MINECRAFTER VOL. 10 - BAB 32: KINASIHI
Bab 32: Kinasihi
Terpuruk
dan terjebak.
Dimensi
Nether, tahun tanggal hari.. tidak diketahui.
Kala itu,
Aku benar-benar menyesal.
Karena
nekad masuk, tanpa persiapan matang.
Berbekal
keberanian, tapi mengecewakan.
Bisa jadi
pelajaran, tapi.. kan, nggak bisa diulang.
…kan?
“Iruma!”
(komboku
tidak mempan?!)
*krak!
Batu
menghantam batu. Belati jadi tameng samsak tinju oleh pedang yang sama-sama
terbuat dari batu.
Hanya saja
yang dipedang manusia purwarupa tengkorak ini ada suatu kegelapan di dalamnya.
(bagus,
dagger belati hancur langsung.. setidaknya jangan sampai pedang hitam ini
kena—)
“Iruma
belakang e!” Yukina menyeru.
Aku
mengingat betul kejadian tersebut. Wither skeleton yang sudah kayak invasi beneran,
meski hakikatnya party kami memang mengganggu habitat mereka, tapi kalau bukan
karena berburu item.. mungkin nggak bakal aku lakuin.
Dalam waktu
singkat, ada yang menyenggolku dari samping. Seketika aku terhempas dan belati
yang sudah patah separuh, mencuat jatuh.
Barulah aku
mendengar suara daging tersayat.
“Ozba—“
Baris
HP-nya langsung menurun drastis, sampai pada titik 50 persen, baris HP-nya
menghitam.
Wither
efek.
Ozbalu
mendorongku agar tidak mengenai serangan backup dari wither skeleton yang sudah
merencanakan ketika satu serangan kawannya tertahan oleh belatiku, maka wither
skeleton lainnya akan melakukan backup serangan selagi aku sibuk menahan pedang
batu hitam agar tidak mengenai badan.
Ia
mendorongnya, seketika pedang batu hitam yang aku tahan pun jatuh. Diikuti
dengan irisan horizontal oleh wither skeleton yang lainnya pula.
Total
serangan, dua. Ia ambruk setelah bersusah payah berdiri.
“Ozbalu!”
“Bal!”
*spang
*klang
Dua anah
panah membuat Ozbalu terselamatkan karena teralihkan.
“Yukina,
Iruma. Fardan! Mundur!” Seru Ian.
Ia sebagai
archer, pemanah membantu serangan udara melontarkan anak panah. Ian tidak
sendiri, ia bersama Lenka, Ezbowo, dan Abdina.
Entah
kenapa waktu itu, reflekku begitu pelan. Tidak secepat biasanya, apa mungkin
ini rasanya kehilangan.
“Ozbalu!
Oz!” Aku menyeru menyebut namanya.
Ia
tergeletak lemas, kedua matanya tertutup dan mulutnya terkatup rapat. Seperti
menahan rasa sakit.
(apa
serangan tadi.. rasa sakitnya sampai..)
“Iruma..”
Lamunanku
terpecah.
“Ozba—“
“jangan mati.”
Potong Ozbalu, si pendekar pedang dengan keterampilan membangun yang tidak
biasa.
“hah?”
(maksudnya??)
Ia
melanjutkan, “jangan mati.. jangan..”
“jangan
bilang seperti itu, ayo. Ayo bangkit..” Aku berujar dan hendak membantu Ozbalu
untuk bangun, tapi ia menolak.
“jangan!
Jangan, wither efek ini.. tinggalke aku tinggalke!” Ujarnya menolak keras.
Melihat
HP-nya yang berwarna hitam, dan persentase yang tersisa bahkan tidak terlihat.
Itu adalah efek dari serangan Wither. Membuat pemain/player tidak dapat melihat
sisa HP-nya, disamping itu ia juga terkena serangan paralis bertubi-tubi
perlahan.
Akankah ada
kemungkinan wither efek bisa menular kepada siapapun yang menyentuh inangnya?
“Iruma!
Jangan diam saja, pergi cepat! Kamu nggak akan kuat. Efek withernya mengerik—
aaah!”
Ucapannya
terpotong, mengerang seperti ia dirasuki sesuatu.
Aku, Yuki,
Fardan yang berada di baris terdepan. Mundur ketakutan.
(ini semua
maya, tapi kenapa kedua kaki ini gemetaran?)
*klang
*klang *klontang
Yuki cepat
membelai leher dan memaksaku untuk jatuh sambil menyeru “Irma, mundur!”
*prakk!
Tidak
sadar, aku melirik setelah jatuh tersungkur. Yuki mendorongku jatuh melangkah
belakang. Mendapati Skeleton Hitam tadi menjatuhkan pedang hitamnya ke
permukaan.
Ozbalu
tertinggal, ia berada sangat dekat dengan dua skeleton hitam. Aku dapat melihat
seperti mereka tertawa mengejek, meski dilihat mereka hanya bertulang tengkorak
biasa.
“Ozba—“
“hentikan,
jangan!” Yuki melarang.
*splat!
HP-nya
sudah sedari tadi menghitam. Tidak terlihat sisa HP yang dimilikinya.
Kami baris
depan tidak bisa melawan atau membela apapun. Bahkan regu pemanah sekalipun, ia
tidak berani meluncurkan panah karena takut mereka marah bila diganggu.
Mereka
berdua menusuk-nusuk tubuh Ozbalu yang tersungkur. Terlihat percikan cahaya
merah gelap terpancar sekilas lalu sirna. Diikuti warna hitam yang menyebar.
Aku
berusaha keras untuk maju, jiwa semangatku tidak terima. Ingin melawan. Tapi,
Yuki. Si Yuki membelai, ia memegang erat tangan kananku. Dua tangannya,
mencegah kuat.
“jangan.
Jangan Irma! Jangan!” Ujarnya sambil terus mencengkram.
“jangan
berlagak pahlawan!” Ujarnya lagi. Kali ini ia mengucapnya, sambil menunjukkan
wajah tegar yang tidak biasa.
…
“mundur,
raid ini nggak berjalan lancar. Kita mundur!” Seru Ian sambil menggiring regu
pemanah dari belakang untuk berpencar.
Para
barbarian termasuk Artes, mereka langsung cabut dan berbalik segera. Mengikuti
perintah komando darurat dari Ian.
“raden..”
Ujar Artes pelan. Langkahnya terhenti sekilas, tapi langsung dihadang Termus.
“ayo cepat,
sementara kita mundur. Mereka mungkin punya rencana lain, kita barbarian tidak
punya serangan yang cukup, hanya modal bertahan dan tidak bisa menghindar!”
Termus
benar, para barbarian.. memiliki ketahanan vital yang baik. Tapi ini dibayar
dengan serangan yang tidak seberapa dan memerlukan serangan serbu untuk
efektif. Disamping itu, mereka tidak punya agility atau kecekatan yang cukup. Alias,
mereka sulit menghindar bila terkena serangan.
“oi Iruma!
Aku nggak tahu apa yang kamu rencanakan. Tapi, kita mundur! Cepat!”
“Iruma!”
Fardan menyahuti
“kita
mundur!” Aku menyeru. Fardan dan Si Yuki sontak balik kanan dan mengambil
langkah kabur.
Pelan-pelan
aku berbalik, melirik Ozbalu. Ia mungkin sedang diambang kematian, bukan.
Maksudku diambang keselamatan. Ia akan dipindahkan dan terbangun kembali di
dunia yang seharusnya kami berada.
Dunia
nyata.
Lamat laun,
ia mengacungkan jempol sambil membiarkan dua wither skeleton mencabik tubuhnya.
“Deden!
Buat tembok darurat pelindung, jaga-jaga kalau ada Ghast!” Seru Ian.
Ia, Deden
langsung mengangguk paham.
“Abdina dan
Bowo. Jaga mereka berdua. Hindari nembak zombi pigmen. Fokuske skeleton
pemanah” Pinta Ian.
Mereka
berdua mengangguk paham, “ooke!” dan langsung mengacungkan busur panah lalu
memencar.
Jarak antara
portal dan kastil nether lumayan jauh. Tapi rutenya cukup jelas, terimakasih
kepada mereka para builder yang membangun jalan darurat untuk denah rute
berangkat dan pulang.
“Ghast! Ada
Ghast!” Para Archer berujar. Mereka punya penglihatan tajam
Aku sempat
berpikir, apa memang developer game sengaja untuk membuat kita semua log out?
Maksudku ini gila, sepanjang aku bermain minecraft meski mode hardcore
sekalipun belum pernah aku sampai segila ini.
“kurang
berapa meter!??” Seru Termus sambil menuntun Reina dan Artes
Para archer
berada garis belakang, karena jalan memutar pulang mereka paling depan.
“sekitar.. seratus meter.. tahan-tahan!” Seru Ian sambil berlari memperjelas
rute jalan pulang.
“kaaaaaak!!!”
*woshh
Satu ghast
akhirnya mengeluarkan serangan, bola api dengan diameter sekitar 2 meter. Nggak
terlalu besar tapi bila mengenai bebatuan nether, bisa runtuh dan kita akan
tercebur ke lava.
*blarr
Untungnya
bola api ghast tidak mengenai kami. Hanya nyaris, tapi—
“berpencar!”
Aku menyeru begitu mendapati satu bola api melesat tepat di tengah rute.
*dhuar!
Ujaranku
terlambat, reflekku berkurang semenjak tulisan Ozbalu hilang dari data party.
Artinya ia mati, nggak maksudku ia pulang.
Regu
penyerang seperti Fardan, Aku, Yukina.. sontak terpecah belah. Aku terdorong
mundur karena ledakan, sedangkan Fardan dan si Yuki tersungkur maju. Untungnya
bola apinya tidak mengenai salah satu dari kami. Damage yang diterima bisa
fatal.
HP: 93%
(kesungkur
maju karena ledakan api, damagenya tujuh persen sendiri..)
“Iruma!”
“Irma! Ayo
cepat bangun!”
Seru mereka
berdua, sambil saling bantu untuk berdiri. Aku mengiyakan dan segera bangkit.
Di depanku nampak api bekas ledakan membekas lebar.
(nggak
mungkin lewat sini ini.. aku bisa kebakar habis)
Di nether, api
dapat abadi sampai diguyur air. Sistem default minecraft bila menuangkan air di
nether, maka airnya langsung berubah menjadi uap. Artinya bila aku kena
semburan api, kemungkinan padam susah. Ditambah lagi melihat kondisi tempatnya
seperti ini.
“Iruma!”
Yukina menyadarkan
lamunanku. Sontak aku langsung berdiri dan maju.
Namun
terhalang, serangan panah entah dari mana mengenai pundak dan kaki kiri.
Meskipun tidak fatal, tapi.. ini langsung membuatku ambruk lagi.
“Iruma!”
“Irma!!”
Mereka
langsung menyeru kaget, mendapati aku tertancap panah. “para archer! Tolong
urusi skeletonnya hei!” si Yuki tidak terima. Ia buru-buru menarik pedang putih
besinya yang tergantung di pinggang, dan segera maju.
“Hentikan!
Berhenti! Yuki!” Aku mencegah.
Yuki kaget,
“apa maksudmu? apa kamu mau mati hah?”
(Ia
benar-benar marah, karena tim archer tidak becus mengurus skeleton)
“tunggu
bentar, jarak ini aku bisa kok. Berdi—“ Bruk
<batang
panah menghambat persendian lutut untuk berdiri>
(bahkan di
sini sudah ada sendi rupanya..)
Aku mengerang,
meski hanya terasa nyeri. Namun aku benar-benar tidak bisa berdiri.
“Iruma—!”
*dhuar
*dhuar!!
Kedua Ghast
itu sepertinya memang mengincar regu penyerang. Mereka harus segera kabur.
“oi Yuki!”
“haah?”
Yuki merespon sambil mempersiapkan kuda-kudanya untuk melakukan dash
“ada dua
ghast di sekitar kita. Lebih baik kalian maju dulu!!” Aku menyeru sambil
berusaha mencabut anak panah yang menancap di lutut.
“nggak,
jangan! Nggak boleh. Kamu nggak boleh ditinggal!!” Yuki membalas
“hei ini
bukan saatnya adegan dramatis. Ini bukan sinetron atau film! Cepat ke portal!!”
Aku menyeru.
(ini..
ini.. nggak anak panah biasa, nggak bisa dilepas!)
HP: 91%
Tiap kali
aku mencoba mencabutnya, efek paralisnya semakin parah.. ini kalau dipaksa
maju. Aku bisa jatuh, kalau jatuhnya ke tanah batuan nether sih nggak masalah.
Tapi kalau jatuhnya ke tanah yang sudah kesulut api, bisa kebakar aku.
Belum lagi
pergerakan kaki ini nggak sempurna, kalau salah langkah langsung jatuh ambruk.
Kepleset, lalu jatuh ke lava.
“mati.”
“kembali
pulang.”
(nggak-nggak,
pasti ada jalan. Aku sudah berada di sini dua bulan lebih mungkin, nggak
mungkin keluar bangun tangan hampa seperti bangun tidur!)
Regu paling
belakang, archer sibuk melontarkan anak panah. Sedangkan regu
pembangun/building fokus membangun dinding untuk perjalanan pulang.
“ayo maju,
jangan diam saja. Termus, Ian.. ayo maju!” Aku menyeru
Termus
segera mengiyakan, “cepet, neng. Artes, Reina. Ayo! Mumpung belum ada magma
cube sama blaze!”
(ah iya.
Blaze, ini bisa gawat kalau ada blaze lagi. Serangannya lebih cepat
dibandingkan Ghast. Dan lebih sakit)
“ayo ayo!”
terlihat Termus menggiring para barbarian dan regu sisanya untuk segera maju.
Tinggal
Yukina, Fardan, dan Aku dengan batas tanah yang rusak dengan diameter oval
sekitar 100 meter. Bekas serangan Ghast.
HP: 87%
“Fardan!
Bawa si Yuki! Aku menyusul!” Ujarku sambil terus menarik panah yang menancap di
lutut.
Fardan
terdiam sambil mengangguk pelan, “kak Yukina. Ayo, regu belakang—“
“kamu maju
dulu saja. Aku nanti!”
“dari regu
pemanah.. stok panah kami mulai menipis. Ayo cepat!!” terdengar dari kejauhan,
seruan Ian dan Lenka yang menyeru melapor.
“kkaaaaaaak!!”
*wosh
“Fardan,
belakang!” Aku menyeru begitu melihat Ghast melontarkan bola api, mengarah
mereka berdua.
Tidak ada komentar: