Assasin. Sedangkan Iruma, Warrior. Fase kedua dari swordman. Sehingga mereka berdua memiliki agility yang cukup, tapi vitalitas rentan.

“siap!” Fardan merespon segera, lalu merangsek maju.

Empat skeleton setengah berlari sambil menjunjung tinggi pedang hitam. Kecepatan larinya konstan. Sehingga mereka seolah berbaris lurus.

*trang!

“Irma, kenapa nggak pakai dual wielding!?” Ujar Yuki mulai mendekati setengah berlari membelakangi Fardan dan Ozbalu.

Ia. Iruma yang turut melangkah belakang diantara sayap kanan kiri dari shielder. Sambil menepis beberapa panah yang melesat hendak mengenai.

“aku nggak begitu andil pakai yang dua-dua. Kalo saja aku punya dagger yang punya damage tinggi, mungkin aku milih dagger.” Ujarnya.

Semenjak dagger yang dibuatkan oleh si pandai besi waktu singgah di desa, ia mau tidak mau harus beradaptasi untuk menggunakan pedang sebagai senjata utama. Terlebih ia juga sudah mendapatkan bakat dasar pedang, swordman.

Jarak dekat, skeleton pedang hitam mendekat dan mereka berbaris. Paling belakang, terlihat empat skeleton pemanah masih setia memanah dengan sumber anak panah yang bisa dikatakan infinite atau tiada batas.

“ini! Ini! Ini dia!” Fardan menyeru. Antara semangat dan rasa takut.

Ia mau sudah bersiap dengan tameng sekalipun, rasa gemetaran takut tetap tidak bisa dipungkiri. Tapi ia juga tidak ingin mengecewakan tim party-nya walaupun kenangan jadi taruhannya.

*klang!

Ayunan cepat pedang hitam mengenai tameng si Fardan, ia sudah mengambil ancang-ancang untuk kemudian menangkisnya dan membuat skeleton hitam yang paling depan ini terpental mundur satu langkah dengan pedang yang digenggam di tangan belulangnya seolah mencuat.

Fardan berhasil menangkis serangan, selanjutnya Ozbalu yang tepat berada di belakang untuk meluncurkan serangan sabet sayatan.

*krak *klang *krak

Tanpa disuruh komando, Ozbalu sudah memahami perannya. Ia berhasil mengukir tiga sayatan horizontal dan vertikal. Berbentuk huruf X dengan tambahan garis horizon tengah sebagai kombo akhirnya.

“itu masih kurang cukup dalam! Balu kurang mendekat!” Keluh Iruma melihat momentum sekilas yang terjadi.

Bagi yang menonton, mungkin terasa sekilas. Tapi yang berada di dekatnya, merasa pelan dan dapat memperhatikan tiap momentum serangan.

Tapi itu benar, sayatan dari Ozbalu memang kurang dalam. Ini tidak memberikan knockback dan efek stun yang cukup. Skeleton Hitam yang setia dengan senyum tengkorak belulang hitam, seolah menyeringai berusaha berujar “tidak mempan.”

Pedang hitam yang mencuat, kembali mengayun untuk memenggal siapapun yang berada di depan. Tidak lain adalah Ozbalu.

“YUKI!”

*syat *klang *kraak!

 

Dua pedang melesat maju, memberikan efek kilatan cahaya sekilas. Meski berada di nether yang gelap mencekam, kilatan pedang yang dibawa oleh partnernya Iruma tetap eksis memberikan cemleret cahaya silau.

Yuki spontan melakukan dash, untuk memaksanya berada tepat di depan Ozbalu lalu menangkis serangan sebisa mungkin. Satu pedang, bagi Yuki itu adalah hal yang mudah. Terlebih ia terbiasa dengan mode dual wielding, pedang hitam milik skeleton hitam itu sontak mencuat terlepas dari genggaman tangan belulang.

Ia memanfaatkan kesempatan stun ini untuk memecah tulang dada hitam tersebut dengan kombo dua sayatan horizon sekaligus. Jarak Yuki sangat dekat, dengan dua sayatan ini seketika tulang dada pada skeleton hitam ini hancur.

 

Serangan tidak berlanjut, Yuki memang sengaja. Membiarkan skeleton hitam yang satunya yang sudah menyadari keberadaan dadakan Yuki, ekspresi yang kaku tengkorak senyum hitam itu menjatuhkan pedang setelah ia junjung tinggi diatas.

*klang

Yukina menahan serangan pedang hitam itu dengan dua pedang menyilang.

“eh?” Ia berguman kaget sekilas, lalu cepat-cepat memaksa pedang hitam yang ia tahan untuk dilempar menjauh.

Ini mirip seperti tindakan parry atau menangkis, yakni bersiap ancang-ancang mode bertahan. Lalu ketika musuh menyerang, ia memungkinkan mengenai area reflek tangkisan dan sontak mendapatkan stun yang ini dapat dimanfaatkan untuk menyerang balik.

“… ! Iruma!”

Ia bengong sekilas, lalu segera terdasarkan menyebut partner yang selalu runtang-runtung sama dia.

Iruma sudah menanti, ia langsung menyergap maju. Sesekali sambil menepis anak panah yang melintas meleset tapi ada kemungkinan bisa kena.

Berbekal talenta yang dipakainya, ia hampir menari ketika menyerang. Hasilnya ia memberikan delapan sayatan beruntun, ia lakukannya seolah menari.

Kombo akhir ia gunakan untuk mengiris paksa dari atas sampai bawah. Entah, mungkin durabilitasnya bisa jadi menurun banyak karena digunakan mengiris objek korosif.

 

Tapi semua kombo yang dikeluarkan mereka berdua, tidak cukup untuk membuat salah satu dari mereka tumbang. Bahkan tulang dada yang hancur sekalipun, ia masih dapat beridir meski tidak tegap.

“Iruma!”

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.