MINECRAFTER VOL. 10 - BAB 31: WITH HER
Bab 31: With Her
Hilang
hitungan. Hampir satu tahun. Tetap bertahan. Bertahan hidup. Karena suatu yang
penting, tapi harapannya nggak pasti dan masih mengambang keliling.
“Iruma”
Ia biasa
dipanggil Iruma. Tiga kata, tapi biasa disingkat jadi dua.
“Irma”
Ya, seperti
itu.
“aku
membuat nasi dan telur dadar, mungkin bisa jadi bekal nanti.”
“yang
daging daging? Habis?”
Ia membuka
menu, dengan cara mengusap horizontal. Seperti mengusap udara hampa, tapi di
sini sistem merespon gestur membuka jendela menu yang nyaris transparan.
Ia membaca,
sekilas.. lalu menjawab “..habis.”
“berarti
sudah waktunya hunting..” Ujarnya sambil memasukkan bilah pedang di
punggungnya.
Satu
pedang.
Nggak makan
bukan berarti kematian.
Tapi kalau
kekenyangan bukan berarti jadi kunci kehidupan.
Di sini
tidak berlaku adanya buang angin atau buang air. Besar atau kecil. Semuanya
tidak terbuang dalam bentuk final yang biasanya orang atau makhluk hidup
membuangnya ketika tidak ada yang melihatnya.
“hamp,
hum..”
Sambil
membereskan gubuk atau tenda darurat yang dibangunnya mendadak malam kemarin..
ia memakan roti.
Itupun roti
bukan hasil dari membeli di toko lalu mendapatkan bungkus roti dan memakan
mudah. Untuk mendapatkannya, harus mempunyai jumlah gandum yang cukup untuk
kemudian dimasak menjadi sekepal adonan roti.
Ya.. secara
teknis, mungkin membutuhkan oven. Tapi, di sini teknologi crafting jauh lebih maju
dibandingkan yang kalian kira.
Krak-krak.
Suara retak bangunan yang diruntuhkan untuk diambil inti atau saripati
materialnya. Nantinya dapat dibangun atau digabung kembali menjadi bangunan
yang lebih kokoh atau berbeda. Tergantung kreatifitas yang membuat.
Setelah
semuanya bersih dan beres. Ia memimpin pasukan. Hanya dua orang, berdua dan
tidak ada seorangpun yang bersamanya kecuali mereka.
Dua orang.
“ini kalau ada
domba, nanti jangan langsung dibunuh pakai panah. Biar aku nanti yang
mengurusnya.”
“baik, aku
paham.”
“bulu
dombanya bisa diambil dulu, lumayan untuk buat bikin ranjang tempat tidur. Buat
skip malam..” Ujarnya sambil menekan beberapa tombol di menu. Memunculkan
perlengkapan siaga.
***
Siapa sih
yang tidak menyukai grinding material? Dalam dunia game, grinding atau istilah
gampangnya farming/bertani adalah suatu yang penting. Karena untuk perkembangan
atau memajukan akun.
Kasarannya
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pemain atau pengguna. Dengan
melakukan farming material atau poin xp(biasanya digunakan untuk menaikkan
level).. pemain dapat naik tingkat atau mendapatkan gear/perlengkapan yang
lebih maju dengan cepat.
Harusnya.
*klang
*klang
“Lenka!
Arah jam delapan!”
“siap,
mengerti!”
Farming
dalam game yang menggunakan kontrol tubuh sepenuhnya, bukan suatu yang mudah
atau menyenangkan bila dilakukan terus menerus keterusan.
“bersihkan
sisi belakang, selagi aku menepis serangan mereka!”
“ok, mengerti!”
*klang
*klang
*splat
Meski bila
terluka atau terbunuh.. tidak ada rasa sakit yang mengena atau sampai ke ujung
saraf indra perasa.
Tapi
sensasinya,
Iruma, Glare
Hunter
HP: 68%
(kalau
semalaman begini, stok makanan bisa habis)
“Iruma! Kamu nggak apa-apa?”
Ia berdiri
setelah satu panah meleset untuk ditepis, mengenai belikat kiri.
“ah.. aku
tidak kenapa-napa”
(nggak
kerasa sakit, tapi damagenya hampir lima persen sendiri..)
Satu
skeleton mendapati mereka lengah, langsung melepas anak panah. Diikuti yang
lainnya.
“Iruma!”
Karena
insting kesiagaannya, Iruma berhasil bangkit mengabaikan luka dan memukul
belati tepat satu panah yang mengarah kepadanya.
*klang
Tapi,
relfeknya kurang cepat. Gerakan pedangnya harusnya saling berkaitan, untuk
menepis panah yang selanjutnya mengarah.
Al hasil,
satu panah berhasil tertancap mengenainya.
*splat
HP: 67%
“Iruma!”
Ia tidak memiliki poin wareg yang cukup, HP-nya
tidak pulih segera. Bila mencapai titik nol, ia akan bergelimang cahaya dan
pecah jadi kepingan poligon. Lalu kesadarannya terbangun seperti orang baru
bangun tidur.
Dalam hati ia berujar, seolah membuka menu..
tapi yang bisa dilihat hanya ia seorang.
Iruma, Glare Hunte—
Talenta, saat ini: Glare —
Daftar ta—
Slot kombinasi—
[Ganti talenta Glare Hunter menjadi Swordman?
Mengganti talenta, memengaruhi relfek, daya serang, insting, dan lain-lain.
Tergantung talenta yang ditentukan.]
Ia tidak
berujar. Ia hanya menunjukkan ekspresi geram.
Partnernya,
yang ia se but ‘Lenka’ menoleh. Ia
sedikit kaget, mendapati tulisan Iruma. Sampingnya berubah, diikuti dengan
spirit semangat Iruma yang langsung bangkit sambil rentetan panel menu melayang
sekelilingnya.
“rilaiz(realize),
Kinasih!” Ujarnya sambil mencengkram belikat kirinya.
Sistem
menanggapi, itu adalah perintah komando untuk memunculkan sesuatu yang disimpan
dalam storage/penyimpanan.
Partikel
berkumpul membentuk semacam portal, lalu gagang pedang dengan ukiran unik
berdiri tegap perlahan keluar dari portal. Iruma langsung mencengkramnya tanpa
ragu dan partikel buru-buru menuntaskan proses kelahiran pedang yang disebut
‘Kinasih’ oleh Iruma.
Ia tidak
berkomentar setelah menyeru kecil. Jawabannya ada pada cara ia menyayat
skeleton sampai habis dan pecah menjadi kepingan cahaya menyisakan tulang belulang
yang dapat diambil untuk dijadikan material.
…
Sejenak ia
kembali teringat, peristiwa.. tidak. Baginya mungkin tragedi. Walau ini semua
hanyalah game, permainan yang mungkin orang bisa katam. Tapi namanya sudah
menjalani banyak kenangan, tetap saja membekas.
“walau
nantinya juga dihapus”
“Irma?”
“hm?” Ia
merespon, seorang. Partnernya menyebut namanya tiba-tiba.
“ada apa?
apa kamu tadi mengucap sesuatu?”
Ia
menggeleng cepat, sambil memasukkan bilah pedang tanpa sarung. “tidak tidak..
tadi. Aku hanya melamun, biasa..” Ujarnya sambil memperhatikan bagaimana ukiran
meliuk-liuk indah terukir di gagang pedang besi putih dilahap oleh cahaya
portal, memaksa masuk.
(Kenangan
itu nggak akan pernah hilang)
Baginya, ia
sudah merasa hidup dan tidak mungkin melepas begitu saja. Kalau saja ia tidak
memiliki tanggungan.. mungkin ia memilih memberikan jiwa raganya terbiar lelang
tidur dan tidak terbangun. Hanya karena rasa remen dan tidak ingin hilang.
“Iruma!
Domba! Domba!”
Seketika
langsung terbuyar semua halusinasi, dan langsung meraih belati yang sudah ia
persiapkan tadi.
Berbekal
bakat swordman yang ia pakai, agility/langkahnya meningkat dan mampu mengejar
domba putih yang kebetulan lewat.
*syat
“mbeeeek!!!”
Si Domba naas mengerang mendapati goresan dalam mengiris.
*spang
*klang!
“domba
nggak perlu ditembak panah Lenka.. kau ini ah.” Ujarnya menepis panah yang
dilontarkan partnernya, Lenka.
Ia
meringis, “hehe, maaf reflek hehe..”
…
Hari
berjalan cepat, mereka tidak memilih menambang atau pekerjaan berat lainnya.
Kalau dicatat, kebanyakan Iruma hanya mengambil pedang atau belatinya untuk
berburu. Selebihnya, mungkin ia tidak akan melakukannya kalau nggak karena
suatu hal yang mendesak.
Kebanyakan
harinya ia lampias habiskan menulis.
“kebetulan
domba yang tadi, wool-nya bisa untuk buat ranjang dua orang. Jadi, mungkin
nanti malam. Kita bisa skip malam, tanpa harus jaga malam dari mob.” Ujar Iruma
menghitung hasil buruan walau tidak seberapa.
Partnernya,
Lenka. “um oke oke.. Jadi, nanti bermalam di mana?”
Matahari
sudah tenggelam, menyisakan mego abang. Ia mengamati sekitar, memperkirakan ada
tidaknya mob hostile yang bisa mungkin menyerang nanti malam.
“di sini
saja kali ya? mumpung dah malam ini.” Ujarnya setelah melakukan revisi kilat.
“di sini?
Oke oke. Kalau gitu, aku mau meletakan kompor sama meja buat masak.” Ia
menyahuti.
“seperti
biasa, aku yang bangun gubuk darurat.”
“itu sudah
mestilah. Masa cewek bikin bangunan?” Ledeknya.
Persediaan
yang cukup untuk membangun bangunan sebesar gubuk. Mulai dari pilar, tembok,
sampai interior.. hanya cukup di sini dua orang. Iruma sengaja memprioritaskan
material yang ia miliki untuk sekedar membuat bangunan gubuh darurat.
Meski ia
bisa membangun yang sedikit lebih besar, tapi rasa malasnya mungkin menghantui
dan hasrat ingin menulis bercerita tumpah pada rentetan tinta yang sudah
menggebu-gebu ingin.
Setelah
usai, ia segera memuat tabel dan kursi. Entah teksturnya asal-asalan, penting
ada meja dan kursi digunakan buat nulis. Biasanya ia memilih membantu partnernya,
entah itu memasak atau malah kala itu ia sendiri yang memasak sekaligus
membangun.
Kali ini ia
beruntung, sesuai dengan peran dan kewajiban masing-masing. Tapi acapkali ia
teringat, rasanya langsung bosan menjalani.
“relaiz(realize),
Kinasih.” Ujarnya pelan.
Sistem
merespon, memunculkan portal partikel cahaya kecil remang, untuk membentuk
pedang. Ibarat melahirkan, tapi prosesnya dipercepat.
Mukanya
langsung sayu, entah. Ia teringat kembali peristiwa. Mungkin ia mengingatnya
sebagai tragedi walau ini semua tetap saja game dan berakhir ilusi.
Tidak ada komentar: