MINECRAFTER VOL. 10 - BAB 34: GAMAN PANAH

 

Bab 34: Gaman Panah

 

Ia, Iruma. Tidak bisa berkata apa-apa. Baginya berpikir jangka panjang itu sudah jadi tipikal personaliti dalam dirinya. Berpikir keras, kritis sudah menjadi kewajiban. Apalagi ia sudah tingkatnya menjadi mahasiswa.

Mahasiswa semester akhir.

“tugas skripsiku.”

“Iruma!!”

Lamunannya terpecah setelah mendapati dua bola api dari Ghast dan seruan dari kawan-kawannya menyadarkannya.

Terlambat, refleknya telat. Disamping efek paralis dari dua panah yang menancap bahu dan lututnya, pergerakannya terganggu. Sehingga sekejab ia akan terhantam bola api berdiameter tinggi anak remaja.

Kalaupun selamat, kemungkinannya kecil. Kecil sekali, paling tidak ia akan terhempas karena ledakan yang ditimbulkan. Apalagi kondisinya berada di area nether. Api tidak akan padam, abadi.

*blarrr

Ledakan hebat tidak terelakkan, Iruma tersungkur hempas dan jatuh. Nyawa HP-nya berkurang drastis akibat terbentur karena dorongan sekaligus ledakan dari bola api Ghast.

 

Semua buyar, alias porak porandakan. Sekilas Iruma sempat mendengar ada yang teriak. Tapi pandangannya buyar, karena ia efek paralis yang masih menggerogoti dirinya. Semua dalam radius lima meter, rusak dan meledak beruntun karena dua bola api yang disulut bersamaan.

Iruma terkejut kaget setelah mendapati dalam data party-nya, ada tiga orang yang menghilang dari daftar.

Susilo

Ezbowo

“Bowo! Susilo!!” Ia menyeru kaget dan berusaha bangkit. Tapi tubuh avatarnya menolak.

<batang panah menghambat persendian lutut untuk berdiri>

Ia berkali-kali mendengar notifikasi peringatan, biasanya menyerah. Tapi kali ini ia melawan. Mencabut keras sampai akhirnya lepas. Membekas kulit mengelupas dengan cahaya merah redup menyala.

Tidak darah atau terlihat isi daging, melainkan hanya cahaya merah. Redup. Kondisi bar HP terus berkurang.

<luka terbuka, harus segera ditu—

“Bowo! Susilo! Dimana kalian!!” Iruma menyeru bangkit dan berhasil berdiri.

 

Yukina, Assasin

HP: 42%

“Yuuki! Oi Yuki!!”

Tidak ada yang merespon. Pandangannya terbatas, dipenuhi oleh asap akibat ledakan hebat tadi.

Karena khawatir bukan main akan anggota party-nya. Ia nekad langsung mengambil langkah lari untuk menerjang kepulan asap. Tapi dihalang.

“berhenti! Berhenti! Jangan Iruma!!”

Lamunan yang dikhawatirkannya terpecah begitu ada seorang yang menghalangi. Tidak menghalangi berupa ia berdiri lalu melebarkan kedua tangan. Melainkan menarik kain baju belakangnya. Barulah si Iruma menyadari kalau ia seharusnya pulang, tapi ia dihalangi dan diselamatkan.

“Len— ka?”

Kepulan asap membuat insting Iruma melemah, apalagi mendapati ada nama yang hilang dari daftar party. Bisa dikatakan mereka hilang atau mati. Nggak, maksudnya pulang.

Sambil terbatuk kecil, ia berusaha berdiri. Pakaiannya seketika lusuh dan beberapa bagian ada yang terkena api lalu terbakar. “ini aku. Lenka. Lenka. Archer.”

“bagaimana yang lainnya!? Di mana Ian, Terra, Abdina, Artes!? Apa yang terjadi?” Seru Iruma sambil berusaha menghempas kepulan asap hitam yang mulai menyebar menutupi jarak pandang.

Lenka berusaha berdiri, namun gagal. Iruma segera membantunya berdiri. “dua bola api dari. Ubur-ubur putih melayang tadi..”

“Ghast.”

“..ya Ghas. Mengeluarkan bola api. Dua sekaligus. Akibatnya ledakan hebat langsung—“

“Bagaimana regu depan? Regu penambang? Kenapa aku masih hidup??” Iruma menyolot

“aku nggak yakin mereka selamat. Tapi, kalau dilihat dari baris HP.. masih ada sekian persen tersisa. Artinya mereka masih hidup kan?” Ujar Lenka, kedua matanya terfokus pada baris HP para anggota party yang tersisa.

(Yukina masih hidup. Baris HP-nya tersisa 30 persenan.. tunggu, 30??)

“aku memperhatikan, ada yang terkuras HP-nya. Si Yuki, dan Fardan..”

Lenka membalas, “mereka terlalu dekat, dengan ledakan. Sekilas ketika ledakan berlangsung, aku sempat melihat semua party terhempas karena ledakan hebat dari dua bola api Ghast tadi..”

“tunggu, kenapa aku.. kenapa aku masih hidup. Sisa HP masih 50 persenan. Sedangkan aku yang paling dekat dengan bola api-nya.”

“aku yang mendorongmu. Mundur. Karena Fardan dan Yuki sudah melompat minggir, sedangkan kamu masih diam melamun.” Lenka mengakui

(aku, melamun. Berarti ketika melihat dua bola api tadi, itu bukan imajinasi)

“lalu bagaimana dengan Ian, Abdina?”

“regu archer seharusnya terpental maju mendekati portal. Yang terpenting, kita harus segera keluar dari sini Iruma!” Lenka memotong sambil berdiri dan membersihkan beberapa dedebuan yang menempel di bajunya.

Beberapa detik ia berdiri, Lenka tanpa sadar ia ambruk kembali. Sontak Iruma langsung menyeru “Lenka? hei ada apa?” responnya sambil menangkap tubuh Lenka yang ambruk.

Lenka, Sharpshooter

HP: 63%

*blarr

Ledakan kembali terdengar, tapi Iruma tidak dapat melihat apa yang terjadi. Jarak pandang terbatas, hanya sebatas dua meter. Sudah penuh kepulan asap pekat.

“penglihatanku terbatas, nggak bisa nembus ini asap..” Keluh Iruma.

“semoga mereka baik-baik saja.” Ujarnya lagi.

Lenka perlahan terbangun. Iruma merespon “Lenka, kenapa tadi? Kamu kena panah??”

Ia menggeleng cepat, “nggak, nggak ada apa-apa.” Sambil bersikeras berdiri, setengah terhuyung-huyung. Lenka langsung menarik Iruma “ayo, Lewat Sini!”

Situasi ini, bakat pemanah diunggulkan. Mereka yang sampai ke fase kedua atau lebih, penglihatan mereka menajam. Jarak pandang dan kepekaan akan objek menjadi lebih tajam. Lenka yang mencapai fase ketiga dari talenta Archer. Yakni Sharpshooter.

Namun, di fase ketiga dalam talenta Archer. Tidak ada perubahan nama. Berbeda dengan Yuki dan Iruma. Mereka memilih talenta dasar penambang dan pendekar pedang. Di fase ketiga, terjadi perubahan title, mulai dari Yukina sang Assasin dan Glare Hunter Iruma.

“sini. Lewat sini.. kalau lewat jalan tadi, itu sudah dipenuhi bara api. Nether sepertinya kayak api neraka yang terus membara ya kan?” Ujar Lenka sebagai pemandu jalan menerjang kepulan asap tebal.

“biasanya, kalau ada api di ranah nether seperti ini.. nggak mungkin padam..”

(baris HP milik Yuki perlahan menurun. Ia mungkin terkena efek paralis dari bara api)

 

Sesaat kemudian, Lenka berhasil menemukan jalan keluar. Terdengar seruan dari Yuki “Iruma! Irma! Irma!! Di mana kamu!!”

Iruma merespon, “Yuki? Yuki. Di mana Fardan dan yang lainnya??” Ujarnya memanggil balik, tapi ia belum menemukan di mana Yuki. Benar-benar kepulan asap menutupi.

Perlahan kepulan asap memudar, meski pelan. Lenka langsung memberitahu “Yukina di situ. Ada Fardan. Syukurlah.” Ujarnya sambil menunjuk. Terlihat dua orang sedang tersungkur dengan baju nyaris terbakar habis.

 “Fardan, Yuki!” Seru Iruma memanggil.

“kaaaaaakkh!!” Ghast mengetahui posisi mereka

“Iruma, mundur mundur!!” Seru Lenka.

Iruma mengiyakan, dan segera mundur. Iruma tidak mungkin nekad menghampiri Yuki dan Fardan atau resikonya Ghast akan mengetahui mereka berdua dan melontarkan bola api. Tamat sudah.

Berkali-kali Iruma memanggil, mereka berdua tidak merespon. Hantaman dan ledakan keras mungkin sebagian orang tidak tahan. Sehingga mengalami shock.

(nggak mungkin lewat sini, Ghast bisa tahu posisi kami. Kalau tahu, ia mungkin akan mengeluarkan bola api lagi. Mereka akan pulang.)

(tapi, semisal dibiarkan—)

“—!” *crek

Iruma merasakan suatu yang menyerang, reflek karena ia menggunakan bakat turunan dari pendekar pedang. Warrior. Ia langsung mewujudkan dagger dari inventorinya dan berbalik.

“?? ada musuh Iruma?” Lenka keheranan

“ada. Ada. Aku nggak tahu kenapa reflek langsung ambil dagger. Ini, pertanda ada bahaya. Mungkin.” Ujar Iruma setengah gemetar.

(perasaan apa ini, kenapa gemetarnya nggak seperti biasanya. Apa ini reflek dan kepekaan tinggi dari warrior?)

“Iruma?”

“—! Pigmen! Pigmen, ada zombi pigmen!” Iruma tiba-tiba berujar kaget.

Lenka merespon, langsung menoleh kanan-kiri. Meskipun kepulan asap sebenarnya tidak begitu menghalangi ketajaman penglihatannya, tapi.. ia sempat bingung. Apa yang ditakutkan oleh kawannya yang biasa disebut sebagai ketua.

“hurrm! Hurrmm!”

Insting Iruma benar, ada beberapa zombi pigmen yang sedang melintasi. Sebelum Lenka reflek mengambil panah, Iruma langsung mencegahnya pelan. “Jangan, jangan!” Gumannya pelan.

“ah maaf, aku.. aku reflek.” Jawabnya pelan pula.

Beberapa zombi pigmen melintas, seperti biasa. Mereka membawa pedang emas, bersifat netral. Tidak akan menyerang bila ia merasa terganggu atau diganggu. Tapi sekarang yang ada dalam pikiran Iruma adalah, kenapa beberapa dari mereka mengerumun Yuki dan Fardan yang tergeletak lemas dengan kondisi api masih melahap sedikit demi sedikit.

“zombi babi itu tahan api?” Bisik Lenka.

“ya, nggak ada tahan api. Kecebur lava pun mereka tidak masalah.”

“kenapa mereka mengerumuni Yukina dan Fardan?” Lenka kembali bertanya.

“mereka bersifat netral, seperti endermen. Tidak akan menyerang bila diganggu atau merasa diganggu.” Ujar Iruma sambil meminta Lenka untuk turut bersembunyi di balik bebatuan yang hancur.

Kalau Lenka bisa berkomentar, ia mungkin tidak paham sebagian besar yang dibicarakan Iruma. Sebelumnya ia pernah mengatakan kalau minecraft VR ini adalah game berbasis open-world pertamanya. Tidak hanya itu, ia bisa jadi belum pernah bermain minecraft sama sekali.

“hurmm hummm!”

“hum!!!”

Iruma tidak memiliki kemampuan memahami apa yang dibicarakan mereka, begitu juga Lenka. Apalagi Yukina dan Fardan. “apa yang kamu lakukan zombi kepala babii??” Ujar Iruma sangat pelan.

Sambil merencanakan sesuatu, Iruma membuka menu. Mencoba mengecek kembali perlengkapan yang dimilikinya. Mulai dari stok makanan, persenjataan, dan perlengkapan tambang lainnya. Iruma berusaha memperhitungkan kemungkinan ia dapat bertahan hidup dan mencari waktu kesempatan untuk tidak pulang.

“Lenka.”

“ya kak Irma?”

“berapa stok panah yang kamu punya?”

Lenka berguman, lalu menggeleng. “tunggu..” kemudian membuka menu.

“masih.. sekitar dua puluhan.” Lenka menjawab.

“dua puluh.. dagger masih ada dua stok. Sisanya mungkin bisa di-crafting nanti..”  Guman Iruma, ia menghitung pelan.

“kenapa Iruma?”

“kamu masih punya stok makanan berapa?”

“masih.. aku masih punya daging sama ayam.. sekitar.. aku lupa. Ada apa?” Lenka bertanya-tanya.

“Lenka, dengar. Kepulan asap itu kamu masih bisa melihat jelas nggak?” Tanya Iruma sambil menunjuk sekilas pada kepulan asap yang dimaksud.

“kalau jelasnya.. tapi masih bisa kelihatan. Ada apa memangnya Iruma?”

Iruma mengangguk setuju, lalu ia berguman kecil sambil memain-mainkan dagger yang sedari tadi ia persiapkan karena reflek “zombi pigmen itu kayaknya mau menyerang Yuki dan Fardan. Kalau Yuki mati, kita nggak punya seorang DPS. Kita membutuhkan Yuki dan Fardan. Mereka berdua kalau dipadukan pertahanannya optimal!”

“kamu, kamu memanfaatkan perempuan??” Lenka kaget.

“nggak, nggak. Bukan begitu. Karena sekarang potensi bakat sangat diperhitungkan untuk bertahan hidup. Disamping itu..”

Iruma terhenti, ia kembali melihat lalu kaget terkejut mendapati baris HP Yukina semakin menurun. Mencapai dua puluh persenan. “yang terpenting, aku mau mengalihkan zombi pigmen itu. Bisa gawat kalau mereka berdua mati. Nggak, maksudku mereka pulang.”

Apa yang diucapkan Iruma, mau tidak mau Lenka harus memahami tanpa bertanya-tanya. Sontak langsung ia berkomen “nanti kalau mereka ngincar kamu gimana?”

*crek “itu sudah resiko. Tapi yang terpenting, mereka berdua kondisinya sudah kena paralis api. Ditambah luka dari zombi pigmen, damage kerusakannya bisa bertubi-tubi.” Ujar Iruma berdiri dan mempersiapkan dagger.

“heh? itu, itu.. jangan Iruma! Tadi kamu sudah lihat sendiri kan, zombi pigmen yang sempat aku tembak. Langsung bejibun banyaknya yang ngerumun!”

“itu sudah resiko aku bilang kok. Aku nggak membiarkan mereka pulang lebih dulu..” Iruma berujar sambil memutar dagger lalu melempar dagger.

*splat

“ehh??”

Lenka terkejut bukan main. Setelah tiga zombi pigmen langsung bangkit mendapati dirinya terluka dan menoleh ke belakang. Mencari sumber dari mana yang melempar.

“merunduk!” Iruma spontan mengatakan. Lenka tidak ada pilihan lain selain mematuhi.

“hummmr! Hurm!!!” Geram zombi pigmen bersamaan.

Ibarat sonar, mereka langsung bergerak bersamaan dan fokusnya teralihkan pada satu objek. Entah mereka tahu atau tidak dari mananya, tapi mereka seolah bertelepati antara satu sama lain.

“dengar, sekarang kamu harus lari! Sistem seharusnya mengincar aku, karena kondisinya aku yang menyerang menggunakan dagger. Kamu harus lari. Lari Lenka!” Ujar Iruma pelan.

Lenka mengambil tiga panah yang muncul dari kerlingan cahaya. Tanda ia baru mengeluarkan langsung dari inventori miliknya. “kalau mereka malah mengincarku gimana.”

“I got you back. Aku akan melindungimu dari belakang!”

Lenka berdiri, semenjak itu langsung pandangan mengancam terfokus pada Lenka daripada para zombi pigmen.

“apa yang kamu lakukan hei!” Ujar Iruma kaget mendapati partner pemanahnya nekad keluar dari tempat persembunyian darurat.

Lenka tidak berkomentar, ia menarik busurnya dan memicingkan mata. Tiga panah ia tarik sekaligus dan dilepas. Al hasil, tiga panah yang dilucuti berhasil mengenai tiga zombi pigmen yang sedang mencoba mencari siapa yang melempar dagger.

(ah tumben kena. Aku malah membayangkan ia mengenai salah satu dari mereka berdua)

“kalau begitu, aku yang ikut melindungimu dengan serangan udara jarak jauh.” Ujar Lenka.

 

Suara zombi pigmen langsung gemuruh. Mereka berdua benar-benar menghipnotis semua zombi pigmen untuk berfokus menyerang mereka berdua.

Sambil malas, Iruma berdiri menampakkan diri. “aku kira kamu nggak bisa berkata itu. Karena awal aku kenal aku kira kamu orangnya statis kaku..”

“..meski ini di dunia fantasi, kata-kata puitis khas pahlawan.. aku jarang nemu dari kamu..”

“..kalau begitu, ayo fokus. Aku nggak mau pulang sebelum sampai ke negeri the End.”

“seorang warrior biasanya menggunakan dua pedang. Aku harap kamu menggunakan satu dagger atau bilah pedang, bukan karena rendah hati.” Ujar Lenka menyahuti sambil membuka menu. Memunculkan tabung silinder yang langsung menggantung menempel di punggungnya.

Berisi sekitar puluhan panah yang siap diambil sewaktu-waktu.

 

***

Pertarungan dimulai. Duet antara jarak dekat dan jauh.

Aku, Iruma Nafian. Hari ke.. aku lupa. Setidaknya aku masih bertahan hidup, semua ceritaku belum sempat aku tulis semua. Aku tidak ingin mati, aku harus hidup sampai titik HP penghabisan.

Nether, adalah tempat neraka. Nekad kami temui tanpa persiapan mumpuni adalah resiko. Total, kami kehilangan tiga pemain, apakah mungkin bertambah? Tidak. Seharusnya tidak.

“hurmm hurmmm!!”

“hurmmm!”

“satu dua, satu tiga. Empat lima. Enam. Berapa total Lenka?”

“hm.. sepuluh.”

*crek “perhitunganmu seperti patrick. Aku harap itu benar ya kan.”

“untuk memanah, harus dengan feeling yang tenang. Aku nggak mau gemetaran.” Ujarnya sambil menarik busur dan mulai memfokuskan serangan.

Mereka muncul langsung bergerumun dan melingkar. Sebagian besar mengangkat pedang emasnya tinggi-tinggi. Disamping daya tahan yang lemah, tapi serangannya tetap sakit. Apalagi kondisi kami tidak punya armor yang terbuat dari besi sekalipun.

(pedang ini nggak didesain untuk jangka panjang.. aku nggak mungkin menangkis serangan mereka. Apalagi menangkis pedang emas mereka)

(tapi, kalau mereka terjatuh mati. Salah satu pedang emas mereka seharusnya bisa jadi item drop)

“hurmm hurmm!”

Lenka tanpa ragu langsung melepas panah, lalu mengambil satu di tabung silinder yang menempel di punggung. Kemudian menarik lepas kembali, dan seterusnya ia lakukan satu persatu. Tubuhnya yang langsing membuat ia bisa leluasa bergerak dan berputar semaunya.

Reflek serangan panah yang diberikan, semuanya tidak meleset.

“Iruma, kamu nggak boleh kalah! Ayo maju”

(memang seharusnya begitu..)

Maju menerjang, bekal HP tersisa tinggal enam puluh persenan. Aku mengincar tubuh dan kepala. Tidak mungkin aku duel pedang antara emas dan batu metal. Logikanya, emas sudah pasti menang.

Aku memilih menyerang sedikit demi sedikit sampai salah satu dari mereka terlempar pedang emasnya dan aku ambil sebagai senjata pengganti.

“atau gunakan sebagai dual wielding”

Nggak, nggak mungkin. Aku belum pernah menggunakan kemampuan dual pedang sekaligus. Resiko.

*splat *splat

Ukiran sayatan sekilas mencuat. Kecepatan agility meningkat, namun efek samping pasti ada. Kelelahan.

Di saat aku berhenti sejenak untuk mengambil napas. Lenka sigap menggantikan prioritas tembaknya untuk melindungiku. Begitu juga sebaliknya. Bila Lenka harus diam sejenak untuk menghemat stamina yang ia miliki, aku meng-cover.

Simbiosis mutualisme.

 

“Lenka, arah lima!”

“oke!”

Terakhir kali aku mendapat laporan dari si Yuki. Lenka buruk dalam memahami arah. Aku rasa di situasi ini, ia benar-benar berkembang. Memahami bagaimana cara game ini bekerja.

+3 Rotten Flesh/Daging busuk didapatkan!

+5 Rotten Flesh/Daging busuk didapatkan!

+2 Batang besi/Iron Ingot didapatkan!

Item drop standar, batang besi atau daging busuk. Tapi tiap kali aku berhasil membunuh zombi pigmen. Pedang emasnya ikut pecah menjadi kepingan cahaya dan abu. Kalau begini terus..

Item (Short Sword, Batu), ketahanan tersisa: 61%

Sedari tadi aku menebas bagian tubuh dan kepala. Bagaimana kalau tangan? Apa mungkin berhasil, item drop didapatkan?

Secara literal aku lupa bagaimana si Yuki mengunci tangan Artes ketika ia masih menjadi mob hostile. Tapi, melakukan itu di sini.. nekad. Aku nggak mau.

“hurrm humm!!” Gerangan zombi pigmen menyeru semakin seru.

Aku berada zona sekitar dua meter dengan Lenka. Sembari menyerang, aku memastikan Yukina dan Fardan baik-baik saja. Setidaknya mereka tidak dikerumuni oleh zombi pigmen.

“Lenka! arah kananmu. Yuki dan Fardan. Ada beberapa yang mau mengincar mereka!”

Bila mendapati ada zombi atau suatu yang mengancam mereka berdua. Langsung, Lenka sigap mendengar perintah aba-aba dan menarik busur lalu meluncurkan batang panah tepat mengenai kepala mereka. Titik vital.

 

(yang aku lakukan ini, benar atau salah sih. Kalau mereka mati, artinya mereka pulang. Kesadaran mereka kembali dan terbangun)

(mereka tidak mungkin berada di sini selamanya. Akan ada waktu untuk berhenti)

(artinya kalau aku menyelamatkan mereka. Apa itu dihitung menghambat? Malah membuatnya lebih sengsara lagi?)

“terlepas dari situ, keluar dari sini adalah hal yang utama.”

(ya bukan. Aku harus)

*splat!

“hummm!?!?!”

Entah reflek, mungkin. Aku berhasil menghindar hantaman pedang yang di jatuhkan zombi kepala babi. Di saat yang tepat, aku menebas tangan yang bercampur warna hijau busuk. Hasilnya ia langsung mengerang.

“—!?”

*splat!

Lenka melontarkan panah, aku berhasil menghindar. Ia yang memberikan serangan final disamping aku mencoba mengambil pedang emas bekas zombi kepala babi.

Item (Golden Sword, Emas), ketahanan tersisa: 32%

(32 persen, lebih baik dibandingkan batu. Sewaktu habis rusak, aku bisa menggunakan teknik tadi untuk mendapatkan item drop pedang dan menggunakannya lagi)

 

Masalah selesai, sekarang solusinya apa? tidak mungkin bertahan terus. Aku bisa kehabisan stok stamina dan kelelahan, Lenka dalam proses panah-memanah tidak begitu menghabiskan banyak stok stamina. Tapi bila stok panahnya ia habis, maka tamat sudah.

(Yukina. Bangun)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.